BAB II
PENDIDIKAN KARAKTER DAN KETELADANAN
A.
Definisi
Keteladanan
Keteladanan
(dalam http://id.shvoong.com)
adalah teknik pendidikan yang paling baik, dan karena itu mendasarkan
pendidikan diatas dasar, seorang anak memperoleh anak dari keluarga dan orang
tua agar ia semenjak kecil sudah menerima norma – norma dan berjalan
berdasarkan konsepsi yang tinggi. Keteladanan dalam kamus besar Indonesia
adalah perbuatan yang patut ditiru dan patut di contoh.
Dalam
pendidikan, nasihat tidaklah cukup bila tidak dibarengi dengan keteladanan dan
perantara yang memungkinkan keteladanan itu diikuti dan diteladani
Memberi
teladan adalah hal yang sangat mudah bagi guru dalam dunia pendidikan. Semua
guru pasti selalu memberikan teladan yang baik bagi para siswanya. Menjadi guru
teladan adalah bagaimana supaya prinsip, semangat dan perilakunya dapat
dicontoh oleh siswanya. Bukan hanya sekedar memberikan contoh namun menjadi
contoh bagi siswanya. Bukan hanya memotivasi siswa agar berprestasi namun
seorag guru teladan juga harus berprestasi. Sehingga sikap dan kata – kata
serta perilaku guru akan menjadi motivasi untuk siswanya (dalam http://fakhrihidayat.blgospot.com).
B.
Pendidikan
Karakter
Menurut Nicholo Machhiaveli,
pendidikan adalah dalam rangka proses penyempurnaan diri manusia secara terus
menerus, hal ini terjadi karena kodrati manusia memiliki kekurangan dan ketidak
lengkapan. Intervensi melalui pendidikan, menurut Nicholo, merupakan salah satu
cara bagi manusia untuk melengkapi apa yang kurang dan melengkapi dari ketidak
sempurnaannya.
Secara etimologis, kata pendidikan
berasal dari 2 kata, yaitu educare
dan educere. Kata educare
memiliki konotasi melatih dan menjinakkan. Jadi, dalam konteks ini, manusia
dianggap seperti hewan, yang dapat dilatih menjadi pandai atau menjadi jinak.
Jadi, pendidikan merupakan suatu proses yang membantu mengembangkan,
mendewasakan, membuat yang tidak tertata atau liar menjadi teratur atau lebih
tertata. Sementara, kata educere memiliki makna keluar dari dan memimpin.
Keluar dari maksudnya adalah kemampuan manusia keluar dari keterbatasan fisik
kodrati yag dimilikinya dan kemampuan relasional dalam hubungannya dengan
masyarakat. Sehingga, seseorang manusia sebagai individu, melalui proses
pendidikan mampu bekerja sama dengan orang lain diluar dirinya untuk mencapai
tujuan bersama diluar masyarakat.
Secara umum, sering mengasosiasikan
karakter dengan apa yang disebut dengan temperamen yang memberinya sebuah
batasan psikososial. Juga memahami karakter dari sudut pandang behavioral yang
menekankan unsur somatopsikis yang dimiliki individu sejak lahir. Dalam hal
ini, karakter dianggap sama dengan kepribadian.
Istilah pendidikan karakter sudah
sangat familiar. Pendidikan karakter
dalam beberapa tahun ini menggema menjadi sebuah perbincangan yang hagat
dikalangan akademisi. Lagi – lagi era globalisasi menjadi kambing hitam. Salah
satu dampak negatif dari era globalisasi adalah munculnya generasi instan,
yaitu generasi hedonis, generagi yang menekankan pada aspek kesenangan dan
kenikmatan tanpa melalui usaha kerja keras dan pengorbanan. Generasi instan
terlalu banyak dimanjakan oleh berbagai fasilitas untuk memenuhi keinginan dan
kebutuhannya, manakala ia tidak dapat memenuhi keinginannya maka muncullah
karakter negatif berupa jalan pintas, menghalalkan segala cara untuk meraihnya.
Jika generasi sekarang sudah berteman dengan miras, narkoba, seks bebas,
tawuran pelajar, atau mahasiswa dan akrab dengan dunia malam maka hilanglah
karakter mereka. Hilanglah karakter sebuah generasi yag konon menjadi generasi
penerus bangasa.
Sekolah diharapkan menjadi wahana
yang tepat untuk menekankna kepada generasi muda tentang pendidikan karakter.
Sejauh ini sekolah memang sering mendapatkan kritikan pedas terkait dengan
lemahnya karakter generasi saat ini. Sekolah dituduh “mencekoki” anak – anak
dengan pengetahuan dan keterampilan belaka namun mengabaikan nilai – nilai
kepribadian, keterampilan mengelola diri.
Pendidikan karakter adalah sebuah
kesempatan bagi penyempurnaan diri manusia. Dengan demikian bisa memahami
pendidikan karakter sebagai usaha manusia untuk menjadika dirinya sebagai
manusia yang berkeutamaan. Pendidikan karakter merupakan hasil usahanya dalam
mengembangkan dirinya.
C.
Karakteristik
Pendidik yang Teladan
Karakteristik
seorag pendidik menurut Al-Munir adalah antara lain:
1. Memiliki
aqidah, akhlak dan perilaku yang dapat dijadikan teladan bagi peserta didik.
Pendidik harus menjadi teladan bagi peserta didik baik perbuatan,perkataan
maupun perilakunya.
2. Profesonal
Profesi
pendidik adalah profesi yang sangat mulia. Seorang pendidik harus memiliki
bekal dan persiapan yang matang dalam menjalankan keteladanan yang dimilikinya.
D.
Bentuk
– bentuk Keteladanan
1. Keteladanan
disengaja
Keeladanan kadang kala
diupayakan dengan cara disengaja, yaitu pendidik sengaja memberi contoh yang
baik kepada peserta didik supaya dapat menirunya.
2. Keteladanan
tidak disengaja
Keteladanan ini terjadi
ketika pendidik secara alami memberikan contoh – contoh yang tidak baik dan
tidak ada unsur sandiwara didalamnya. Dalam hal ini, pendidik menampilkan figur
yang dapat memberikan contoh yang baik didalam maupun diluar kelas.
E.
Langkah
– langkah Menjadi Guru Teladan
Adapun langkah – langkah menjadi
guru taulada adalah (Suwayuwo, 2011)
1. Tauhid
Seorang
harus memiliki aqidah yang benar. Mempercayai bahwa Allah-lah yang maha
memberikan rezeki, memberikan hidayah kepada hamba – hamba-Nya. Guru juga harus
meyakini bahwa Allah memiliki nama – nama dan sifat yang mulia.
2. Zuhud
Guru
yang zuhud berarti tidak terpesona oleh keindahan dunia dan kenikmatan dunia.
Dia sederhana, hidupnya tidak hedon, melainkan selalu merasa puas atas rezeki
Allah.
3. Manajemen
Waktu
Guru
harus berusaha agar waktunya tidak lewat begitu saja. Guru harus memanfaatkan
waktu sebaik – baiknya, agar jangan ada yang terlewatkan tanpa mendatangkan
kebaikan didunia dan diakhirat.
4. Mengambil
andil ditengah masyarakat
5. Menjauhkan
diri dari rezeki yang haram
F.
Harapan
Peserta Didik dan Keteladanan
Dalam
hubungan pendidikan peserta didik selalu memandang kepada pendidik. Pendidik
menjadi focus dan tambatan pergatian untuk meniruan bagi peserta didik.
Pendidik dipandang dari dimensi kemanusiaannya, dipandang sebagai manusoa yang
menjunjung kebenaran dan keluhuran, sebagai menusia dengan aku dan kediriannya
yang matang, teguh dan dinamis, dengan kemampuan sosialnya yang menyejukkan
dengan kesusilaan nya yang tinggi serta dengan keimanan dan ketakwaan yang
dalam.
Dari
segi peserta didik pendidik menjadi tumpuan harapan, menjadi sumber inspirasi
dan energy bagi bergeraknya proses
pendidikan, dengan harapan seperti itu pada diri peserta didik tumbuh berbagai
tuntutan yang hendaknya dipenuhi pendidik. Harapan atau tuntutan itu sebagian
besar bersangkut paut dengan arah peniruan-peniruan yang terjadi dalam hubungan
antara peserta didik dan pendidik, harapan itu ada yang menyangkut profil
sikap, maupun sikap pendidik secara keseluruhan, yang kesemuanya itu dapat
dikembalikan kepada kelima dimensi kemanusiaan.
Good
and Brophy menghimpun berbagai himpuan tentang harapan siswa terhadap guru
antar lain:
1.
Profioguru yang
diharapkan siswa:
a)
Periang
b)
Suka berteman
c)
Beremosi matang
d)
Jujur, apa adanya dan
tidak berpura-pura
e)
Dapat di percaya
f)
Sehat mental
g)
Dapat menyesuaikan diri
h)
Pribadi yang kuat
2.
Sikap guru yang
diharapkan
a)
Aktif mendengarkan apa
yang dikemukakan siswa tanpa bersikap mempertahankan diri atau menjadi otoriter
b)
Apabila mengahadapi
masalah siswa menghindari solusi yang mengarah kepada pemecahan masalah yang
bersifat menang atau kalah.
c)
Berorientasi pada
pemecahan masalah (problem solving) menghindari perlakuan negative seperti
sikap menarik diri, menyalahkan orang lain, histeris dan reaksi emosional
lainnya.
3.
Figur guru oritatif
(bukan otoriter) menurut harapan siswa :
a)
Menjaga dan menegakkan
aturan, jika perlu ada tindakan yang cukup keras dan tegas.
b)
Aktif melakukan
tugas-tugasnya.
c)
Dapat menjelaskan
dengan baik : uraiannya dapat dimengerti, dan jika diperlukan (ditanya) dapat
menerangkan dengan baik.
d)
Menarik dan tidak
membosankan.
e)
Adil : taat asas, tidak
pilih kasih.
f)
Enak diajak berteman :
sopan, bicara lembut (tidak keras atau membentak), dapat tertawa (jika layak
untuk tertawa).
4.
Cirri guru yang sukses,
sebagaimana harapan siswa :
a)
Memiliki persepsi yang
realistic terhadap diri sendiri dan siswa :
·
Persepsinya tidak diwarnai
oleh semacam romantisme (rasa senang atau sayang), kebencian, kekerasan,
masalah-masalah pribadi, ketakutan, kekhawatiran dan reaksi-reaksi emosional
lainnya yang dapat merenggakan hubungan.
b)
Menikmati hubungannya
dengan siswa :
·
Menyempatkan diri bicara
dengan siswa tanpa larut ataupun kehilangan identitas, suka berteman tanpa
terlalu akrab suka berada dalam suatu kelompok tanpa harus menjadi anggota
kelompok.
c)
Benar-benar menghayati
perannya dan senang dengan perannya itu
·
Jelas dan konsisten
dengan hubungannya dengan siswa, tahu apa yang layak dan tidak layak dilakukan.
d)
Memiliki sikap yang
jika ditetang atau diuji :
·
Tidak marah jika ada
siswa “mencoba”,tidak merasa menang jika dapat mengatasi tantangan, atau merasa
kalah jika tidak dapat menjawab sesuatu.
e)
Menampilkan kesabaran
dan sekaligus ketegasan :
·
Tidak ada maaf untuk
sesuatu yang harus dilakukan, memahami apa yang terjadi, tidak reaktif tetapi
responsive, percaya diri, kalem dalam menghadapi krisis.
KEPUSTAKAAN
Prayitno.2008.
Dasar Teori dan Praktis. Padang : UNP