KONSELING
PANCAWASKITA (KOPASTA)
&
KONSELING
EKLEKTIK (KONEK)
A. Konseling Pancawaskita
1. Konsep
Dasar Konseling Pancawaskita
a.
Gatra
Secara kesemestaan gatra adalah suatu benda atau sesuatu
yang dibendakan dalam kondisi penuh makna atau arti.Dalam kondisi demikian itu
gatra mengandung dua dimensi, yaitu :
· Dimensi ADD (arti dari dalam).
Dimensi ADD merujuk kepada segenap kondisi, karakteristik, sifat, makna ataupun
arti yang ada atau menjadi isi dari benda atau yang dibendakan itu.
· Dimensi ADL (arti dari luar). ADL
adalah segala kondisi pengenaan, perlakuan, pemahaman ataupun pengartian oleh
manusia tentang ataupun terhadap gatra yang dimaksudkan.
Dengan
konsep seperti itu, keterkaitan antara ADD dan ADL dapat digambarkan sebagai
berikut:
· ADD = ADL: kondisi yang dapat
mengarah kepada kepada hal-
hal
yang positif.
· ADD ≠ ADL: kondisi yang potensial
dapat menimbulkan hal-hal yang
negatif.
· ADL > ADD: kondisi yang mengarah
kepada hal-hal yang berlebihan.
· ADL < ADD: kondisi yang mengarah
kepada hal-hal yang tidak
optimal.
· ADD tanpa ADL : kondisi tanpa
pengertian; pengabaian atau
ketidakpedulian, atau pemubazdiran.
2. Harkat
dan Martabat Manusia
Dinamika keterkaitan ADD dan ADL gatra-gatra yang menyangkut
manusia sepenuhnya terkait langsung dengan kesejatian manusia yang di sini
dikonsepsikan sebagai harkat dan martabat
manusia (HMM), yang mengandung tiga komponen dengan lima unsurnya
masing-masing, yaitu komponen:
· Hakikat
manusia, dengan
unsur-unsur sebagai makhluk yang (a) beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, (b) diciptakan paling sempurna, (c) paling tinggi derajatnya, (d)
khalifah di muka bumi, dan (e) penyandang HAM.
· Dimensi
kemanusiaan,
dengan unsur-unsur dimensi (a) kefitrahan, (b) keindividulan, (c) kesosialan,
(d) kesusilaan, dan (e) keberagamaan.
· Potensi
dasar kemanusiaan,
yaitu pancadaya dengan unsur-unsur (a) daya takwa, (b) daya cipta, (c) daya
rasa, (d) daya karsa, dan (e) daya karya.
Kesejatian
manusia yang meliputi tiga komponen dengan masing-masing lima unsurnya itu
dapat disarikan dalam konsep lima-i, yaitu:
· Iman dan takwa
· Inisiatif
· Industrius
· Individu
· Interaksi.
Kesejatian
manusia dengan intisari lima-i itu terealisasikan melalui kehidupan kemanusiaan
dari zaman ke zaman dan terjabar dalam wujud kehidupan individu sehari-hari
dengan konteks keluarga, kemasyarakatan, kelembagaan, kebangsaaan dan
kenegaraan.
3. Dinamika
Kehidupan: BMB3
Kehidupan kemanusiaan tersebut di atas berlangsung dalam
dinamika yang mengarah, sebagaimana dikehendaki oleh Sang Maha Pencipta, Tuhan
Yang Maha Esa, kepada kedamaian, kesejahteraan, kebahagiaan, kejayaan dan maju,
dengan posisi manusia sebagai khalifah di muka bumi. Kehidupan demikian itu
dapat terselenggara melalui dinamika BMB3, yaitu berpikir, merasa, bersikap, bertindak, dan bertanggungjawab. Tanpa dinamika BMB3 itu, dan lebih tegas lagi
tanpa BMB3 positif yang terhindar dari serta mampu mengatasi godaan setan dan
sebangsanya, kehidupan manusia akan menjadi “tanpa bentuk” dan/atau terjerumus
kedalam kenistaan dunia dan akhirat.
Dinamika BMB3 itu sepenuhnya sejajar dengan energisasi
pancadaya dalam pengembangan/kehidupan manusia/individu, sebagaimana arah
bolak-balik berikut :
BMB3
|
Pancadaya
|
· Berpikir
|
· Daya Cipta
|
· Merasa
|
· Daya Rasa
|
· Bersikap
|
· Daya Karsa
|
· Bertindak
|
· Daya Karya
|
· Bertanggungjawab
|
· Daya Taqwa
|
Dengan
BMB3 kehidupan manusia terselenggara, dan dengan pengembangan BMB3 kehidupan
itu dikembangkan untuk lebih maju menuju derajat kemanusiaan yang paling tinggi
dalam lingkup dunia dan akhirat.
Individu berkiprah dalam lima ranah kehidupan (lirahid), yang sejak kelahirannya
dipengaruhi oleh likukaldu (lima
kekuatan di luar individu), dalam lima
kondisi kehidupan individu (masidu)
dengan latar belakang kesejatian kemanusiaannya. Dalam trilogi dengan latar
lirahid ini kehidupan menyeluruh sehari-hari individu berkeadaan.
· Lirahid
Setiap
individu menjalani kehidupan sehari-harinya dalam lima ranah kehidupan
(lirahid) yaitu ranah jasmaniah-rohaniah, individual-sosial, material-spritual,
lokal-global, dunia-akhirat.
· Likuladu
Individu
yang diharapkan hidup dengan mantap pada lima ranah kehidupan di atas
dikembangkan sejak kelahirannya atas pengaruh lima kekuatan di luar dirinya
(likuladu), yaitu :
1) Gizi,
merupakan faktor utama bagi
pertumbuhan fisik dan kesehatan individu. Tanpa gizi yang baik pertumbuhan
jasmaniah dan kesehatan akan terganggu yang mana hal ini akan dapat berdampak
serius terhadap perkembangan pribadi individu.
2) Pendidikan,
merupakan sarana dasar pengembangan
pancadaya yang berorientasi hakikat manusia dalam bingkai dimensi kemanusiaan.
Pendidikan inilah yang akan membawa individu menjadi manusia seutuhnya.
3) Adat
dan budaya, membangun
individu sebagai “anak negeri” yang bersosial-budaya di kampung halaman, daerah
dan tanah airnya, sehingga mampu “duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi”
dengan anak negeri di wilayah sendiri dan wilayah lainnya.
4) Perlakuan orang lain, merupakan pengaruh yang sangat
signifikan dalam pembentukan kepribadian individu. Sikap dan perlakuan yang
aman, nyaman, dan penuh kasih sayang akan membangun pribadi berbudi dan baik
hati, sedangkan sikap dan perlakuan yang beringas, kasar dan antagonistik akan
membentuk pribadi yang ganas, panas dan intoleran.
5) Kondisi
insidental, yaitu
peristiwa atau keadaan yang tidak direncanakan atau tidak terduga, bersifat
positif atau negatif, membawa keberuntungan dan/atau kerugian, terjadi “dengan
sendirinya”, melalui kodrat Illahi. Manusia (individu) mau tidak mau menerimanya/menghadapinya;
yang baik disyukuri, yang tidak baik disikapi dengan ikhlas dan diambil
hikmahnya.
· Masidu
Berpangkal dari kesejatian manusia (HMM) dengan intisari
lima-i melalui energisasi pancadaya (dalam dinamika BMB3) indivdu berkembang
dengan pengaruh likuladu menjadi pribadi sebagaimana adanya. Pribadi ini
mewujud dan berkiprah sehari-hari dengan lima kondisi individu (masidu), yaitu
rasa aman, kompetensi, aspirasi, semangat, dan pemanfaatan kesempatan yang ada.
Makin positif masidu makin efektiflah kehidupan sehari-hari individu.
Aktualisasi kehidupan individu dengan masidunya itu sejalan dengan dinamika
BMB3 pada diri individu yang bersangkutan.
2. Pengertian
Konseling Pancawaskita
Pancawaskita terdiri dari dua kata, yaitu panca dan waskita.
Panca merupakan lima dan waskita merupakan cerdas, Tekun, Ulet, Cermat, Benar,
waspada, arif, hati-hati.
Lima hal ini yang dapat dijadikan sebagai dasar untuk
bisa menjadi konselor profesional dengan mengintegrasikan lima faktor
yang mempengaruhi perkembangan dan kehidupan individu, yaitu :
a. Pancasila
b. Pancadaya (daya taqwa, daya cipta, daya rasa,
daya karsa, dan daya karya).
c. Liharid (jasmaniah-rohaniah,
individual-sosial, material-spiritual, dunia-akhirat, dan
lokal-global/universal).
d. Likuladu (gizi, pendidikan, sikap dan
perlakuan, budaya, kondisi insidental).
e. Masidu (rasa aman, kompetensi, aspirasi,
semangat, dan penggunaan kesempatan).
Waskita merupakan sifat yang terpancar dalam kiat
dan kinerja yang penuh dengan keunggulan semangat disertai dengan:
a. Kecerdasan , bahwa konseling adalah
pekerjaan yang diselenggarakan atas dasar teori dan tekhnologi yang tinggi
serta pertimbangan akal yang jernih, matang dan kreatif.
b. Kekuatan, bahwa konselor adalah
pribadi yang tanguh baik dalam keluasan dan kedalaman wawasan, pengetahuan
serta keterampilanya, maupun dalam kemauan dan ketekunannya melayani klien.
c. Keterarahan, bahwa kegiatan
konseling berorientasi kepada keberhasilan klien mengoptimalkan perkembangan
dirinya dan mengatasi permasalahanya.
d. Ketelitian bahwa konselor bekerja
dengan cermat dan hati-hati serta berdasarkana data dalam memilih dan
menerapkan teori dan teknologi konseling.
e. Kearif bijaksanaan, bahwa konselor
dalam menyikapi dan bertindak didasarkan pada peninjauan dan pertimbangan yang
matang, kelembutan dan kesantunan terhadap klien dan orang lain pada umumnya
sesuai dengan nilai moral dan norma-norma yang berlaku serta kode etik
konseling.
Konseling Pancawaskita secara mendasar berorientasi
pada kesejatian manusia yang terumus dalam konsep harkat dan martabat manusia
(HMM) sebagai makhluk yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan segenap
implikasinya. Dari segi pendekatan, metode dan teknik Konseling Pancawaskita
menggunakan strategi eklektik dengan
mengambil berbagai hal yang baik dan dapat diterima dari teori dan pendekatan
yang dikembangkan di dunia Barat serta menambahi dengan konsep-konsep baru yang
lebih fundamental dan aktual, seperti konsep gatra, masidu, BMB3, AKUR-S,
trilogi profesi.
3. Permasalahan
Individu
a.
Kehidupan Efektif Sehari-hari
Dikehendaki agar dengan HMM-nya yang difasilitasi oleh
likuladu sebagaimana diharapkan, individu dapat berkeadaan positif, sejahtera
dan bahagia. Keadaan demikian itu terwujud dalam kehidupan efektif sehari-hari
(KES) dengan acuan BMB3.
Kondisi KES dengan BMB3 positif itu ditunjang rasa aman,
kompetensi, aspirasi, semangat, serta pemanfaatan kesempatan (masidu) yang
tepat dan tinggi.
b.
Kehidupan Efektif Sehari-hari
Terganggu
KES adalah idaman setiap orang. Namun kenyataannnya tidak
selalu demikian. Kondisi KES-T (kehidupan efektif sehari-hari terganggu) sering
kali datang dan menimpa. Kondisi KES-T ini dapat berupa kesulitan atau
permasalahan yang sepertinya menantang ketangguhan individu menghadapi gangguan
dalam hidupnya, dan di sisi lain menguji betapa ia dapat mengendalikan diri
dalam melawan hawa nafsu dan godaan setan yang terkutuk. Kesulitan ataupun
tantangan tersebut tidak perlu dianggap sebagai hukuman atau azab dari Tuhan,
melainkan pertama dapat dilihat sebagai buah dari hukum sebab-akibat (baik
dalam dimensi natural maupun spiritual) yang sejak awalnya telah ditetapkan
oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Di samping itu, penyikapan bahwa kesulitan dan
permsalahan dalam bentuk KES-T itu dianggap sebagai cobaan atau ujian terhadap
diri seseorang yang dapat diambil hikmahnya akan memperkuat keutuhan pribadi
individu dengan aktualisasi HMM yang mantap.
Apabila kondisi KES diwarnai oleh dinamika BMB3 dan masidu
yang positif dan mantap seperti tersebut di atas, maka kondisi KES-T terkait
dengan kualitas pengembangan pancadaya, likuladu dan masidu yang terganggu,
yaitu :
§ Ketakwaan
yang terputus
§ Daya
cipta yang lemah
§ Daya
rasa yang
tumpul
§ Daya
karsa yang
mandeg
§ Daya
karya yang
mandul
§ Gizi yang rendah
§ Sikap
dan perlakuan yang
menolak
§ Pendidikan
yang macet dan kasar
|
§ Budaya yang terbelakang
·
Kondisi insedental yang merugikan
§ Rasa
aman yang
terancam
§ Kompetensi
yang mentok
§ Aspirasi
yang terkungkung
§ Semangat yang layu
§ Kesempatan yang terbuang
|
4. Proses
Konseling
Pelayanan konseling secara langsung terfokus kepada kemasan
kehidupan manusia (individu) berlandaskan kesejatian kemanusiaan (HMM) yang
terarah kepada keberadaan, perkembangan dan kemajuan kehidupan yang optimal
sesuai dengan zamannya dalam dimensi dunia dan akhirat. Fokus ini secara nyata
terarah kepada terbinanya KES yang sedapt-dapatnya berkelanjutan dan tertanganinya
KES-T setuntas mungkin.
Pengembangan KES dan penanganan KES-T itu diselenggarakan
dengan memperhatikan dan menegakkan seoptimal mungkin :
a. Pengembangan bagi aktualisasi HMM
b. Penyelenggaraan, fasilitasi dan penanganan
likuladu
c. Optimalisasi masidu positif
d. Energisasi pancadaya melalui dinamika
BMB3 tingkat tinggi
e. Praktik professional yang mantap.
B. Konseling Eklektik (Konek)
1. Pelopor
Konek
Pelopor Konek
adalah Prof. Dr. H. Prayitno, M.Sc., Ed.
2. Pengertian
Konek
Dari segi metode
dan teknik pelayanan Konseling Pancawaskita menganut strategi eklektik (ada sekitar 22 teknik umum dan
17 teknik pengubahan tingkah laku) dengan arus dinamika BMB3 dan arah
pencapaian AKUR-S. Pengembangan KES dan penanganan KES-T melalui Konseling
Pancawaskita diselenggarakan dalam
rangka trilogy eklektik-BMB3-AKUR-S menggarap masidu sasaran layanan melalui
dipraktikannya jenis-jenis layanan konseling (10 jenis layanan) dan kegiatan
pendukung (6 kegiatan pendukung) yang masing-masing dalam dipraktikkan dalam
kemasan lima-an (pengantaran,
penjajakan, penafsiran, pembinaan, dan penilaian).
Pendekatan eklektik dalam pelaksanaan proses konseling
diselenggarakan melalui berbagai teknik (teknik umum dan teknik khusus) yang
dipilih secara eklektik yang diturunkan dari berbagai pendekatan yang telah
kita pelajari sebelumnya.
Teknik umum diantaranya meliputi peneriman terhadap klien, sikap jarak duduk,
kontak mata, 3 M, kontak psikologis, penstrukturan, ajakan untuk berbicara,
dorongan minimal, pertanyan terbuka, refleksi isi dan perasaan, keruntutan,
penyimpulan, penafsiran, konfrontasi, ajakan untuk memikirkan sesuatu yang
lain. Penuguhan hasrat, penfrustasian klien, strategi tidak memaafkan klien,
suasana diam, tranferensi dan kontra-transferensi, teknik eksperimensial,
interpertasi pengalaman masa lampau, asosiasi bebas, sentuhan jasmanih, penilaian,
penyusunan laporan.
Sedangkan teknik
khusus meliputi pemberian
informasi, pemberian contoh, pemberian contoh pribadi, perumusan tujuan,
latihan penenangan sederhana dan penuh, kesadaran tubuh, disensitisasi dan
sensitisasi, kursi kosong, permainan peran dan permaian dialog, latihan
keluguan, latihan seksual, latihan transaksional, analisis gaya hidup, kontrak
dan pemberian nasehat.
3. Tujuan
Konek
Teknik-teknik
tersebut dipilih dan ditetapkan sesuai dengan keunikan klien dengan masalah dan
perkembangannya sejak awal sampai dengan akhir proses konseling. Penggunaan
teknik-teknik tersebut pada umumnya dalam konseling perorangan. Namum banyak
diantaranya yang cukup efektif bila dimanfaatkan dalam konseling kelompok.
SUMBER BACAAN
Prayitno, 1998. Konseling Pancawaskita :
Kerangka Konseling Eklektik. Padang: Program PPK Jurusan BK FIP Universitas
Negeri Padang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar