Entri Populer

Minggu, 28 September 2014

Pendidikan Karakter dan Keteladanan



BAB II
PENDIDIKAN KARAKTER DAN KETELADANAN

A.  Definisi Keteladanan
Keteladanan (dalam http://id.shvoong.com) adalah teknik pendidikan yang paling baik, dan karena itu mendasarkan pendidikan diatas dasar, seorang anak memperoleh anak dari keluarga dan orang tua agar ia semenjak kecil sudah menerima norma – norma dan berjalan berdasarkan konsepsi yang tinggi. Keteladanan dalam kamus besar Indonesia adalah perbuatan yang patut ditiru dan patut di contoh.
Dalam pendidikan, nasihat tidaklah cukup bila tidak dibarengi dengan keteladanan dan perantara yang memungkinkan keteladanan itu diikuti dan diteladani
Memberi teladan adalah hal yang sangat mudah bagi guru dalam dunia pendidikan. Semua guru pasti selalu memberikan teladan yang baik bagi para siswanya. Menjadi guru teladan adalah bagaimana supaya prinsip, semangat dan perilakunya dapat dicontoh oleh siswanya. Bukan hanya sekedar memberikan contoh namun menjadi contoh bagi siswanya. Bukan hanya memotivasi siswa agar berprestasi namun seorag guru teladan juga harus berprestasi. Sehingga sikap dan kata – kata serta perilaku guru akan menjadi motivasi untuk siswanya (dalam http://fakhrihidayat.blgospot.com).

B.  Pendidikan Karakter
Menurut Nicholo Machhiaveli, pendidikan adalah dalam rangka proses penyempurnaan diri manusia secara terus menerus, hal ini terjadi karena kodrati manusia memiliki kekurangan dan ketidak lengkapan. Intervensi melalui pendidikan, menurut Nicholo, merupakan salah satu cara bagi manusia untuk melengkapi apa yang kurang dan melengkapi dari ketidak sempurnaannya.
Secara etimologis, kata pendidikan berasal dari 2 kata, yaitu educare dan educere.  Kata educare memiliki konotasi melatih dan menjinakkan. Jadi, dalam konteks ini, manusia dianggap seperti hewan, yang dapat dilatih menjadi pandai atau menjadi jinak. Jadi, pendidikan merupakan suatu proses yang membantu mengembangkan, mendewasakan, membuat yang tidak tertata atau liar menjadi teratur atau lebih tertata. Sementara, kata educere memiliki makna keluar dari dan memimpin. Keluar dari maksudnya adalah kemampuan manusia keluar dari keterbatasan fisik kodrati yag dimilikinya dan kemampuan relasional dalam hubungannya dengan masyarakat. Sehingga, seseorang manusia sebagai individu, melalui proses pendidikan mampu bekerja sama dengan orang lain diluar dirinya untuk mencapai tujuan bersama diluar masyarakat.
Secara umum, sering mengasosiasikan karakter dengan apa yang disebut dengan temperamen yang memberinya sebuah batasan psikososial. Juga memahami karakter dari sudut pandang behavioral yang menekankan unsur somatopsikis yang dimiliki individu sejak lahir. Dalam hal ini, karakter dianggap sama dengan kepribadian.
Istilah pendidikan karakter sudah sangat familiar. Pendidikan  karakter dalam beberapa tahun ini menggema menjadi sebuah perbincangan yang hagat dikalangan akademisi. Lagi – lagi era globalisasi menjadi kambing hitam. Salah satu dampak negatif dari era globalisasi adalah munculnya generasi instan, yaitu generasi hedonis, generagi yang menekankan pada aspek kesenangan dan kenikmatan tanpa melalui usaha kerja keras dan pengorbanan. Generasi instan terlalu banyak dimanjakan oleh berbagai fasilitas untuk memenuhi keinginan dan kebutuhannya, manakala ia tidak dapat memenuhi keinginannya maka muncullah karakter negatif berupa jalan pintas, menghalalkan segala cara untuk meraihnya. Jika generasi sekarang sudah berteman dengan miras, narkoba, seks bebas, tawuran pelajar, atau mahasiswa dan akrab dengan dunia malam maka hilanglah karakter mereka. Hilanglah karakter sebuah generasi yag konon menjadi generasi penerus bangasa.
Sekolah diharapkan menjadi wahana yang tepat untuk menekankna kepada generasi muda tentang pendidikan karakter. Sejauh ini sekolah memang sering mendapatkan kritikan pedas terkait dengan lemahnya karakter generasi saat ini. Sekolah dituduh “mencekoki” anak – anak dengan pengetahuan dan keterampilan belaka namun mengabaikan nilai – nilai kepribadian, keterampilan mengelola diri.
Pendidikan karakter adalah sebuah kesempatan bagi penyempurnaan diri manusia. Dengan demikian bisa memahami pendidikan karakter sebagai usaha manusia untuk menjadika dirinya sebagai manusia yang berkeutamaan. Pendidikan karakter merupakan hasil usahanya dalam mengembangkan dirinya.
C.  Karakteristik Pendidik yang Teladan
Karakteristik seorag pendidik menurut Al-Munir adalah antara lain:
1.      Memiliki aqidah, akhlak dan perilaku yang dapat dijadikan teladan bagi peserta didik. Pendidik harus menjadi teladan bagi peserta didik baik perbuatan,perkataan maupun perilakunya.
2.      Profesonal
Profesi pendidik adalah profesi yang sangat mulia. Seorang pendidik harus memiliki bekal dan persiapan yang matang dalam menjalankan keteladanan yang dimilikinya.
D.  Bentuk – bentuk Keteladanan
Bentuk – bentuk keteladan (dalam http://sobatabrori.wordpress.com) dibagi menjadi 2, antara lain:
1.    Keteladanan disengaja
Keeladanan kadang kala diupayakan dengan cara disengaja, yaitu pendidik sengaja memberi contoh yang baik kepada peserta didik supaya dapat menirunya.
2.    Keteladanan tidak disengaja
Keteladanan ini terjadi ketika pendidik secara alami memberikan contoh – contoh yang tidak baik dan tidak ada unsur sandiwara didalamnya. Dalam hal ini, pendidik menampilkan figur yang dapat memberikan contoh yang baik didalam maupun diluar kelas.
E.  Langkah – langkah Menjadi Guru Teladan
Adapun langkah – langkah menjadi guru taulada adalah (Suwayuwo, 2011)
1.    Tauhid
Seorang harus memiliki aqidah yang benar. Mempercayai bahwa Allah-lah yang maha memberikan rezeki, memberikan hidayah kepada hamba – hamba-Nya. Guru juga harus meyakini bahwa Allah memiliki nama – nama dan sifat yang mulia.
2.    Zuhud
Guru yang zuhud berarti tidak terpesona oleh keindahan dunia dan kenikmatan dunia. Dia sederhana, hidupnya tidak hedon, melainkan selalu merasa puas atas rezeki Allah.
3.    Manajemen Waktu
Guru harus berusaha agar waktunya tidak lewat begitu saja. Guru harus memanfaatkan waktu sebaik – baiknya, agar jangan ada yang terlewatkan tanpa mendatangkan kebaikan didunia dan diakhirat.
4.    Mengambil andil ditengah masyarakat
5.    Menjauhkan diri dari rezeki yang haram
F.   Harapan Peserta Didik dan Keteladanan
Dalam hubungan pendidikan peserta didik selalu memandang kepada pendidik. Pendidik menjadi focus dan tambatan pergatian untuk meniruan bagi peserta didik. Pendidik dipandang dari dimensi kemanusiaannya, dipandang sebagai manusoa yang menjunjung kebenaran dan keluhuran, sebagai menusia dengan aku dan kediriannya yang matang, teguh dan dinamis, dengan kemampuan sosialnya yang menyejukkan dengan kesusilaan nya yang tinggi serta dengan keimanan dan ketakwaan yang dalam.
Dari segi peserta didik pendidik menjadi tumpuan harapan, menjadi sumber inspirasi dan energy bagi  bergeraknya proses pendidikan, dengan harapan seperti itu pada diri peserta didik tumbuh berbagai tuntutan yang hendaknya dipenuhi pendidik. Harapan atau tuntutan itu sebagian besar bersangkut paut dengan arah peniruan-peniruan yang terjadi dalam hubungan antara peserta didik dan pendidik, harapan itu ada yang menyangkut profil sikap, maupun sikap pendidik secara keseluruhan, yang kesemuanya itu dapat dikembalikan kepada kelima dimensi kemanusiaan.
Good and Brophy menghimpun berbagai himpuan tentang harapan siswa terhadap guru antar lain:
1.         Profioguru yang diharapkan siswa:
a)         Periang
b)         Suka berteman
c)         Beremosi matang
d)        Jujur, apa adanya dan tidak berpura-pura
e)         Dapat di percaya
f)          Sehat mental
g)         Dapat menyesuaikan diri
h)         Pribadi yang kuat
2.         Sikap guru yang diharapkan
a)         Aktif mendengarkan apa yang dikemukakan siswa tanpa bersikap mempertahankan diri atau menjadi otoriter
b)         Apabila mengahadapi masalah siswa menghindari solusi yang mengarah kepada pemecahan masalah yang bersifat menang atau kalah.
c)         Berorientasi pada pemecahan masalah (problem solving) menghindari perlakuan negative seperti sikap menarik diri, menyalahkan orang lain, histeris dan reaksi emosional lainnya.
3.         Figur guru oritatif (bukan otoriter) menurut harapan siswa :
a)         Menjaga dan menegakkan aturan, jika perlu ada tindakan yang cukup keras dan tegas.
b)         Aktif melakukan tugas-tugasnya.
c)         Dapat menjelaskan dengan baik : uraiannya dapat dimengerti, dan jika diperlukan (ditanya) dapat menerangkan dengan baik.
d)        Menarik dan tidak membosankan.
e)         Adil : taat asas, tidak pilih kasih.
f)          Enak diajak berteman : sopan, bicara lembut (tidak keras atau membentak), dapat tertawa (jika layak untuk tertawa).
4.         Cirri guru yang sukses, sebagaimana harapan siswa :
a)         Memiliki persepsi yang realistic terhadap diri sendiri dan siswa :
·            Persepsinya tidak diwarnai oleh semacam romantisme (rasa senang atau sayang), kebencian, kekerasan, masalah-masalah pribadi, ketakutan, kekhawatiran dan reaksi-reaksi emosional lainnya yang dapat merenggakan hubungan.
b)         Menikmati hubungannya dengan siswa :
·            Menyempatkan diri bicara dengan siswa tanpa larut ataupun kehilangan identitas, suka berteman tanpa terlalu akrab suka berada dalam suatu kelompok tanpa harus menjadi anggota kelompok.
c)         Benar-benar menghayati perannya dan senang dengan perannya itu
·            Jelas dan konsisten dengan hubungannya dengan siswa, tahu apa yang layak dan tidak layak dilakukan.
d)        Memiliki sikap yang jika ditetang atau diuji :
·            Tidak marah jika ada siswa “mencoba”,tidak merasa menang jika dapat mengatasi tantangan, atau merasa kalah jika tidak dapat menjawab sesuatu.
e)         Menampilkan kesabaran dan sekaligus ketegasan :
·            Tidak ada maaf untuk sesuatu yang harus dilakukan, memahami apa yang terjadi, tidak reaktif tetapi responsive, percaya diri, kalem dalam menghadapi krisis.






KEPUSTAKAAN
Prayitno.2008. Dasar Teori dan Praktis. Padang : UNP

Tidak ada komentar:

Posting Komentar