Entri Populer

Minggu, 28 September 2014

Pendidikan Karakter dan Keteladanan



BAB II
PENDIDIKAN KARAKTER DAN KETELADANAN

A.  Definisi Keteladanan
Keteladanan (dalam http://id.shvoong.com) adalah teknik pendidikan yang paling baik, dan karena itu mendasarkan pendidikan diatas dasar, seorang anak memperoleh anak dari keluarga dan orang tua agar ia semenjak kecil sudah menerima norma – norma dan berjalan berdasarkan konsepsi yang tinggi. Keteladanan dalam kamus besar Indonesia adalah perbuatan yang patut ditiru dan patut di contoh.
Dalam pendidikan, nasihat tidaklah cukup bila tidak dibarengi dengan keteladanan dan perantara yang memungkinkan keteladanan itu diikuti dan diteladani
Memberi teladan adalah hal yang sangat mudah bagi guru dalam dunia pendidikan. Semua guru pasti selalu memberikan teladan yang baik bagi para siswanya. Menjadi guru teladan adalah bagaimana supaya prinsip, semangat dan perilakunya dapat dicontoh oleh siswanya. Bukan hanya sekedar memberikan contoh namun menjadi contoh bagi siswanya. Bukan hanya memotivasi siswa agar berprestasi namun seorag guru teladan juga harus berprestasi. Sehingga sikap dan kata – kata serta perilaku guru akan menjadi motivasi untuk siswanya (dalam http://fakhrihidayat.blgospot.com).

B.  Pendidikan Karakter
Menurut Nicholo Machhiaveli, pendidikan adalah dalam rangka proses penyempurnaan diri manusia secara terus menerus, hal ini terjadi karena kodrati manusia memiliki kekurangan dan ketidak lengkapan. Intervensi melalui pendidikan, menurut Nicholo, merupakan salah satu cara bagi manusia untuk melengkapi apa yang kurang dan melengkapi dari ketidak sempurnaannya.
Secara etimologis, kata pendidikan berasal dari 2 kata, yaitu educare dan educere.  Kata educare memiliki konotasi melatih dan menjinakkan. Jadi, dalam konteks ini, manusia dianggap seperti hewan, yang dapat dilatih menjadi pandai atau menjadi jinak. Jadi, pendidikan merupakan suatu proses yang membantu mengembangkan, mendewasakan, membuat yang tidak tertata atau liar menjadi teratur atau lebih tertata. Sementara, kata educere memiliki makna keluar dari dan memimpin. Keluar dari maksudnya adalah kemampuan manusia keluar dari keterbatasan fisik kodrati yag dimilikinya dan kemampuan relasional dalam hubungannya dengan masyarakat. Sehingga, seseorang manusia sebagai individu, melalui proses pendidikan mampu bekerja sama dengan orang lain diluar dirinya untuk mencapai tujuan bersama diluar masyarakat.
Secara umum, sering mengasosiasikan karakter dengan apa yang disebut dengan temperamen yang memberinya sebuah batasan psikososial. Juga memahami karakter dari sudut pandang behavioral yang menekankan unsur somatopsikis yang dimiliki individu sejak lahir. Dalam hal ini, karakter dianggap sama dengan kepribadian.
Istilah pendidikan karakter sudah sangat familiar. Pendidikan  karakter dalam beberapa tahun ini menggema menjadi sebuah perbincangan yang hagat dikalangan akademisi. Lagi – lagi era globalisasi menjadi kambing hitam. Salah satu dampak negatif dari era globalisasi adalah munculnya generasi instan, yaitu generasi hedonis, generagi yang menekankan pada aspek kesenangan dan kenikmatan tanpa melalui usaha kerja keras dan pengorbanan. Generasi instan terlalu banyak dimanjakan oleh berbagai fasilitas untuk memenuhi keinginan dan kebutuhannya, manakala ia tidak dapat memenuhi keinginannya maka muncullah karakter negatif berupa jalan pintas, menghalalkan segala cara untuk meraihnya. Jika generasi sekarang sudah berteman dengan miras, narkoba, seks bebas, tawuran pelajar, atau mahasiswa dan akrab dengan dunia malam maka hilanglah karakter mereka. Hilanglah karakter sebuah generasi yag konon menjadi generasi penerus bangasa.
Sekolah diharapkan menjadi wahana yang tepat untuk menekankna kepada generasi muda tentang pendidikan karakter. Sejauh ini sekolah memang sering mendapatkan kritikan pedas terkait dengan lemahnya karakter generasi saat ini. Sekolah dituduh “mencekoki” anak – anak dengan pengetahuan dan keterampilan belaka namun mengabaikan nilai – nilai kepribadian, keterampilan mengelola diri.
Pendidikan karakter adalah sebuah kesempatan bagi penyempurnaan diri manusia. Dengan demikian bisa memahami pendidikan karakter sebagai usaha manusia untuk menjadika dirinya sebagai manusia yang berkeutamaan. Pendidikan karakter merupakan hasil usahanya dalam mengembangkan dirinya.
C.  Karakteristik Pendidik yang Teladan
Karakteristik seorag pendidik menurut Al-Munir adalah antara lain:
1.      Memiliki aqidah, akhlak dan perilaku yang dapat dijadikan teladan bagi peserta didik. Pendidik harus menjadi teladan bagi peserta didik baik perbuatan,perkataan maupun perilakunya.
2.      Profesonal
Profesi pendidik adalah profesi yang sangat mulia. Seorang pendidik harus memiliki bekal dan persiapan yang matang dalam menjalankan keteladanan yang dimilikinya.
D.  Bentuk – bentuk Keteladanan
Bentuk – bentuk keteladan (dalam http://sobatabrori.wordpress.com) dibagi menjadi 2, antara lain:
1.    Keteladanan disengaja
Keeladanan kadang kala diupayakan dengan cara disengaja, yaitu pendidik sengaja memberi contoh yang baik kepada peserta didik supaya dapat menirunya.
2.    Keteladanan tidak disengaja
Keteladanan ini terjadi ketika pendidik secara alami memberikan contoh – contoh yang tidak baik dan tidak ada unsur sandiwara didalamnya. Dalam hal ini, pendidik menampilkan figur yang dapat memberikan contoh yang baik didalam maupun diluar kelas.
E.  Langkah – langkah Menjadi Guru Teladan
Adapun langkah – langkah menjadi guru taulada adalah (Suwayuwo, 2011)
1.    Tauhid
Seorang harus memiliki aqidah yang benar. Mempercayai bahwa Allah-lah yang maha memberikan rezeki, memberikan hidayah kepada hamba – hamba-Nya. Guru juga harus meyakini bahwa Allah memiliki nama – nama dan sifat yang mulia.
2.    Zuhud
Guru yang zuhud berarti tidak terpesona oleh keindahan dunia dan kenikmatan dunia. Dia sederhana, hidupnya tidak hedon, melainkan selalu merasa puas atas rezeki Allah.
3.    Manajemen Waktu
Guru harus berusaha agar waktunya tidak lewat begitu saja. Guru harus memanfaatkan waktu sebaik – baiknya, agar jangan ada yang terlewatkan tanpa mendatangkan kebaikan didunia dan diakhirat.
4.    Mengambil andil ditengah masyarakat
5.    Menjauhkan diri dari rezeki yang haram
F.   Harapan Peserta Didik dan Keteladanan
Dalam hubungan pendidikan peserta didik selalu memandang kepada pendidik. Pendidik menjadi focus dan tambatan pergatian untuk meniruan bagi peserta didik. Pendidik dipandang dari dimensi kemanusiaannya, dipandang sebagai manusoa yang menjunjung kebenaran dan keluhuran, sebagai menusia dengan aku dan kediriannya yang matang, teguh dan dinamis, dengan kemampuan sosialnya yang menyejukkan dengan kesusilaan nya yang tinggi serta dengan keimanan dan ketakwaan yang dalam.
Dari segi peserta didik pendidik menjadi tumpuan harapan, menjadi sumber inspirasi dan energy bagi  bergeraknya proses pendidikan, dengan harapan seperti itu pada diri peserta didik tumbuh berbagai tuntutan yang hendaknya dipenuhi pendidik. Harapan atau tuntutan itu sebagian besar bersangkut paut dengan arah peniruan-peniruan yang terjadi dalam hubungan antara peserta didik dan pendidik, harapan itu ada yang menyangkut profil sikap, maupun sikap pendidik secara keseluruhan, yang kesemuanya itu dapat dikembalikan kepada kelima dimensi kemanusiaan.
Good and Brophy menghimpun berbagai himpuan tentang harapan siswa terhadap guru antar lain:
1.         Profioguru yang diharapkan siswa:
a)         Periang
b)         Suka berteman
c)         Beremosi matang
d)        Jujur, apa adanya dan tidak berpura-pura
e)         Dapat di percaya
f)          Sehat mental
g)         Dapat menyesuaikan diri
h)         Pribadi yang kuat
2.         Sikap guru yang diharapkan
a)         Aktif mendengarkan apa yang dikemukakan siswa tanpa bersikap mempertahankan diri atau menjadi otoriter
b)         Apabila mengahadapi masalah siswa menghindari solusi yang mengarah kepada pemecahan masalah yang bersifat menang atau kalah.
c)         Berorientasi pada pemecahan masalah (problem solving) menghindari perlakuan negative seperti sikap menarik diri, menyalahkan orang lain, histeris dan reaksi emosional lainnya.
3.         Figur guru oritatif (bukan otoriter) menurut harapan siswa :
a)         Menjaga dan menegakkan aturan, jika perlu ada tindakan yang cukup keras dan tegas.
b)         Aktif melakukan tugas-tugasnya.
c)         Dapat menjelaskan dengan baik : uraiannya dapat dimengerti, dan jika diperlukan (ditanya) dapat menerangkan dengan baik.
d)        Menarik dan tidak membosankan.
e)         Adil : taat asas, tidak pilih kasih.
f)          Enak diajak berteman : sopan, bicara lembut (tidak keras atau membentak), dapat tertawa (jika layak untuk tertawa).
4.         Cirri guru yang sukses, sebagaimana harapan siswa :
a)         Memiliki persepsi yang realistic terhadap diri sendiri dan siswa :
·            Persepsinya tidak diwarnai oleh semacam romantisme (rasa senang atau sayang), kebencian, kekerasan, masalah-masalah pribadi, ketakutan, kekhawatiran dan reaksi-reaksi emosional lainnya yang dapat merenggakan hubungan.
b)         Menikmati hubungannya dengan siswa :
·            Menyempatkan diri bicara dengan siswa tanpa larut ataupun kehilangan identitas, suka berteman tanpa terlalu akrab suka berada dalam suatu kelompok tanpa harus menjadi anggota kelompok.
c)         Benar-benar menghayati perannya dan senang dengan perannya itu
·            Jelas dan konsisten dengan hubungannya dengan siswa, tahu apa yang layak dan tidak layak dilakukan.
d)        Memiliki sikap yang jika ditetang atau diuji :
·            Tidak marah jika ada siswa “mencoba”,tidak merasa menang jika dapat mengatasi tantangan, atau merasa kalah jika tidak dapat menjawab sesuatu.
e)         Menampilkan kesabaran dan sekaligus ketegasan :
·            Tidak ada maaf untuk sesuatu yang harus dilakukan, memahami apa yang terjadi, tidak reaktif tetapi responsive, percaya diri, kalem dalam menghadapi krisis.






KEPUSTAKAAN
Prayitno.2008. Dasar Teori dan Praktis. Padang : UNP

Situasi Pendidikan



SituBAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Kegiatan pendidikan yang terlaksana melalui hubungan atau interaksi pendidikan antara peserta didik dan pendidik, merupakan peristiwa dan sekaligus upaya yang istimewa dan unik. Istimewa karena dengan pendidikan itulah (individu-individu) manusia dipersiapkan untuk menjalani kehidupannya, dan diarahkan serta dimungkinkan untuk mencapai tujuan kehidupannya. Unik karena mengandung ciri-ciri khas yang tidak terdapat pada kegiatan pendidikan, yaitu adanya peserta didik, pendidik dan tujuan pendidikan, yang ketiganya terintregasi melalui proses pembelajaran yang terjadi pada suatu kondisi yang disebut situasi pendidikan.
Peristiwa pendidikan terjadi dalam hubungan sosial antara pendidik dan peserta didik. Berkenaan dengan hubungan sosial ini, sejak awalnya para ahli dalam bidang Psikologi Sosial (antara lain dalam Harlow, McGange & Thomson, 1971) menampilkan berbagai pokok kajian tentang pengaruh sosial, salah atu diantaranya ialah konformitas. Konformitas merupakan pengaruh sosial dalam bentuk penyamaan pendapat atau pola bertingkah laku seseorang terhadap orang lain yang mempengaruhinya. Dalam hubungan pendidikan, konformitas terjadi pada peserta didik sebagai hasil pengaruh dari peserta didik.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana hubungan sosial, hubungan pendidikan dan situasi pendidikan didalam pendidikan itu ?
2.      Apa saja komponen pokok dalam pendidikan ?
3.       Apa itu kenormatifan tujuan dan isi pendidikan ?
4.      Apa saja pilar proses pembelajaran ?
5.      Apa yang dimaksud dengan konformitas pendidikan ?

C.    TUJUAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.      Menjelaskan hubungan sosial, hubungan pendidikan dan situasi pendidikan didalam pendidikan
2.      Mengetahui komponen pokok dalam pendidikan
3.      Menjelaskan kenormatifan tujuan dan isi pendidikan
4.      Mengetahui pilar proses pembelajaran
5.      Menjabarkan tentang konformitas pendidikan

















BAB II
SITUASI PENDIDIKAN
A.    HUBUNGAN SOSIAL, HUBUNGAN PENDIDIKAN, DAN SITUASI PENDIDIKAN
Situasi pendidikan terbentuk diatas hubungan sosial antara dua orang atau lebih, keduanya kemudian membangun hubungan pendidikan, satu orang mempengaruhi orang yang satunya lagi. Orang yang satu tersebut disebut dengan peserta didik dan yang satu lagi disebut pendidik. Dalam hal ini figur peserta didik tidak harus berarti manusia yang umurnya lebih muda atau dalam status atau kondisi yang lebih rendah, melainkan manusia sembarang usia, status ataupun kondisi yang menghendaki untuk memperoleh sesuatu dari hubungan dengan manusia lain yang disebut pendidik tersebut.
Hubungan pendidikan antara peserta didik dengan pendidik tidak terjadi begitu saja. Namun akan terjadi apabila situasi tersebut tumbuh dan berkembang melalui teraktualisasikannya kondisi tertentu didalam relasi kedua belah pihak yang berhubungan itu. Bukanlah monopoli pendidik untuk menciptakan situasi pendidikan, namun terkadang inisiatif itu muncul dari pihak yang berperan sebagai peserta didik, misalnya seorang siswa A berkunjung kerumah temannya si B,  setelah berbincang-bincang, si A meminta si B untuk mengajarkannya pelajaran matematika, dengan demikian telah terjadi situasi pendidikan. Dari contoh diatas dapat dilihat adanya perubahan hubungan sosial menjadi hubungan pendidikan.  Jadi situasi pendidikan tidak hanya terjadi pada lingkungan formal, namun juga bisa terjadi di lingkungan non formal.

B.     KOMPONEN POKOK SITUASI PENDIDIKAN
1.      Peserta Didik
Peserta didik adalah manusia yang sepenuhnya mempunyai HMM dengan segenap kandungannya. Peserta didik dengan HMMnya itu berhak hidup sesuai dengan HMMnya yang perlu dikembangkan melalui pendidikan, sehingga ia bisa disebut dengan “ manusia seutuhnya”.
2.      Pendidik
Pendidik juga adalah manusia yang sepenuhnya memiliki HMM yang berhak hidup sesuai dengan HMM yang ia miliki dan perlu bekerja. Dalam hal ini pekerjaannya adalah melayani pengembangan HMM peserta didik.

3.      Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan pada dasarnya adalah tercapainya tujuan hidup manusia. Yaitu hidup sesuai HMM. Tujuan pendidikan mengarah pada pembentukan manusia yang berprikehidupan taqwa kepasa Tuhan YME, sesuai dengan keindahan, kesempurnaan dan ketinggian derajatnya, menguasai dan memelihara alam tempat tinggalnya dan terpenuhi hak- hak asasinya.
4.      Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran merupakan kegiatan yang dijalani peserta didik dalam upaya mencapai tujuan pendidikan dan merupakan kegiatan yang diupayakan oleh pendidik agar kegiatan tersebut dapat berlangsung untuk sebesar-besarnya bermanfaat bagi pencapaian tujuan pendidikan oleh peserta didik.

C.    Kenormatifan Tujuan dan Isi Pendidikan
Manusia seutuhnya adalah sesosok individu yang HMM nya terwujudkan secara penuh melalui pengembangan hakikat manusia dengan kelima dimensi kemanusiaannya melalui pengaktifan pancadaya secara optimal. Arah dan tujuan untuk mencapai kebahagiaan hidup itu merupakan kebahagiaan hakiki pengembangan manusia, sekaligus menjadi tujuan dasar pendidikan. Tujuan dasar ini memuat isi dan substansi perwujudan hakikat manusia dalam HMM yang dibingkai oleh lima dimensi kemanusiaan.
Substansi hakikat manusia dan dimensi kemanusiaan, sepenuhnya normatif. Dengan demikian tujuan pendidikan seharusnya normatif pula, yaitu mengacu pada kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Upaya mencaoai tujuan yang berada didalam situasi pendidikan yang tercipta dalam hubungan antara peserta didik dan pendidikan itulah yang menjadi substansi utama human learning. Human learning pada dasarnya adalah pengembangan pancadaya atu sekarang ini lebih dikenal dengan proses pembelajaran.

D.    Pilar Proses Pembelajaran
1.      Kewibawaan
Dengan kewibawaan pendidik memasuki pribadi peserta didik dan peserta didik mengarahkan dirinya kepada pendidik. Disanalah terkembangkan pengakuan, penerimaan, dan pengangkatan peserta didik oleh pendidik, dan disis lain pengangkatan pendidik oleh peserta didik, masing-masing subjek sangat berarti dan penuh makna. Dasar dari pengakuan, penerimaan dan pengangkatan ini adalah HMM dengan hakikat manusia, dimensi kemanusiaan dan pancadaya. Kewibawaan meliputi lima unsur utama, yaitu :
a.       Pengakuan dan penerimaan
Merupakan kesadaran dan penerimaan pendidik tentang HMM yang sepenuhnya melekat pada peserta didik,yang nantinya menjadi dasar untuk menghadapi dan memberikan perlakuan terhadap peserta didik sehingga mereka bisa mengaktualisasikan diri.
b.      Kasih sayang dan kelembutan
Merupakan warna dan kualiatas hubungan yang berawal dari pendidik kepada peserta didik dalam membentuk komunikasi dan sentuha-sentuhan lainnya. Dasarnya adalah penerimaan dan pengakuan, ditunjukkan dalam nuansa sosio emosional yang sejuk, hangat, dekat, akrab dan terbuka.
c.       Penguatan
Penguatan merupakan upaya pendidik untuk menguatkan, memantapkan, atau meneguhkan hal-hal tertentu yang ada pada diri peserta didik. Yaitu hal-hal positif yang ada pada diri peserta didik, terutama perubahan tingkah laku positif yang merupakan hasil upaya pengembangan diri peserta didik. Penguatan dapat diebrikan dengan memberikan reward atau penghargaan secara tepat.
d.      Tindakan tegas yang mendidik
Tindakan tegas yang mendidik adalah upaya pendidik untuk mengubah tingkah laku peserta didik yang kurang dikehendaki melalui penyadaran peserta didik atas kekeliruan dengan tetap menjunjung tinggi HMM dan hubungan baik antara pendidik dan peserta didik.
e.       Pengarahan dan keteladanan
Seluruh penampilan peserta didik yang didasarkan pada penerimaan dan pengakuan, kasih sayang dan kelembutan, dalam bentuk penguatan dan tindakan tegas yang mendidik,yang seluruhnya positif dan normatif, maka diharapkan dapat diterima dan ditiru oleh peserta didik. Konsisten terhadap penampilan pendidik dengan penampilan yang patut diteladani peserta didik adalah kunci terlaksananya keteladanan.

2.      Kewiyataan
Kewiyataan merupakan perangkat praktek pembelajaran.  Kewiyataan juga tidak boleh menyimpang dari HMM, yang berisi hakikat manusia, dimensi kemanusiaan dan pancadaya.  Kewiyataan meliputi lima hal yaitu :
a.       Materi pembelajaran
Merupakan isi atau substansi tujuan pendidikan yang hendak dicapai peserta didik dalam pengembangan dirinya, yaitu untuk pengembangan pancadayanya, yang meliputi daya takwa, cipta, rasa, karsa, dan karya peserta didik. Dalam format pendidikan formal, materi pembelajaran biasanya dikemas dalam bentuk kurikulum, meliputi seluruh pengalaman belajar yang menjadi tanggung jawab pendidik  mengembangkannya untuk peserta didik.
b.      Metode pembelajaran
Agar materi pembelajaran dapat diproses dan diolah dengan sebaik-baiknya, pendidik prlu mengaplikasikan berbagai pendekatan, metode dan cara-cara yang tepat agar materi pembelajaran dapat terjangkau, terkerjakan dan termanfaatkan secara efektif dan efesien  oleh peserta didik.
c.       Alat bantu pembelajaran
Alat bantu pembelajaran adalah berbagai sarana dan fasilitan yang dapat digunakan pendidik untuk untuk memperlancar, mengefektifkan, dan mengefesienkan upaya pencapaian pendidikan oleh peserta didik.
d.      Limgkungan pembelajaran
Secara lebih luas lingkungan pelajaran lebih mengacu kepada berbagai substansi yang dapat dan perlu dijadikan sumber materi pembelajaran dan digunakan sebagai sumber seperangkat metode dan alat pembelajaran. Sedangkan secara lebih khusu lingkungan pendidikan dimaksudkan sebagai suasana yang terjadi dan  dirasakan ditempat dan lokasi dimana kegiatan belajar terselenggara, dari ruangan belajar disekolah, dirumah dan lingkungan belajar lainnya. Lingkungan belajar dikehendaki dalam kondisi yang aman dan nyaman sehingga peserta didik betah belajar disana.
e.       Penilaian hasil belajar
Penilaian hasil belajar diselenggarakan melalui berbagai cara dan format dengan pendekatan yang lebih bersifat pengembangan dengan memperhatikan potensi dan perbedaan individual peserta didik. Termasuk didalam penilaian adalah upaya diagnosis serta tindak lanjut melalui pembelajaran perbaikan dan pengayaan.
3.      Pilar Budaya Nasional
Pilar kebudayaan nasional indonesiauntuk kewibaan yaitu “  ing ngarso tulodo, ing madyo bangun karso, tut wuri handayani”  pilar ini sangat tepat untuk proses pembelajaran. Dan untuk kewibawaan yang tinggi serimg disebut higt touch.
Sedangkan untuk menjiwai pilar yang kedua, yaitu kewiyataan dapat digunakan istilah “ alam takambang jadi guru “ . pilar ini mengarah pada terwujudnya praktek pembelajaran dengan teknologi yang tinggi ( high tech).
Dengan kedua pilar tersebut dalam penyelenggaraan proses pembelajaran memungkinkan untuk menghindari terjadinya kecelakaan dalam pendidikan.







BAB III
KONFORMITAS DALAM PENDIDIKAN
A.    Pengertian konformitas
Konformitas merupakan pengaruh sosial dalam bentuk penyamaan pendapat atau pola bertingkah laku seseorang terhadap orang lain yang mempengaruhinya.Menurut Prayitno (2008 : 107) ahli psikologi pada dasarnya membagi tiga tingkat konfomitas yaitu konfomitas membabi buta (tipe A) , konformitas identifikasi (tipe B), dan konformitas internalisasi (tipe C).

1.Konformitas membabi buta

Konformitas yang pertama (tipe A) bersifat vulgar, tradisonal dan primitif, ini diwarnai oleh sikap masa bodoh atau mengikuti apa yang menjadi kemauan orang lain tanpa pemahaman atau penghayatan.Konformitas tingkat pertama ini biasanya disertai rasa takut akan sanksi yang diancamkan terhadap mereka yang tidak mau berkonfotmitas.Meraka yang berkonformitas primitif banyak diantaranya yang mengharapkan imbalan atas kepatuhannya itu.Rasa takut dan harapan akan imbalan merupakan dua sisi yang berjauhan tetapi sebenarnya saling bersangkut paut dalam konformitas tradisional.

2.Konformitas Identifikasi

Konformitas ini terbebas dari rasa takut ancaman, sanksi. Konformitas identifikasi tidak didasarkan atas adanya kekuatan atau kekuasaan yang memaksa untuk adanya persetujuan atau penerimaan dari orang orang yang terkena pengaruh.Kekuasaan itu di ganti oleh kharisma yang terpancar dari seorang pemimpin.Kharisma dilandasi oleh sikap mempercayai, mengakui, menerima secara sukarela tanpa sedikitpun rasa takut.Konformitas tipe B ini masih ada keterikatan yaitu kharisma sang Pemimpin.Menilik ciri-ciri konformitas yang ada pada tipe B sebenarnya tipe ini masih tergolong konformitas membabi buta juga, tetapi arahnya lebih positif.

3.Konformitas Internalisasi

Konformitas tipe C memungkinkan digunakannnya kekuatan manusiawi yaitu pikiran, perasaan, pengalaman hati nurani dan semangat untuk menentukan pilihan dalam bersikap dan bertingkah laku juga dalam berfikir dan berpendapat.Keputusan sepenuhnya terletak ditangan mereka yang hendak mendudukkan diri pada posisi tertentu.
Konformitas internalisasi dianggap sebagai tingkatan yang paling tinggi karena didalamnya teraktualiasasi aspek-aspek kedirian manusia yang paling dalam. Kebabasan dengan menggunakan kekuatan rasio perasaan pengalaman dan pertimbangan lainnya menjadi orientasi dalam pembentukan konformitas ini.Dengan kebebasan itu kedirian seseorang dihargai sepenuhnya, kekuatan pengaruh seseorang kepada orang lain hanya sebatas sebagai bahan pertimbangan masukan atau rangsangan bagi tumbuhnya proses pemikiran dan pertimbangan yang matang menuju pencapaian kesimpulan dan keputusan yang wajar serta adil.

B.     Implementasi konformitas dalam Pendidkan
Peristiwa pendidikan sarat pembentukan konformitas, terutama konfomitas peserta didik terhadap pendidik.Mengacu kepada proses tujuan dan isi pendidikan, peristiwa pendidikan penuh dengan nuansa dan bahkan rekayasa konformitas.Salah satu hal yang harus jadi perhatian adalah konformitas jenis, dimana ketiga tipe konformitas ini dapat tumbuh subur dalam peristiwa pendidikan.”Pendidik” dapat dengan mudah memposisikan diri sebagai penguasa yang memberikan sanksi , mengancam dan menghukum peserta didik apabila pihak yang dianggpanya lebih lemah atau peserta didik melanggar aturan dan tidak mengikuti kehendak sang penguasa (pendidik).
Dengan  pendidik yang berposisi sebagai penguasa maka situasi pendidikan yang timbul adalah situasi otoriter dengan arah pada pembentukan manusia pasrah, patuh, penurut dan takluk kepada penguasa. Situasi pendidikan yang berciri demokratik justru akan mengasingkan orang-orang yang bertipe kreatif, berpendirian dan mandiri.Sedangkan pola kekuasaan yang mendominasi pendidikan justru akan memecah belah kehidupan kemanusiaan yang satu dengan yang lainnya. Yang sebenarnya semua manusia adalah sederajat dengan HMM yang sama.Pendidikan yang mengembangkan kekhalifahan manusia pastilah bukan pendidikan otoriter yang menafikan potensi kekhalifahan pada diri peserta didik.
Dikatakan bahwa peserta didik pada umumnya adalah manusia muda yang pengetahuannya masih rendah, kekuatan masih lemah, kemandiriannya masih goyah, kemauan nya masih dapat berubah, keberaniaannya yang belum tentu arah, kepribadiannya yang masih mentah dianggap tidak berdaya, dalam situasi pendidikan dianggap peserta didik ini lemah dan pendidik itu kuat.Hal ini sesuai dengan pendapat Prayitno (2008: 115) mengatakan “ pendidik adalah pembawa kebenaran, pendidik adalah akar dan agen penular ilmu pengetahuan, pendidik adalah penegak nilai dan moral, pendidik adalah pemegang, pendidik adalah pengganti orang tua’ namun pada kenyataannya antar kekuasaan dan materi kebenaran yang seharusnya menjadi isi kekuasaan itu sangat mudah dipisahkan yang satu tidak menguatkan yang lainnya.Dalam pendidikan aplikasi kekuasaan menjadi kering tanpa kemantapan materi pendidikan yang dapat mengembangkan pribadi peserta didik.

C.    Kharisma dalam Pendidkan
Kharisma adalah kekuasaan sering dikaitkan satu dengan yang lainnya.Kedua membuat orang-orang yang terkena pengaruh menjadi menyerah atau mengikuti kekuatan atau tokoh yang berkuasa atau berkharisma itu tetapi dinamika dan sifat penyerahannya itu berbeda.Penyerahan yang dimaksud adalah rasa tercekam rasa takut dan nuansa yang cenderung negatif.Dominasi kekuasaan dalam konfromitas menolak kebebasan para pengikutnya sedangkan dominasi kharisma masih menyisakan hak pilih untuk mengamvbil posisi tertentu dalam spektrum konformitas dan non konfromitas.Pedndidik yang kharismatik memeungkinkan tercipatanya sauasan pendidkna yang doterima peserta didik.Dengan kharisna nya pula pendidik akan menanamkan materi kebenaran ilmu pengtahuan dan lain sebagainya kepada peserta didik danb peserta didika kan menerimanya dengan senang hati.Suasana khariasamtik jauh lebih menguntungkan daripada suasana otokratik kekuasaan dalam pengmabnagn situasi pendidikan.


D.    Kemampuan internalisasi peserta didik
Aspek kebenaran ilmu pengetahuan pengalaman dan sebagainya disebut dengan isi pendidikan.Semuanya dapat menjadi proses pembelajaran yang terlaksana dalam situasi pendidikan.Para pemdidik ada kekuatan yang dapat berbentuk kekuasaan atau kharisma sedangkan para peserta didik ada kemampuan internal pribadi tiap peserta didik.Apabila dimensi kekuasaan dan kharisma dalam pendidika berpusat pada pendidik maka dimensi internalisasi terarah pada kekuatan yang ada pada diri peserta didik.Pengembangan kebebasan disertai dengan pertimbvangan rasional persaan nilai dan sikap keterampilan dan opengalam diri pserta didik semuanya menjadi situasi pendidikan yang di dominasi konformitas  internalisasi.Pendidikan yang demikian itu akan sekuat tenaga mendorong segenap kemampuan yang ada peserta didik dan terbebaskannya peserta didik dari suasan pemasungan pendidik melalui kekuassaan dan kharismanya.













BAB IV
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Situasi pendidikan terbentuk diatas hubungan sosial antara dua orang atau lebih, keduanya kemudian membangun hubungan pendidikan, satu orang mempengaruhi orang yang satunya lagi. Orang yang satu tersebut disebut dengan peserta didik dan yang satu lagi disebut pendidik. Dalam hal ini figur peserta didik  tidak harus berarti manusia yang umurnya lebih muda atau dalam status atau kondisi yang lebih rendah, melainkan manusia sembarang usia, status ataupun kondisi yang menghendaki untuk memperoleh sesuatu dari hubungan dengan manusia lain yang disebut pendidik tersebut.
Komponen pokok situasi pendidikan adalah :
1.      Peserta didik
2.      Pendidik
3.      Tujuan pendidikan
4.      Proses pembelajaran
Konformitas merupakan pengaruh sosial dalam bentuk penyamaan pendapat atau pola bertingkah laku seseorang terhadap orang lain yang mempengaruhinya.
Macam –macam konformitas :
1.      Konformitas membabi buta
2.      Konformitas internalisasi
3.      Konformitas identifikasi

B.     SARAN
Diharapkan situasi pendidikan dimasa depan lebih memperhatikan lagi situasi pendidikan baik itu dari sisi komponennya dan memperhatikan konformitas dari pendidikan itu sendiri.
Selain itu, pendidikan dimasa depan diharapkan agar menjadi suatu hal yang benar – benar diperhatikan agar tujuan pendidikan pun tercapai.

DAFTAR PUSTAKA

Prayitno. 2008. Dasar Teori dan Praktis. Padang : UNP
              . 2009.Dasar Teori dan Praktis. Padang : UNP