Entri Populer

Jumat, 07 November 2014

Konseling Pancawaskita


KONSELING PANCAWASKITA (KOPASTA)
&
KONSELING EKLEKTIK (KONEK)

A.  Konseling Pancawaskita
1.    Konsep Dasar Konseling Pancawaskita
a.    Gatra
Secara kesemestaan gatra adalah suatu benda atau sesuatu yang dibendakan dalam kondisi penuh makna atau arti.Dalam kondisi demikian itu gatra mengandung dua dimensi, yaitu :
·      Dimensi ADD (arti dari dalam). Dimensi ADD merujuk kepada segenap kondisi, karakteristik, sifat, makna ataupun arti yang ada atau menjadi isi dari benda atau yang dibendakan itu.
·      Dimensi ADL (arti dari luar). ADL adalah segala kondisi pengenaan, perlakuan, pemahaman ataupun pengartian oleh manusia tentang ataupun terhadap gatra yang dimaksudkan.
Dengan konsep seperti itu, keterkaitan antara ADD dan ADL dapat digambarkan sebagai berikut:
·      ADD = ADL: kondisi yang dapat mengarah kepada kepada hal-
hal yang positif.
·      ADD ≠ ADL: kondisi yang potensial dapat menimbulkan hal-hal yang
negatif.
·      ADL > ADD: kondisi yang mengarah kepada hal-hal yang berlebihan.
·      ADL < ADD: kondisi yang mengarah kepada hal-hal yang tidak
optimal.
·      ADD tanpa ADL : kondisi tanpa pengertian; pengabaian atau
ketidakpedulian, atau pemubazdiran.

2.    Harkat dan Martabat Manusia
Dinamika keterkaitan ADD dan ADL gatra-gatra yang menyangkut manusia sepenuhnya terkait langsung dengan kesejatian manusia yang di sini dikonsepsikan sebagai harkat dan martabat manusia (HMM), yang mengandung tiga komponen dengan lima unsurnya masing-masing, yaitu komponen:
·      Hakikat manusia, dengan unsur-unsur sebagai makhluk yang (a) beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b) diciptakan paling sempurna, (c) paling tinggi derajatnya, (d) khalifah di muka bumi, dan (e) penyandang HAM.
·      Dimensi kemanusiaan, dengan unsur-unsur dimensi (a) kefitrahan, (b) keindividulan, (c) kesosialan, (d) kesusilaan, dan (e) keberagamaan.
·      Potensi dasar kemanusiaan, yaitu pancadaya dengan unsur-unsur (a) daya takwa, (b) daya cipta, (c) daya rasa, (d) daya karsa, dan (e) daya karya.
Kesejatian manusia yang meliputi tiga komponen dengan masing-masing lima unsurnya itu dapat disarikan dalam konsep lima-i, yaitu:
·      Iman dan takwa
·      Inisiatif
·      Industrius
·      Individu
·      Interaksi.
Kesejatian manusia dengan intisari lima-i itu terealisasikan melalui kehidupan kemanusiaan dari zaman ke zaman dan terjabar dalam wujud kehidupan individu sehari-hari dengan konteks keluarga, kemasyarakatan, kelembagaan, kebangsaaan dan kenegaraan.

3.    Dinamika Kehidupan: BMB3
Kehidupan kemanusiaan tersebut di atas berlangsung dalam dinamika yang mengarah, sebagaimana dikehendaki oleh Sang Maha Pencipta, Tuhan Yang Maha Esa, kepada kedamaian, kesejahteraan, kebahagiaan, kejayaan dan maju, dengan posisi manusia sebagai khalifah di muka bumi. Kehidupan demikian itu dapat terselenggara melalui dinamika BMB3, yaitu berpikir, merasa, bersikap, bertindak, dan bertanggungjawab. Tanpa dinamika BMB3 itu, dan lebih tegas lagi tanpa BMB3 positif yang terhindar dari serta mampu mengatasi godaan setan dan sebangsanya, kehidupan manusia akan menjadi “tanpa bentuk” dan/atau terjerumus kedalam kenistaan dunia dan akhirat.
Dinamika BMB3 itu sepenuhnya sejajar dengan energisasi pancadaya dalam pengembangan/kehidupan manusia/individu, sebagaimana arah bolak-balik berikut :
BMB3
Pancadaya
·  Berpikir
·  Daya Cipta
·  Merasa
·  Daya Rasa
·  Bersikap
·  Daya Karsa
·  Bertindak
·  Daya Karya
·  Bertanggungjawab
·  Daya Taqwa
Dengan BMB3 kehidupan manusia terselenggara, dan dengan pengembangan BMB3 kehidupan itu dikembangkan untuk lebih maju menuju derajat kemanusiaan yang paling tinggi dalam lingkup dunia dan akhirat.
Individu berkiprah dalam lima ranah kehidupan (lirahid), yang sejak kelahirannya dipengaruhi oleh likukaldu (lima kekuatan di luar individu),  dalam lima kondisi kehidupan individu (masidu) dengan latar belakang kesejatian kemanusiaannya. Dalam trilogi dengan latar lirahid ini kehidupan menyeluruh sehari-hari individu berkeadaan.
·      Lirahid
Setiap individu menjalani kehidupan sehari-harinya dalam lima ranah kehidupan (lirahid) yaitu ranah jasmaniah-rohaniah, individual-sosial, material-spritual, lokal-global, dunia-akhirat.

·      Likuladu
Individu yang diharapkan hidup dengan mantap pada lima ranah kehidupan di atas dikembangkan sejak kelahirannya atas pengaruh lima kekuatan di luar dirinya (likuladu),  yaitu :
1)   Gizi, merupakan faktor utama bagi pertumbuhan fisik dan kesehatan individu. Tanpa gizi yang baik pertumbuhan jasmaniah dan kesehatan akan terganggu yang mana hal ini akan dapat berdampak serius terhadap perkembangan pribadi individu.
2)   Pendidikan, merupakan sarana dasar pengembangan pancadaya yang berorientasi hakikat manusia dalam bingkai dimensi kemanusiaan. Pendidikan inilah yang akan membawa individu menjadi manusia seutuhnya.
3)   Adat dan budaya, membangun individu sebagai “anak negeri” yang bersosial-budaya di kampung halaman, daerah dan tanah airnya, sehingga mampu “duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi” dengan anak negeri di wilayah sendiri dan wilayah lainnya.
4)    Perlakuan orang lain, merupakan pengaruh yang sangat signifikan dalam pembentukan kepribadian individu. Sikap dan perlakuan yang aman, nyaman, dan penuh kasih sayang akan membangun pribadi berbudi dan baik hati, sedangkan sikap dan perlakuan yang beringas, kasar dan antagonistik akan membentuk pribadi yang ganas, panas dan intoleran.
5)   Kondisi insidental, yaitu peristiwa atau keadaan yang tidak direncanakan atau tidak terduga, bersifat positif atau negatif, membawa keberuntungan dan/atau kerugian, terjadi “dengan sendirinya”, melalui kodrat Illahi. Manusia (individu) mau tidak mau menerimanya/menghadapinya; yang baik disyukuri, yang tidak baik disikapi dengan ikhlas dan diambil hikmahnya.

·      Masidu
Berpangkal dari kesejatian manusia (HMM) dengan intisari lima-i melalui energisasi pancadaya (dalam dinamika BMB3) indivdu berkembang dengan pengaruh likuladu menjadi pribadi sebagaimana adanya. Pribadi ini mewujud dan berkiprah sehari-hari dengan lima kondisi individu (masidu), yaitu rasa aman, kompetensi, aspirasi, semangat, dan pemanfaatan kesempatan yang ada. Makin positif masidu makin efektiflah kehidupan sehari-hari individu. Aktualisasi kehidupan individu dengan masidunya itu sejalan dengan dinamika BMB3 pada diri individu yang bersangkutan.

2.    Pengertian Konseling Pancawaskita
Pancawaskita terdiri dari dua kata, yaitu panca dan waskita. Panca merupakan lima dan waskita merupakan cerdas, Tekun, Ulet, Cermat, Benar, waspada, arif, hati-hati.
Lima hal ini yang dapat dijadikan sebagai dasar  untuk bisa menjadi konselor profesional dengan  mengintegrasikan lima faktor yang mempengaruhi perkembangan dan kehidupan individu, yaitu :
a.    Pancasila
b.    Pancadaya (daya taqwa, daya cipta, daya rasa, daya karsa, dan daya karya).
c.    Liharid (jasmaniah-rohaniah, individual-sosial, material-spiritual, dunia-akhirat, dan lokal-global/universal).
d.   Likuladu (gizi, pendidikan, sikap dan perlakuan, budaya, kondisi insidental).
e.    Masidu (rasa aman, kompetensi, aspirasi, semangat, dan penggunaan kesempatan).
Waskita merupakan sifat yang terpancar dalam kiat dan kinerja yang penuh dengan keunggulan semangat disertai dengan:
a.    Kecerdasan , bahwa konseling adalah pekerjaan yang diselenggarakan atas dasar teori dan tekhnologi yang tinggi serta pertimbangan akal yang jernih, matang dan kreatif.
b.    Kekuatan, bahwa konselor adalah pribadi yang tanguh baik dalam keluasan dan kedalaman wawasan, pengetahuan serta keterampilanya, maupun dalam kemauan dan ketekunannya melayani klien.
c.    Keterarahan, bahwa kegiatan konseling berorientasi kepada keberhasilan klien mengoptimalkan perkembangan dirinya dan mengatasi permasalahanya.
d.   Ketelitian bahwa konselor bekerja dengan cermat dan hati-hati serta berdasarkana data dalam memilih dan menerapkan teori dan teknologi konseling.
e.    Kearif bijaksanaan, bahwa konselor dalam menyikapi dan bertindak didasarkan pada peninjauan dan pertimbangan yang matang, kelembutan dan kesantunan terhadap klien dan orang lain pada umumnya sesuai dengan nilai moral dan norma-norma yang berlaku serta kode etik konseling.
Konseling Pancawaskita secara mendasar berorientasi pada kesejatian manusia yang terumus dalam konsep harkat dan martabat manusia (HMM) sebagai makhluk yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan segenap implikasinya. Dari segi pendekatan, metode dan teknik Konseling Pancawaskita menggunakan strategi eklektik dengan mengambil berbagai hal yang baik dan dapat diterima dari teori dan pendekatan yang dikembangkan di dunia Barat serta menambahi dengan konsep-konsep baru yang lebih fundamental dan aktual, seperti konsep gatra, masidu, BMB3, AKUR-S, trilogi profesi.

3.   Permasalahan Individu
a.    Kehidupan Efektif Sehari-hari
Dikehendaki agar dengan HMM-nya yang difasilitasi oleh likuladu sebagaimana diharapkan, individu dapat berkeadaan positif, sejahtera dan bahagia. Keadaan demikian itu terwujud dalam kehidupan efektif sehari-hari (KES) dengan acuan BMB3.
Kondisi KES dengan BMB3 positif itu ditunjang rasa aman, kompetensi, aspirasi, semangat, serta pemanfaatan kesempatan (masidu) yang tepat dan tinggi.


b.    Kehidupan Efektif Sehari-hari Terganggu
KES adalah idaman setiap orang. Namun kenyataannnya tidak selalu demikian. Kondisi KES-T (kehidupan efektif sehari-hari terganggu) sering kali datang dan menimpa. Kondisi KES-T ini dapat berupa kesulitan atau permasalahan yang sepertinya menantang ketangguhan individu menghadapi gangguan dalam hidupnya, dan di sisi lain menguji betapa ia dapat mengendalikan diri dalam melawan hawa nafsu dan godaan setan yang terkutuk. Kesulitan ataupun tantangan tersebut tidak perlu dianggap sebagai hukuman atau azab dari Tuhan, melainkan pertama dapat dilihat sebagai buah dari hukum sebab-akibat (baik dalam dimensi natural maupun spiritual) yang sejak awalnya telah ditetapkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Di samping itu, penyikapan bahwa kesulitan dan permsalahan dalam bentuk KES-T itu dianggap sebagai cobaan atau ujian terhadap diri seseorang yang dapat diambil hikmahnya akan memperkuat keutuhan pribadi individu dengan aktualisasi HMM yang mantap.
Apabila kondisi KES diwarnai oleh dinamika BMB3 dan masidu yang positif dan mantap seperti tersebut di atas, maka kondisi KES-T terkait dengan kualitas pengembangan pancadaya, likuladu dan masidu yang terganggu, yaitu :
§  Ketakwaan yang terputus
§  Daya cipta yang lemah
§  Daya rasa yang tumpul
§  Daya karsa yang mandeg
§  Daya karya yang mandul
§  Gizi yang rendah
§  Sikap dan perlakuan yang menolak
§  Pendidikan yang macet dan kasar    
§  Budaya yang terbelakang
·         Kondisi insedental yang    merugikan
§  Rasa aman yang terancam
§  Kompetensi yang mentok
§  Aspirasi yang terkungkung
§  Semangat yang layu
§  Kesempatan yang terbuang

4.    Proses Konseling
Pelayanan konseling secara langsung terfokus kepada kemasan kehidupan manusia (individu) berlandaskan kesejatian kemanusiaan (HMM) yang terarah kepada keberadaan, perkembangan dan kemajuan kehidupan yang optimal sesuai dengan zamannya dalam dimensi dunia dan akhirat. Fokus ini secara nyata terarah kepada terbinanya KES yang sedapt-dapatnya berkelanjutan dan tertanganinya KES-T setuntas mungkin.
Pengembangan KES dan penanganan KES-T itu diselenggarakan dengan memperhatikan dan menegakkan seoptimal mungkin :
a.    Pengembangan bagi aktualisasi HMM
b.    Penyelenggaraan, fasilitasi dan penanganan likuladu
c.    Optimalisasi masidu positif
d.   Energisasi pancadaya melalui dinamika BMB3 tingkat tinggi
e.    Praktik professional yang mantap.

B.  Konseling Eklektik (Konek)
1.    Pelopor Konek
Pelopor Konek adalah Prof. Dr. H. Prayitno, M.Sc., Ed.

2.    Pengertian Konek
Dari segi metode dan teknik pelayanan Konseling Pancawaskita menganut strategi eklektik (ada sekitar 22 teknik umum dan 17 teknik pengubahan tingkah laku) dengan arus dinamika BMB3 dan arah pencapaian AKUR-S. Pengembangan KES dan penanganan KES-T melalui Konseling Pancawaskita diselenggarakan  dalam rangka trilogy eklektik-BMB3-AKUR-S menggarap masidu sasaran layanan melalui dipraktikannya jenis-jenis layanan konseling (10 jenis layanan) dan kegiatan pendukung (6 kegiatan pendukung) yang masing-masing dalam dipraktikkan dalam kemasan lima-an (pengantaran, penjajakan, penafsiran, pembinaan, dan penilaian).
Pendekatan eklektik dalam pelaksanaan proses konseling diselenggarakan melalui berbagai teknik (teknik umum dan teknik khusus) yang dipilih secara eklektik yang diturunkan dari berbagai pendekatan yang telah kita pelajari sebelumnya.
Teknik umum diantaranya meliputi peneriman terhadap klien, sikap jarak duduk, kontak mata, 3 M, kontak psikologis, penstrukturan, ajakan untuk berbicara, dorongan minimal, pertanyan terbuka, refleksi isi dan perasaan, keruntutan, penyimpulan, penafsiran, konfrontasi, ajakan untuk memikirkan sesuatu yang lain. Penuguhan hasrat, penfrustasian klien, strategi tidak memaafkan klien, suasana diam, tranferensi dan kontra-transferensi, teknik eksperimensial, interpertasi pengalaman masa lampau, asosiasi bebas, sentuhan jasmanih, penilaian, penyusunan laporan.
Sedangkan teknik khusus meliputi pemberian informasi, pemberian contoh, pemberian contoh pribadi, perumusan tujuan, latihan penenangan sederhana dan penuh, kesadaran tubuh, disensitisasi dan sensitisasi, kursi kosong, permainan peran dan permaian dialog, latihan keluguan, latihan seksual, latihan transaksional, analisis gaya hidup, kontrak dan pemberian nasehat.

3.    Tujuan Konek
Teknik-teknik tersebut dipilih dan ditetapkan sesuai dengan keunikan klien dengan masalah dan perkembangannya sejak awal sampai dengan akhir proses konseling. Penggunaan teknik-teknik tersebut pada umumnya dalam konseling perorangan. Namum banyak diantaranya yang cukup efektif bila dimanfaatkan dalam konseling kelompok.








SUMBER BACAAN

Prayitno, 1998. Konseling Pancawaskita : Kerangka Konseling Eklektik. Padang: Program PPK Jurusan BK FIP Universitas Negeri Padang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar