SituBAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kegiatan pendidikan yang terlaksana melalui hubungan
atau interaksi pendidikan antara peserta didik dan pendidik, merupakan
peristiwa dan sekaligus upaya yang istimewa dan unik. Istimewa karena dengan pendidikan itulah (individu-individu)
manusia dipersiapkan untuk menjalani kehidupannya, dan diarahkan serta
dimungkinkan untuk mencapai tujuan kehidupannya. Unik karena mengandung
ciri-ciri khas yang tidak terdapat pada kegiatan pendidikan, yaitu adanya peserta
didik, pendidik dan tujuan pendidikan, yang ketiganya terintregasi melalui
proses pembelajaran yang terjadi pada suatu kondisi yang disebut situasi
pendidikan.
Peristiwa pendidikan terjadi dalam hubungan sosial
antara pendidik dan peserta didik. Berkenaan dengan hubungan sosial ini, sejak awalnya para ahli dalam bidang
Psikologi Sosial (antara lain dalam
Harlow, McGange & Thomson, 1971) menampilkan berbagai pokok kajian tentang
pengaruh sosial, salah atu diantaranya ialah konformitas. Konformitas merupakan pengaruh
sosial dalam bentuk penyamaan pendapat atau pola bertingkah laku seseorang
terhadap orang
lain yang mempengaruhinya. Dalam hubungan pendidikan, konformitas terjadi pada
peserta didik sebagai hasil pengaruh dari peserta didik.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana
hubungan sosial, hubungan pendidikan dan situasi pendidikan didalam pendidikan
itu ?
2. Apa
saja komponen pokok dalam pendidikan ?
3. Apa itu kenormatifan tujuan dan isi pendidikan
?
4. Apa
saja pilar proses pembelajaran ?
5. Apa
yang dimaksud dengan konformitas pendidikan ?
C. TUJUAN
Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Menjelaskan
hubungan sosial, hubungan pendidikan dan situasi pendidikan didalam pendidikan
2. Mengetahui
komponen pokok dalam pendidikan
3. Menjelaskan
kenormatifan tujuan dan isi pendidikan
4. Mengetahui
pilar proses pembelajaran
5. Menjabarkan
tentang konformitas pendidikan
BAB
II
SITUASI
PENDIDIKAN
A.
HUBUNGAN
SOSIAL, HUBUNGAN PENDIDIKAN, DAN SITUASI PENDIDIKAN
Situasi pendidikan terbentuk diatas hubungan sosial
antara dua orang atau lebih, keduanya kemudian membangun hubungan pendidikan,
satu orang mempengaruhi orang yang satunya lagi. Orang yang satu tersebut
disebut dengan peserta didik dan yang satu lagi disebut pendidik. Dalam hal ini
figur peserta didik tidak
harus berarti manusia yang umurnya lebih muda atau dalam status atau kondisi
yang lebih rendah, melainkan manusia sembarang usia, status ataupun kondisi yang menghendaki
untuk memperoleh sesuatu dari hubungan dengan manusia lain yang disebut
pendidik tersebut.
Hubungan pendidikan antara peserta didik dengan
pendidik tidak terjadi begitu saja. Namun akan terjadi apabila situasi tersebut
tumbuh dan berkembang melalui teraktualisasikannya kondisi tertentu didalam
relasi kedua belah pihak yang berhubungan itu. Bukanlah monopoli pendidik untuk
menciptakan situasi pendidikan, namun terkadang inisiatif itu muncul dari pihak
yang berperan sebagai peserta didik, misalnya seorang siswa A berkunjung
kerumah temannya si B, setelah berbincang-bincang,
si A meminta si B untuk mengajarkannya pelajaran matematika, dengan demikian
telah terjadi situasi pendidikan. Dari contoh diatas dapat dilihat adanya
perubahan hubungan sosial menjadi hubungan pendidikan. Jadi situasi pendidikan tidak hanya terjadi
pada lingkungan formal, namun juga bisa terjadi di lingkungan non formal.
B.
KOMPONEN
POKOK SITUASI PENDIDIKAN
1.
Peserta
Didik
Peserta
didik adalah manusia yang sepenuhnya mempunyai HMM dengan segenap kandungannya.
Peserta didik dengan HMMnya itu berhak hidup sesuai dengan HMMnya yang perlu
dikembangkan melalui pendidikan, sehingga ia bisa disebut dengan “ manusia
seutuhnya”.
2.
Pendidik
Pendidik
juga adalah manusia yang sepenuhnya memiliki HMM yang berhak hidup sesuai
dengan HMM yang ia miliki dan perlu bekerja. Dalam hal ini pekerjaannya adalah
melayani pengembangan HMM peserta didik.
3.
Tujuan
Pendidikan
Tujuan
pendidikan pada dasarnya adalah tercapainya tujuan hidup manusia. Yaitu hidup
sesuai HMM. Tujuan pendidikan mengarah pada pembentukan manusia yang
berprikehidupan taqwa kepasa Tuhan YME, sesuai dengan keindahan, kesempurnaan
dan ketinggian derajatnya, menguasai dan memelihara alam tempat tinggalnya dan terpenuhi hak- hak asasinya.
4.
Proses
Pembelajaran
Proses
pembelajaran merupakan kegiatan yang dijalani peserta didik dalam upaya
mencapai tujuan pendidikan dan merupakan kegiatan yang diupayakan oleh pendidik agar kegiatan tersebut dapat berlangsung
untuk sebesar-besarnya bermanfaat bagi pencapaian tujuan pendidikan oleh
peserta didik.
C.
Kenormatifan
Tujuan dan Isi Pendidikan
Manusia seutuhnya adalah sesosok individu yang HMM
nya terwujudkan secara penuh melalui pengembangan hakikat manusia dengan kelima
dimensi kemanusiaannya
melalui pengaktifan pancadaya secara optimal. Arah dan tujuan untuk mencapai
kebahagiaan hidup itu merupakan kebahagiaan hakiki pengembangan manusia,
sekaligus menjadi tujuan dasar pendidikan. Tujuan dasar ini memuat isi dan
substansi perwujudan hakikat manusia dalam HMM yang dibingkai oleh lima dimensi
kemanusiaan.
Substansi hakikat manusia dan dimensi kemanusiaan,
sepenuhnya normatif. Dengan demikian tujuan pendidikan seharusnya normatif
pula, yaitu mengacu pada kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Upaya mencaoai
tujuan yang berada didalam situasi pendidikan yang tercipta dalam hubungan
antara peserta didik dan pendidikan itulah yang menjadi substansi utama human learning. Human learning pada
dasarnya adalah pengembangan pancadaya atu sekarang ini lebih dikenal dengan
proses pembelajaran.
D.
Pilar
Proses Pembelajaran
1.
Kewibawaan
Dengan
kewibawaan pendidik memasuki pribadi peserta didik dan peserta didik
mengarahkan dirinya kepada pendidik. Disanalah terkembangkan pengakuan,
penerimaan, dan pengangkatan peserta didik oleh pendidik, dan disis lain
pengangkatan pendidik oleh peserta didik, masing-masing subjek sangat berarti
dan penuh makna. Dasar dari pengakuan, penerimaan dan pengangkatan ini adalah
HMM dengan hakikat manusia, dimensi kemanusiaan dan pancadaya. Kewibawaan
meliputi lima unsur utama, yaitu :
a. Pengakuan
dan penerimaan
Merupakan
kesadaran dan penerimaan pendidik tentang HMM yang sepenuhnya melekat pada
peserta didik,yang nantinya menjadi dasar untuk menghadapi dan memberikan
perlakuan terhadap peserta didik sehingga mereka bisa mengaktualisasikan diri.
b. Kasih
sayang dan kelembutan
Merupakan
warna dan kualiatas hubungan yang berawal dari pendidik kepada peserta didik
dalam membentuk komunikasi dan sentuha-sentuhan lainnya. Dasarnya adalah
penerimaan dan pengakuan, ditunjukkan dalam nuansa sosio emosional yang sejuk,
hangat, dekat, akrab dan terbuka.
c. Penguatan
Penguatan
merupakan upaya pendidik untuk menguatkan, memantapkan, atau meneguhkan hal-hal
tertentu yang ada pada diri peserta didik. Yaitu hal-hal positif yang ada pada
diri peserta didik, terutama perubahan tingkah laku positif yang merupakan
hasil upaya pengembangan diri peserta didik. Penguatan dapat diebrikan dengan
memberikan reward atau penghargaan secara tepat.
d. Tindakan
tegas yang mendidik
Tindakan
tegas yang mendidik adalah upaya pendidik untuk mengubah tingkah laku peserta
didik yang kurang dikehendaki melalui penyadaran peserta didik atas kekeliruan
dengan tetap menjunjung tinggi HMM dan hubungan baik antara pendidik dan
peserta didik.
e. Pengarahan
dan keteladanan
Seluruh
penampilan peserta didik yang didasarkan pada penerimaan dan pengakuan, kasih
sayang dan kelembutan, dalam bentuk penguatan dan tindakan tegas yang
mendidik,yang seluruhnya positif dan normatif, maka diharapkan dapat diterima
dan ditiru oleh peserta didik. Konsisten terhadap penampilan pendidik dengan
penampilan yang patut diteladani peserta didik adalah kunci terlaksananya
keteladanan.
2.
Kewiyataan
Kewiyataan
merupakan perangkat praktek pembelajaran.
Kewiyataan juga tidak boleh menyimpang dari HMM, yang berisi hakikat
manusia, dimensi kemanusiaan dan pancadaya.
Kewiyataan meliputi lima hal yaitu :
a. Materi
pembelajaran
Merupakan
isi atau substansi tujuan pendidikan yang hendak dicapai peserta didik dalam
pengembangan dirinya, yaitu untuk pengembangan pancadayanya, yang meliputi daya
takwa, cipta, rasa, karsa, dan karya peserta didik. Dalam format pendidikan
formal, materi pembelajaran biasanya dikemas dalam bentuk kurikulum, meliputi
seluruh pengalaman belajar yang menjadi tanggung jawab pendidik mengembangkannya untuk peserta didik.
b. Metode
pembelajaran
Agar
materi pembelajaran dapat diproses dan diolah dengan sebaik-baiknya, pendidik
prlu mengaplikasikan berbagai pendekatan, metode dan cara-cara yang tepat agar
materi pembelajaran dapat terjangkau, terkerjakan dan termanfaatkan secara
efektif dan efesien oleh peserta didik.
c. Alat
bantu pembelajaran
Alat
bantu pembelajaran adalah berbagai sarana dan fasilitan yang dapat digunakan
pendidik untuk untuk memperlancar, mengefektifkan, dan mengefesienkan upaya
pencapaian pendidikan oleh peserta didik.
d. Limgkungan
pembelajaran
Secara
lebih luas lingkungan pelajaran lebih mengacu kepada berbagai substansi yang
dapat dan perlu dijadikan sumber materi pembelajaran dan digunakan sebagai
sumber seperangkat metode dan alat pembelajaran. Sedangkan secara lebih khusu
lingkungan pendidikan dimaksudkan sebagai suasana yang terjadi dan dirasakan ditempat dan lokasi dimana kegiatan
belajar terselenggara, dari ruangan belajar disekolah, dirumah dan lingkungan
belajar lainnya. Lingkungan belajar dikehendaki dalam kondisi yang aman dan
nyaman sehingga peserta didik betah belajar disana.
e. Penilaian
hasil belajar
Penilaian
hasil belajar diselenggarakan melalui berbagai cara dan format dengan
pendekatan yang lebih bersifat pengembangan dengan memperhatikan potensi dan
perbedaan individual peserta didik. Termasuk didalam penilaian adalah upaya
diagnosis serta tindak lanjut melalui pembelajaran perbaikan dan pengayaan.
3.
Pilar
Budaya Nasional
Pilar
kebudayaan nasional indonesiauntuk kewibaan yaitu “ ing
ngarso tulodo, ing madyo bangun karso, tut wuri handayani” pilar ini sangat tepat untuk proses
pembelajaran. Dan untuk kewibawaan yang tinggi serimg disebut higt touch.
Sedangkan
untuk menjiwai pilar yang kedua, yaitu kewiyataan dapat digunakan istilah “ alam takambang jadi guru “ . pilar ini
mengarah pada terwujudnya praktek pembelajaran dengan teknologi yang tinggi (
high tech).
Dengan kedua pilar tersebut dalam
penyelenggaraan proses pembelajaran memungkinkan untuk menghindari terjadinya
kecelakaan dalam pendidikan.
BAB
III
KONFORMITAS
DALAM PENDIDIKAN
A.
Pengertian
konformitas
Konformitas merupakan pengaruh sosial dalam bentuk
penyamaan pendapat atau pola bertingkah laku seseorang terhadap orang lain yang
mempengaruhinya.Menurut Prayitno (2008 : 107) ahli psikologi pada dasarnya
membagi tiga tingkat konfomitas yaitu konfomitas membabi buta (tipe A) ,
konformitas identifikasi (tipe B), dan konformitas internalisasi (tipe C).
1.Konformitas membabi buta
Konformitas yang pertama (tipe A) bersifat vulgar,
tradisonal dan primitif, ini diwarnai oleh sikap masa bodoh atau mengikuti apa
yang menjadi kemauan orang lain tanpa pemahaman atau penghayatan.Konformitas
tingkat pertama ini biasanya disertai rasa takut akan sanksi yang diancamkan
terhadap mereka yang tidak mau berkonfotmitas.Meraka yang berkonformitas
primitif banyak diantaranya yang mengharapkan imbalan atas kepatuhannya
itu.Rasa takut dan harapan akan imbalan merupakan dua sisi yang berjauhan
tetapi sebenarnya saling bersangkut paut dalam konformitas tradisional.
2.Konformitas Identifikasi
Konformitas ini terbebas dari rasa takut ancaman,
sanksi. Konformitas identifikasi tidak didasarkan atas adanya kekuatan atau
kekuasaan yang memaksa untuk adanya persetujuan atau penerimaan dari orang
orang yang terkena pengaruh.Kekuasaan itu di ganti oleh kharisma yang terpancar
dari seorang pemimpin.Kharisma dilandasi oleh sikap mempercayai, mengakui,
menerima secara sukarela tanpa sedikitpun rasa takut.Konformitas tipe B ini
masih ada keterikatan yaitu kharisma sang Pemimpin.Menilik ciri-ciri
konformitas yang ada pada tipe B sebenarnya tipe ini masih tergolong
konformitas membabi buta juga, tetapi arahnya lebih positif.
3.Konformitas Internalisasi
Konformitas tipe C memungkinkan digunakannnya
kekuatan manusiawi yaitu pikiran, perasaan, pengalaman hati nurani dan semangat
untuk menentukan pilihan dalam bersikap dan bertingkah laku juga dalam berfikir
dan berpendapat.Keputusan sepenuhnya terletak ditangan mereka yang hendak
mendudukkan diri pada posisi tertentu.
Konformitas
internalisasi dianggap sebagai tingkatan yang paling tinggi karena didalamnya
teraktualiasasi aspek-aspek kedirian manusia yang paling dalam. Kebabasan
dengan menggunakan kekuatan rasio perasaan pengalaman dan pertimbangan lainnya
menjadi orientasi dalam pembentukan konformitas ini.Dengan kebebasan itu
kedirian seseorang dihargai sepenuhnya, kekuatan pengaruh seseorang kepada
orang lain hanya sebatas sebagai bahan pertimbangan masukan atau rangsangan
bagi tumbuhnya proses pemikiran dan pertimbangan yang matang menuju pencapaian
kesimpulan dan keputusan yang wajar serta adil.
B.
Implementasi
konformitas
dalam Pendidkan
Peristiwa pendidikan sarat pembentukan konformitas,
terutama konfomitas peserta didik terhadap pendidik.Mengacu kepada proses tujuan
dan isi pendidikan, peristiwa pendidikan penuh dengan nuansa dan bahkan
rekayasa konformitas.Salah satu hal yang harus jadi perhatian adalah
konformitas jenis, dimana ketiga tipe konformitas ini dapat tumbuh subur dalam
peristiwa pendidikan.”Pendidik” dapat dengan mudah memposisikan diri sebagai
penguasa yang memberikan sanksi , mengancam dan menghukum peserta didik apabila
pihak yang dianggpanya lebih lemah atau peserta didik melanggar aturan dan
tidak mengikuti kehendak sang penguasa (pendidik).
Dengan
pendidik yang berposisi sebagai penguasa maka situasi pendidikan yang
timbul adalah situasi otoriter dengan arah pada pembentukan manusia pasrah,
patuh, penurut dan takluk kepada penguasa. Situasi pendidikan yang berciri
demokratik justru akan mengasingkan orang-orang yang bertipe kreatif,
berpendirian dan mandiri.Sedangkan pola kekuasaan yang mendominasi pendidikan
justru akan memecah belah kehidupan kemanusiaan yang satu dengan yang lainnya.
Yang sebenarnya semua manusia adalah sederajat dengan HMM yang sama.Pendidikan
yang mengembangkan kekhalifahan manusia pastilah bukan pendidikan otoriter yang
menafikan potensi kekhalifahan pada diri peserta didik.
Dikatakan bahwa peserta didik pada umumnya adalah
manusia muda yang pengetahuannya masih rendah, kekuatan masih lemah,
kemandiriannya masih goyah, kemauan nya masih dapat berubah, keberaniaannya
yang belum tentu arah, kepribadiannya yang masih mentah dianggap tidak berdaya,
dalam situasi pendidikan dianggap peserta didik ini lemah dan pendidik itu kuat.Hal
ini sesuai dengan pendapat Prayitno (2008: 115) mengatakan “ pendidik adalah
pembawa kebenaran, pendidik adalah akar dan agen penular ilmu pengetahuan,
pendidik adalah penegak nilai dan moral, pendidik adalah pemegang, pendidik
adalah pengganti orang tua’ namun pada kenyataannya antar kekuasaan dan materi
kebenaran yang seharusnya menjadi isi kekuasaan itu sangat mudah dipisahkan
yang satu tidak menguatkan yang lainnya.Dalam pendidikan aplikasi kekuasaan
menjadi kering tanpa kemantapan materi pendidikan yang dapat mengembangkan
pribadi peserta didik.
C.
Kharisma
dalam Pendidkan
Kharisma adalah kekuasaan sering dikaitkan satu
dengan yang lainnya.Kedua membuat orang-orang yang terkena pengaruh menjadi
menyerah atau mengikuti kekuatan atau tokoh yang berkuasa atau berkharisma itu
tetapi dinamika dan sifat penyerahannya itu berbeda.Penyerahan yang dimaksud
adalah rasa tercekam rasa takut dan nuansa yang cenderung negatif.Dominasi
kekuasaan dalam konfromitas menolak kebebasan para pengikutnya sedangkan
dominasi kharisma masih menyisakan hak pilih untuk mengamvbil posisi tertentu
dalam spektrum konformitas dan non konfromitas.Pedndidik yang kharismatik
memeungkinkan tercipatanya sauasan pendidkna yang doterima peserta didik.Dengan
kharisna nya pula pendidik akan menanamkan materi kebenaran ilmu pengtahuan dan
lain sebagainya kepada peserta didik danb peserta didika kan menerimanya dengan
senang hati.Suasana khariasamtik jauh lebih menguntungkan daripada suasana
otokratik kekuasaan dalam pengmabnagn situasi pendidikan.
D.
Kemampuan
internalisasi peserta didik
Aspek kebenaran ilmu pengetahuan pengalaman dan
sebagainya disebut dengan isi pendidikan.Semuanya dapat menjadi proses
pembelajaran yang terlaksana dalam situasi pendidikan.Para pemdidik ada
kekuatan yang dapat berbentuk kekuasaan atau kharisma sedangkan para peserta
didik ada kemampuan internal pribadi tiap peserta didik.Apabila dimensi
kekuasaan dan kharisma dalam pendidika berpusat pada pendidik maka dimensi
internalisasi terarah pada kekuatan yang ada pada diri peserta
didik.Pengembangan kebebasan disertai dengan pertimbvangan rasional persaan
nilai dan sikap keterampilan dan opengalam diri pserta didik semuanya menjadi
situasi pendidikan yang di dominasi konformitas
internalisasi.Pendidikan yang demikian itu akan sekuat tenaga mendorong
segenap kemampuan yang ada peserta didik dan terbebaskannya peserta didik dari
suasan pemasungan pendidik melalui kekuassaan dan kharismanya.
BAB IV
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Situasi
pendidikan terbentuk diatas hubungan sosial antara dua orang atau lebih,
keduanya kemudian membangun hubungan pendidikan, satu orang mempengaruhi orang
yang satunya lagi. Orang yang satu tersebut disebut dengan peserta didik dan
yang satu lagi disebut pendidik. Dalam hal ini figur peserta didik tidak harus berarti manusia yang umurnya
lebih muda atau dalam status atau kondisi yang lebih rendah, melainkan manusia
sembarang usia, status
ataupun kondisi yang menghendaki untuk memperoleh sesuatu dari hubungan dengan
manusia lain yang disebut pendidik tersebut.
Komponen pokok situasi
pendidikan adalah :
1. Peserta
didik
2. Pendidik
3. Tujuan
pendidikan
4. Proses
pembelajaran
Konformitas merupakan pengaruh sosial dalam bentuk
penyamaan pendapat atau pola bertingkah laku seseorang terhadap orang lain yang
mempengaruhinya.
Macam
–macam konformitas :
1. Konformitas
membabi buta
2. Konformitas
internalisasi
3. Konformitas
identifikasi
B.
SARAN
Diharapkan situasi pendidikan dimasa depan lebih
memperhatikan lagi situasi pendidikan baik itu dari sisi komponennya dan
memperhatikan konformitas dari pendidikan itu sendiri.
Selain itu, pendidikan dimasa depan diharapkan agar
menjadi suatu hal yang benar – benar diperhatikan agar tujuan pendidikan pun
tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Prayitno.
2008. Dasar Teori dan Praktis. Padang
: UNP
. 2009.Dasar Teori dan Praktis. Padang : UNP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar