KONSELING
PSIKOANALISIS KLASIK (KOPSAK)
A.
Perkembangan
Kepribadian Salah Suai
Menurut teori KOPSAK
(Budifilo, 2012) pribadi menyimpang berasal/ bermasalah adalah jika terdapat
dinamika yang tidak efektif antara Id, Ego, dan Super Ego. Dimungkinkan ego selalu
mengikuti dorongan – dorongannya dan mengabaikan tuntutan moral atau ego selalu
mempertahankan kata hatinya menyalurkan keinginan atau kebutuhan dan juga
proses belajar yang tidak benar pada masa kanak – kanak.
Sumber kepribadian yang
abnormal, menurut Hansen JC Stevic RR dan Warner (dalam Taufik, 2012: 35)
membagi atas dua bagian, yaitu:
1.
Ketidaksesuaian dan ketidakefektifan
antara kerja id, ego, dan super ego
2.
Proses belajar pada masa kanak – kanak
yang tidak sesuai atau tidak benar
Akibat dari ketidakefektifan
kerja id ego, dan super ego akan menimbulkan kecemasan pada diri individu,
karena mungkin ada yang direpresi, dan yang direpresi itu setiap kali ingin
muncul kedalam kesadaran.
Proses belajar pada
masa kanak – kanak atau yang tidak benar, misalnya anak terlalu banyak mendapat
tekanan atau diindoktrinasi dengan nilai – nilai yang amat kaku, dapat
mempengaruhi perkembangan kepribadian, karena hal demikian konflik – konflik
dalam diri sendiri (Taufik, 2012: 36).
Selanjutnya Hansen
(dalam Taufik, 2013: 36) menjelaskan bahwa hakekat dari neurosis itu terletak
pada awal dan mekanisme pertahanan diri yang dipakai untuk menahan dari
ketegangan, terhadap perkembangan seksual dan tingkah laku yang agresif.
Taufik (2012: 36)
mengatakan bahwa orang yang terlalu banyak menggunakan mekaisme pertahanan diri
dalam kehidupannya tergolong memiliki kepribadian abnormal (salah suai). Pada
lubuk hati orang tersebut sebetulnya apa yang dilakukannya tidak sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya.
B.
Tujuan
Konseling dan Teknik Konseling
1. Tujuan Konseling
Tujuan konseling
pendekatan psikoanalisis klasis adalah menjadikan hal – hal yang tidak disadari
klien menjadi disadarinya. Rochman Natawidjaya (dalam Taufik: 2012: 36)
menjelaskan lebih lanjut bahwa tujuan konseling itu adalah usaha menata kembali
struktur watak dan kepribadian klien. Tujuan itu dicapai dengan membuat konflik
– konflik yang tidak disadari dan dengan menguji dan menjajaki materi yang
bersifat intra psikis.
Strategi pokok dari
konseling psikoanalisis klasik ini adalah “khatarsis”, yaitu usaha melepas
kesan – kesan yang selalu mendesak dari bawah sadar klien, yang selama ini
tidak bisa dilepaskan atau selalu direpresi. Pelepasan kesan – kesan tersebut
akan dapat membantu suasana perasaan klien menjadi lega. Untuk itu, suasana
yang bebas ancaman amat diperlukan dalam kegiatan konseling.
2. Teknik Konseling KOPSAK
a)
Asosiasi Bebas
Asosiasi
bebas merupakan alat untuk mengungkapkan bahan – bahan yang terdesak atau yang
berada dalam ketidaksaran klien. Apabila klien bersedia mengatakan apapun yang
terlintas dalam ingatannya tentang orang lain, maka klien itu secara intuitif
akan mampu menembus penolakannya dan akan menemukan sikap – sikap yang
melandasi penolakannya itu.
Melalui
asosiasi bebas menurut Taufik (2012: 19) dapat dipanggil kembali pengalaman –
pengalaman masa lampau dan pelepasan emosi – emosi yang berkaitan dengan
situasi traumatic di masa lampau. Pelepasan emosi – emosi yang tertahan selama
ini disebut jugan dengan katarsis.
Tugas
konselor selama proses asosiasi bebas berlangsung adalah mengenali bahan –
bahan yang direpresi dan dikurung dalam ketidaksadaran klien. Dalam hal ini,
konselor dapat menafsirkan bahan – bahan itu dan menyampaikannya pada klien
serta membimbingnya untuk memahami.
Dalam
situasi asosiasi bebas yang terpenting adalah bagaimana si konselor dapat
menciptakan situasi yang benar – benar bebas, sehingga dengan kebebasannya itu,
klien dapat mengingat masa lalu yang menimbulkan kesan negative pada dirinya
dan itu merupakan sumber dari tingkah laku salah suainya dimasa sekarang.
Penciptaan situasi bebas adalah dengan cara konselor berusaha meruntuti
kejadian yang masih dapat diingat klien sewaktu mengikuti kegiatan konseling.
Cara
melakukan asosiasi bebas menurut Rochman Natawijaya (dalam Taufik, 2012: 38)
misalnya dengan mempersilahkan klien untuk tidur berbaring, kemudian diajak
klien dan memberikan kesempatan sebebas – bebasnya untuk menceritakan tentang
apa saja yang dirasakan, kemudian mengajak klien dan memberikan kesempatan
sebebas – bebasnya untuk menceritakan tentang apa saja yang dirasakan, yang
dialaminya dimasa lalu dan keinginan – keinginan yang direpresinya. Dalam hal
ini reaksi konselor terus mengajak klien untuk mengemukakan lebih lanjut
tentang apa yang dirasakannya.
b)
Analisis Mimpi
Bagi
pendekatan psikoanalisis, mimpi dianggap penting karena mimpi selalu melalui
mimpi dapat diungkapkan kesan – kesan yang direpresi dan mimpi merupakan
pemuasan keinginan – keinginan yang tidak dapat dicapai dalam kenyataan.
Perlu
diperhatikan bahwa menurut Rochman Natawijaya (dalam Taufik, 2012: 39) bahwa
mimpi itu memilikiisi yang bersifat ternyatakan dan disadari, dan juga bersifat
laten atau tersembunyi.isi yang dinyatakan adalah mimpi sebagai tampak pada
diri orang yang mimpi itu, sedangkan yang laten terdiri dari motif – motif
tersamar dan tidak disadari yang menunjukkan makna tersembunyi dari mimpi itu.
Karena mimpi merupakan kunci yang membukakan apa – apa yang terkurung di dalam
ketaksadaran, maka tujuan analisis mimpi itu adalah untuk mencari isi yang
laten dibawah yang ternyatakan dan secara berangsung – angsur menemukan konflik
– konflik terdesak.
Selanjutnya
tugas konselor dalam aalisis mimpi adalah menyingkap makna – makna yang
disamarkan dengan mempelajari symbol – symbol yang terdapat pada isi manifest
mimpi. Setelah itu, konselor dapat menafsirkan isi mimpi yang dikemukakan klien
terhadap kesan – kesasnnya pada seseorang dan dapat juga menghubungkan apa yang
dialaminya dalam mimpi dengan yang pernah dialaminya dalam kehidupa masa kecilnya.
c) Transferensi
(Pengalihan)
Transferensi
maksudnya adalah pengalihan objek perasaan pada orang lain, dalam hal ini klien
mengarahkan apa yang dirasakan dan dimauinya kepada konselor, yang selama ini
tidak dapat dilakukannya. Dalam proses transferensi ini, si klien menghayati
kembali perasaan – perasaan tersebut pada konselor. Perasaan dimaksud bisa yang
bersifat positif ataupun perasaan negative, misalnya cinta dan benci.
Melalui
transferensi ini memungkinkan klien mampu memperoleh pemahaman atas sifat dari
fiksasi – fiksasi dan depresi – depresinya, dan menyajikan pemahaman tentang
pengaruh masa lampau terhadap kehidupannya sekarang.
d) Penafsiran
Penafsiran
digunakan oleh konselor menurut Taufik (2012: 42) agar klien mampu menggunakan
fikiran dan memfungsikan kembali kerja ego dan super egonya. Penafsiran
dirancang agar klien sedikit demi sedikit dapat menghadapi kenyataan.
Fungsi
penafsiran adalah mendorong ego klien untuk mensimulasikan bahan – bahan baru
dan mempercepat proses penyingkapan bahan tak sadar lebih lanjut. Penafsiran
konselor menyebabkan pemahaman dan tidak terhalangnya bahan – bahan yang tidak
disadari pihak klien
C.
Kelebihan
dan Kelemahan Teori KOPSAK
1.
Kelebihan
Teori KOPSAK
Kelebihan dari
pendekatan teori ini adalah:
a.
Kehidupan mental individu menjadi bisa
dipahami, da dapat memahami sifat manusia untuk meredakan penderitaan manusia
b.
Pendekatan ini dapat mengatasu kecemasan
melalui analisis mimpi – mimpi, resistensi – resistensi dan tranferensi –
tranferensi
c.
Pendekatan ini memberikan kepada
konselor suatu kerangka konseptual untuk melihat tingkah laku serta untuk
memahami sumber – sumber dan fungsi simptomatologi
2.
Kelemahan
Teori KOPSAK
Kelemahan dari
pendekatan teori ini adalah:
a.
Pandangan yang terlalu deterministik
dinilai terlalu merendahkan martabat kemanusiaan
b.
Terlalu banyak menekankan kepada masa
kanak – kanak dan menganggap kehidupan seolah – olah ditentukan oleh masa lalu.
c.
Cenderung meminimalka rasionalitas
d.
Data penelitian empiris kurang banyak
mendukung sstem dan konsep psikoanalisis seperti konsep tentang energy psikis
yang menentukan tingkah laku manusia
KEPUSTAKAAN
Budifilo. 2012. “Teori Konseling
Psikoanalisis”. (online). (http://budifilo.wordpress.com/2012/11/28/teori-konseling-psikoanalisis, diakses pada
15 Februari 2014)
Taufik. 2012. Model – Model Konseling. Padang: Jurusan Bimbingan Konseling
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar