Entri Populer

Jumat, 07 November 2014

konseling self


KONSELING SELF

A.    Pengantar Konseling Self
Konseling yang berpusat pada klien (client – centreted) sering pula disebut dengan konseling teori diri (self theory),  konseling non – direktif dan konseling Rogerian. Konseling self (client – centered) ini dipelopori oleh Rogers. Menurut Rogers konseling dan psikoterapi tidak mempunyai perbedaan. Konseling yang berpusat pada klien berkembang dengan pesat di Amerika Serikat dan diterima sebagai konsep dan alat baru dalam terapi yang diterapkan tidak hanya bagi orang dewasa akan tetapi juga bagi remaja dan anak – anak.
Rogers menggunakan pendekatan humanistic dalam mempelajari kepribadian manusia. Rogers optimis bahwa secara kodrati manusia itu baik, rasonal, dan memiliki kecenderungan untuk berkembang secara penuh (human development).  Untuk mencapai pertumbuhan, secara optimal diperlukan kondisi :
a.       Keaslian/ apa adanya (genuines)
b.      Penghargaan positif tanpa syarat (unconditional positif regard)
c.       Pemahaman yang empati (emphatic understanding) (Taufik, 2012: 137)

Dalam konseling diperlukan kondisi seperti itu, yaitu adanya kehangatan, keikhlasan, pemberian penghargaan positif, dan penuh pengertian, yang dapat membantu klien untuk menjalani struktur dirinya dalam hubungan dengan pengalamannya yang unik. Klien dapat menghadapi dan menerima karakteristik dirinya tanpa perasaan terancam. Dengan demikian individu dapat menuju arah penerimaan diri dan nilai – nilai, serta dapat mengubah aspek dirinya sesuai dengan prinsip hidupnya.
Menurut Rogers (dalam Taufik, 2012: 137) konstruk  inti konseling  client centered  adalah konsep tentang diri (self) yang terbentuk melalui atau karena pengalaman yang datang dari luar dan dalam diri individu yang bersangkutan. Adapun kepribadian manusia terdiri dari unsur – unsure organism yang merupan keseluruhan dan kesatuan individu, serta memiliki sifat – sifat tertentu. Lapangan fenomenal (fenomenal field) adalah merupakan keseluruhan pengalaman individu yang sifatnya sadar dan atau tidak sadar, serta dapat dipandang sebagai konfigurasi persepsi yang terorganisasikan tentang diri yang membawa ke kesadaran. Hak itu terdiri dari unsure – unsure persepsi terhadap karakteristik dan kecakapan seseorang, pengamatan dan konsep diri dalam hubungan dengan orang lain dan lingkungan, serta nilai – nilai dari aku sebagai obyek. Self merupakan inti dari kepribadian. Di dalam self terdapat diri yang ideal dan diri mewujudkan potensinya dalam bentuk aktualisasi diri. Sedangkan diri yang actual adalah diri.
Orang yang sehat menurut Rogers adalah orang yang mampu berkembang dengan penuh. Adapun cirri- cirinya adalah : terbuka akan pengalaman, menghayati setiap peristiwa dengan penuh kesadaran, dan mampu mengambil keputusan sendiri. Oleh sebab itu, konsep terapi yang digunakan dalam konseling, adalah konselor hendaklah mampu masuk dalam hubungan subyektif klien, bukan berbentuk hubungan antara pasien dan dokter.

B.     Pandangan tentang Manusia
Adapun asumsu tentang manusia menurut Konseling Self ini adalah sebagai berikut:
1.      Manusia adalah rasional, tersosialisasikan dan dapat menentukan nasibnya sendiri
2.      Dalam kondisi yang memungkinkan, manusia akan mampu mengarahkan diri sendiri, maju dan menjadi individu yang positif dan konstruktif

C.    Teori Kepribadian
      Kepribadian merupakan hasil dari interaksi terus menerus antara organisme, lapangan fenomenal, dan self, serta selalu dalam keadaan berkembang.
Struktur kepribadian meliputi komponen OLS :
a.  Organisme
·   Merupakan keseluruhan dari seseorang : keberadaan fikirannya, tingkah lakunya, dan jasmaniahnya, organism bertindak sebagai suatu kesatuan dalam memenuhi kebutuhannya.
·   Kebutuhan dasar adalah beraktualisasi diri, yaitu : dorongan untuk membesar, meluas, berkembang, dan matang
·   Organism mendambahkan berkembang secara penuh dan terbebas dari control eksternal
·   Organisme bertindak dalam kesadaran
b. Lapangan fenomenal
Lapangan Fenomena meliputi pengalaman internal (persepsi mengenai diri sendiri) dan pengalaman eksternal (persepsi mengenai dunia luar). Lapangan fenomena juga meliputi pengalaman yang disimbolkan (diamati dan disusun dalam kaitannya dengan diri sendiri), disimbolkan tetapi diingkari/dikaburkan (karena tidak konsisten dengan struktur dirinya), dan tidak disimbolkan atau diabaikan (karena diamati tidak mempunyai hubungan dengan struktur diri). Pengalaman yang disimbolkan disadari, sedangkan pengalaman yang diingkari dan diabaikan tidak disadari. Semua persepsi bersifat subjektif, dengan kata lain benar menurutnya sendiri. Medan fenomena seseorang tidak dapat diketahui oleh orang lain kecuali melalui inferensi empirik, itupun pengetahuan yang diperoleh tidak bakal sempurna.
c. Self
Self merupakan satu-satunya struktur kepribadian yang sebenarnya. Dengan kata lain self terbentuk melalui deferiensiasi medan fenomena dan melalui introjeksi nilai-nilai orang tertentu serta dari distorsi pengalaman. Self bersifat integral dan konsisten. Pengalaman yang tidak sesuai dengan struktur self dianggap ancaman dan self dapat berubah sebagai akibat kematangan biologik dan belajar. Konsep self menggambarkan konsepsi mengenai dirinya sendiri, ciri-ciri yang dianggapnya menjadi bagian dari dirinya. Misalnya, orang mungkin memandang dirinya sebagai; “saya cerdas, menyenangkan, jujur, baik hari, dan menarik”.
Sejalan dengan uraian di atas, menurut Bischof (dalam Taufik, 2012: 142) Rogers mendeskripsikan tingkah laku manusia melalui pemahaman prinsip – prinsip:
1.      Tema Self
·         Manusia hidup dalam pengalamanya sendiri , disadari maupun tidak
·         Reaksi – reaksi organism pada lapangan tersebut disebut dengan lapangan persepsi, realitas berdasarkan pengetesan dan penerimaan sistem perceptual sendiri
·         Reaksi – reaksi orgaismen di organisasikan dalam lapangan phenomena secara keseluruhan, maju berdasarkan tujuan
·         Organisme mempunyai upaya untuk mengaktualisasikan, memelihara dan meningkatkan pengalamannya (organismenya)
·         Perilaku organism didasari upaya organism untuk memuaskan kebutuhannya sebagai pengalaman,
·         Kepribadian selalu berusaha untuk mengintegrasikan dua sifat dari emosi yaitu senang tak senang, tenang marah,.
·         Pemahaman perilaku individu adalah kerangka piker internal individu itu sendiri
·         Self berkembang melalui usaha keras dengan belajar
·         Struktur self dibentuk dan diorganisasikan sesuai dengan sistem nilai dan konsep dirinya berdasarkan interaksinya dengan lingkungan.
·         Pengalaman mempunyai nilai – nilai yang  secara langsung dapat dirasakan, diambil, dirubah sesuai self nya
·         Self adalah dasar untuk membuka persepsi atau untuk persepsi sesuatu di bawah kesadarannya.
·         Kebanyakan cara -  ara yang diadopsi organism adalah yang konsisten dengan konsep self-nya
·         Tingkah laku dipengaruhi oleh pengalaman organism dan kebutuhan yang tak disimbolisasikan
·         Ketidaksesuaian psikologis terjadi bila organism menolak menyadari sensori dengan pengalaman yang mendalam yang tidak diorganisasikan dalam struktur self
·         Kesesuaian psikologis terjadi bila keseluruhan sensori dan pengalaman diasimilasikan dalam symbol secara konsisten dengan konsep self
·         Pengalaman yang tidak konsisten dengan organisas struktur self, dirasakan sebagai ancaman terhadap struktur self yang telah ada
·         Diperlukan penerimaan dan pemahaman yang mendalam terhadap pengalaman yang dapat diintegrasikan dalam struktur self
·         Selama individu memperoleh kepercayaan dalam menilai.

D.  Perkembangan Kepribadian Salah Suai
a.    Adanya ketidakseimbangan atau ketidaksesuaian antara pengalaman organismik dan self yang menyebabkan individu merasa dirinya rapuh dan mengalami salah suai.
b.    Karakteristik kepribadia salah suai :
·      Estrangement : membenarkan apa yang sesunghunya oleh diri sendiri dirasakan tidak mengenakkan.
·      Incongruity in behavior : ketidaksesuaian tingkah laku karena COW, hal ii sering menimbulkan kecemasan.
·      Kecemasan : kondisi yang ditimbulkan oleh adanya ancaman terhadap kesadaran tentang diri sendiri.
·      Defense mechanism (DM): tindakan yang diambil oleh individu agar tampak konsisten terhadap struktur self (yang salah itu).
·      Gejala tingkah laku salah suai :
·      Kecemasan atau ketegangan terus menerus.
·      Tingkah laku yang rigid – tidak luwes.
·      Menolak situasi baru.
·      Salah dalam memperkirakan.
·      Menolak untuk menyadari pengalaman-pengalamannya sendiri.
·      Tingkah lakunya tidak terduga.
·      Sering tidak rasional.
·      Tidak mampu mengontrol dirinya sendiri.

E.   Tujuan dan Proses Konseling
a.    Tujuan
1.    Pada dasarnya :
·      Klien sendiri yang menentukan tujuan konseling.
·      Membantu klien menjadi lebih matang dan kembali melakukan self-actualization (SA) dengan menghilangkan hambatan-hambatannya.
2.    Secara lebih khusus : membebaskan klien dari lingkungan tingkah laku (yang dipelajarinya) selama ini, yang semuanya itu membuat dirinya palsu dan terganggu dalam SA-nya .
b.    Proses Konseling
·      Klien merasa nyaman berada bersama konselor, karena konselor tidak pernah merespon negatif unconditional positif regard (UPR).
·      Klien didorong untuk sebanyak mungkin menggunakan kata ganti “saya”.
·      Klien didorong untuk melihat pengalaman-pengalaman nya dari sudut yang lebih realistic.
·      Klien mengekspresikan perasaan yang benar-benar ia rasakan.
·      Klien didorong untuk kembali menjadi dirinya sendiri.

F.   Situasi Konseling
1.    Kondisi yang diperlukan untuk proses konseling :
·      Psychological contact (secara minimum harus ada).
·      Minimum state of anxiety (MSA) : apabila klien merasa tidak enak dengan keadaannya sekarang maka ia cenderung berkehendak untuk mengubah dirinya.
·      Conselor genuiness : jujur, tulus, tanpa pamrih.
·      Unconditioned positive regard and respect : Penghargaan yang tulus kepada klien (KTPS).
·      Emphatic understanding : konselor benar-benar memahami kondisi internal klien, merasakan jika seandainya konselor sendiri yang menjadi klien.
·      Client perception : klien perlu merasakan bahwa kondisi-kondisi diatas memang ada.
·      Concretness, immediacy, and confrontation : ini merupakan teknik-teknik khusus dalam proses konseling.
2.    Pendekatan “jika-maka” (PJM)
·      Jika konselor mampu menciptakan kondisi-kondisi di atas, maka proses konseling dapat terjadi
·      Jika proses konseling dapat terjadi, maka suatu hal nyata (yaitu perubahan pada diri klien) akan dapat diraih. Hasil ini mengacu pada kembalinya klien ke jalan menuju SA.
3.    Penerapan :
·      Konselor menjadi alter ego bagi klien.
·      Tanggung jawab dalam hubugan konseling diletakkan pada klien, bukan pada konselor.
·      Waktu perlu dibatasi, hal ini disampaikan kepada klien.
·      Fokus kegiatan konseling adalah terhadap individu klien, bukan terhadap masalah.
·      Menekankan asas kekinian: disini dan sekarang.
·      Diagnosis oleh konselor tidak perlu, klien mendiagnosis diri sendiri.
·      Lebih menekankan aspek-aspek emosional dari pada intelektual.
·      Konselor tidak perlu memberikan berbagai informasi kepada klien.
·      Tes dipergunakan dengan amat sangat terbatas.

G.  Kekuatan dan Kelemahan
1.    Kekuatan
·      Pemusatan pada klien  bukan pada konselor dalam konseling.
·      Identifikasi dan penekanan hubungan konseling sebagai wahana utama dalam merubah kepribadian.
·      Lebih menekankan pada sikap konselor dari pada teknik.
·      Memberikan kemungkinan untuk melakukan penelitian dan penemuan kuantitatif.
·      Penekanan emosi, perasaan dan afektif dalam konseling.
2.    Kelemahan
·      Terlalu menekankan pada aspek afektif, emosional, perasaan sebagai penentu perilaku, tetapi merupakan faktor intelektif, kognitif dan rasional.
·      Penggunaan teori untuk membantu klien tidak sesuai dengan teori.
·      Tujuan untuk setiap klien yaitu memaksimalkan diri dirasa terlalu luas, umum dan longgar sehingga sulit untuk menilai setiap individu.
·      Tujuan ditetapkan oleh klien, tetapi tujuan konseling kadang-kadang dibuat tergantung lokasi konselor dan klien.
·      Meskipun terbukti bahwa konseling client centered diakui efektif, tapi bukti-bkti tidak cukup sistematik dan lengkap terutama yang berkaitan dengan klien yang kecil tanggung jawabnya.
·      Sulit bagi konselor untuk benar-benar bersifat netral dalam situasi hubungan interpersonal.





Sumber :
Mohamad. Surya. 2003. Teori-Teori Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy
Prayitno. 1998. Konseling Pancawaskita. Padang: UNP
Taufik. 2012. Model – model Konseling.  Padang : UNP

Tidak ada komentar:

Posting Komentar