Entri Populer

Kamis, 06 November 2014

Correctional Counseling


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Correctional counseling merupakan konseling yang diberikan kepada orang – orang yang memerlukan perbaikan sikap baik secara fisik maupun psikologis, biasanya correctional counseling ini banyak diberikan pada warga binaan yang berada di lembaga pemasyarakatan.
Meskipun mereka berada dalam sebuah lembaga pemasyarakatan, akan tetapi diantara mereka tentu masih ada yang ingin merubah sikap dan perilakunya. Dalam hal ini, konselor yang sekiranya memiliki tugas untuk membantu para narapidana yang memerlukan bantuan tersebut.
Banyak hal yang dapat dibantu oleh seorang konselor dalam membantu para narapidana yang ada dalam lapas, akan tetapi seorang konselor juga tentu harus memiliki kemampuan yang khusus untuk dapat memberikan layanan konseling di lembaga pemasyarakatan itu.  Dalam memberikan arahan ataupun berbagai layanan kepada klien yang ada di lembaga pemasyarakatan tersebut, tentulah seorang konselor itu harus siap dan berani menghadapi para narapidana yang disana. Tidak hanya mental yang harus dipersiapkan serta kemampuan, akan tetapi seorang konseor juga harus memiliki keterampilan yang khusus dalam memberikan layanan konseling di lembaga pemasyarakatan.
Selain dalam memenuhi tugas mata kuliah konseling populasi khusus tentang correctional counseling, ingin lebih memahami lagi tentang materi tersebut. Untuk itu, dalam makalah ini akan dibahas tentang “Correctional Counseling”, yang mana diharapkan setelah dibahasnya dalam makalah ini, baik penulis dan mahasiwa yang lainnya, dapat lebih memahami bagaimana correctional counseling tersebut.

B.     Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, untuk rumusan masalah yang akan dibahas yaitu:
1.      Apa pengertian dari  correctional counseling?
2.      Bagaimana karakteristik correctional counseling?
3.      Bagaimana identifikasi correctional counseling?
4.      Bagaimana cara menjadi konselor untuk narapidana?

C.    Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.      Memenuhi tugas mata kuliah Konseling Populasi Khusus
2.      Memahami pengertian dari correctional counseling
3.      Mengetahui karakteristik correctional counseling
4.      Memahami cara mengidentifikasi correctional counseling
5.      Memahami cara menjadi konselor untuk narapidana







BAB II
CORRECTIONAL COUNSELING

A.    Pengertian Correctional Counseling
Correctional counseling merupakan konseling yang diberikan kepada orang – orang yang memerlukan perbaikan sikap baik secara fisik maupun psikologis, biasanya  correctional counseling ini banyak diberikan kepada warga binaan yang berada di lembaga pemasyarakatan, sehingga mereka sadar dan menyadari perilaku menyimpang yang dilakukannya, melalui konseling dan terapi psikologis.
Lembaga pemsyarakatan (Lapas) adalah tempat seseorang yang terlibat konflik hukum. Artinya, orang yang telah melakukan pelanggaraan hukum akan ditempatkan di Lapas atau Rutan (Rumah Tahanan) (Admin, 2011).
Lembaga pemsyarakatan (disingkat dengan LP atau Lapas) adalah tempat untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di Indonesia. Sebelum dikenal istilah lapas, di Indonesia, tempat tersebut disebut dengan istilah penjara. Lembaga Pemasyarakatan merupakan unit pelaksana teknis di bawah Direktorat Jenderal Pemsyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (dahulu Departemen Kehakiman).
Penghuni Lapas bisa saja narapidana (napi) atau warga binaan pemasyarakatan (WBP) bisa juga yang statusnya masih tahanan, maksudnya orang tersebut masih berada dalam proses peradilan dan belum ditentukan bersalah atau tidaknya oleh hakim. Pegawai negeri sipil yang menangani pembinaan narapidana dan tahanan di lembaga pemasyarakatan disebut dengan petugas pemasyarakatan atau dahulu dikenal dengan istilah sipir penjara.
Adanya model pembinaan bagi napi didalam lapas tidak terlepas dari sebuah dinamika yang bertujuan untuk lebih banyak memberikan bekal bagi napi dalam menyongsong kehidupan setelah selesai menjalani masa hukuman (bebas). Seperti halnya yang terjadi jauh sebelumnya, peristilahan penjara pun telah mengalami perubahan menjadi pemasyarakatan (Admin, 2011)
Departemen Hukum dan HAM sebagai payung sistem pemasyarakatan Indonesia, menyelenggarakan sistem pemasyarakatan agar narapidana dapat memperbaiki dan tidak mengulangi tindak pidana, sehingga napi dapat diterima kembali dalam lingkungan masyarakatnya, kembali aktif berperan dalam pembangunan serta hidup secara wajar sebagai seorang warga Negara.
Saat seorang narapidana menjalani vonis yang dijatuhkan oleh pengadilan, maka hak-haknya sebagai warga negara akan dibatasi. Sesuai UU No.12 Tahun 1995, narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan. Walaupun terpidana kehilangan kemerdekaannya, tapi ada hak-hak narapidana yang tetap dilindungi dalam sistem pemasyarakatan Indonesia.
Setelah proses pembinaan telah berjalan selama  2/3 masa pidana yang sebenarnya atau sekurang-kurangnya 9 bulan, maka pembinaan dalam tahap ini memasuki pembinaan tahap akhir. Pembinaan tahap akhir yaitu berupa kegiatan perencanaan dan pelaksanaan program integrasi yang dimulai sejak berakhirnya tahap lanjutan sampai dengan selesainya masa pidana. Pada tahap ini, bagi narapidana yang memenuhi syarat diberikan cuti menjelang bebas atau pembebasan bersyarat. Pembinaan dilakukan diluar Lapas oleh Balai Pemasyarakatan (BAPAS) yang kemudian disebut pembimbingan Klien Pemasyarakatan.
Dalam pelaksanaan pembinaan dan bimbingan terhadap warga binaa, pihak lembaga pemasyarakatan mempunyai prosedur yang dapat ditempuh oleh warga binaan. Setiap warga binaan mempunyai wali pemasyarakatan yang berkewajiban untuk menjelaskan tentang proses pembinaan yang harus dijalani oleh warga binaan. Selain mendapatkan pembinaan dan bimbingan, warga binaan juga mendapatkan beberapa fasilitas yang dapat digunakan, misalnya warga binaan bisa melakukan konseling dengan tim konseling.
Fasilitas ini bertujuan agar warga binaan yang memiliki permasalahan dan membutuhkan tempat untuk bercerita dapat menceritakan permasalahannya kepada tim konseling sehingga dapat meringankan beban pikirannya. Begitu pula dengan tim konseling akan berusaha untuk membantu atas permasalahan yang dialami oleh warga binaan. Warga binaan diberi kebebasan untuk mengikuti kegiatan mana yang sesuai dengan kemampuannya. Dengan demikian diharapkan warga binaan dapat memiliki potensi yang sesuai dengan kemampuannya dan selanjutnya dapat diimplementasikan jika kelak mereka sudah kembali ke masyarakat.
Tujuan tersebut diwujudkan dalam kegiatan – kegiatan yang nantinya akan dilaksanakan oleh warga binaan. Kegiatan tersebut meliputi kegiatan pembinaan dan kegiatan bimbingan dan latihan kerja.  Wali pemasyarakatan bertugas mendampingi warga binaan dalam menjalani pembinaan, penghubung atara warga binaan dengan pihak lembaga pemasyarakatan, mengamati segala perilaku warga binaan dan perkembangan pembinaan yang diterima oleh warga pembinaan.
Dalam proses pembinaan yang dilakukan pihak lapas terhadap warga binaannya ada beberapa fasilitas yang dapat diperoleh oleh warga binaan. Setiap warga binaan memiliki wali pemasyarakatan yang akan mendampingi mereka dalam menjalani proses pembinaan. Warga binaan juga bisa melakukan konsleing, dimana kegiatan konsleing ini bertujuan agar setiap warga binaan untuk menceritakan permasalahan yang dihadapinya, begitu pula dengan tim konseling akan berusaha untuk membantu warga binaan menghadapi permasalahannya.
Lembaga konseling menunjukkan bagaimana untuk mengatasi kebutuhan – kebutuhan klien pemasyarakatan selama pemenjaraan dan bagaimana mempersiapkan klien akan dirilis ke masyarakat. Menggunakan model pertumbuhan kognitif untuk memeriksa isu – isu utama dalam pemasyarakatan konseling, teks ini meliputi peran konselor, pnegaturan kerja dan tantangan, pelaku klasifikasi dan penilaian, proses konseling dan intervensi/ terapi teknik.

B.     Karakteristik Correctional Counseling
Tujuan akhir dari sistem pemasyarakatan adalah bersatunya kembali Warga Binaan Pemasyarakatan dengan masyarakat, sebagai warga Negara yang baik dan bertanggung jawab, sehingga keberadaan mantan Warga Binaan di masyarakat nantinya diharapkan mau dan mampu untuk ikut membangun masyarakat dan bukan sebaliknya justru menjadi penghambat dalam pembangunan. Dalam konteks tersebut sistem pembinaan narapidana dengan orientasi yang berbasis di masyarakat (Community - Based corrections) menjadi pilihan yang efektif dalam sistem pemasyarakatan.  Community - Based corrections merupakan suatu metode baru yang digunakan untuk mengintegrasikan narapidana kembali ke kehidupan masyarakat. Semua aktifitas yang mengarah ke usaha penyatuan komunitas untuk mengintegrasikan narapidana ke masyarakat.
Adapun karakteristik dalam lembaga pemasyarakatan yaitu sebagai berikut :
1.      Pelayanan yang diberikan kepada para narapidana tersebut dapat dikelompokkan sesuai dengan jenis kelamin ataupun kasus yang sedang ia jalani.
2.      Lembaga Pemasyarakatan tidak terlepas dari sebuah dinamika, yang bertujuan untuk lebih banyak memberikan bekal bagi Narapidana dalam menyongsong kehidupan setelah selesai menjalani masa hukuman (bebas).
3.      Lembaga pemasyarakatan menguatkan usaha-usaha untuk mewujudkan suatu sistem Pemasyarakatan yang merupakan tatanan pembinaan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan.
4.      Lembaga pemasyarakatan mencakup proses pembinaan agar warga binaan menyadari kesalahan dan memperbaiki diri serta tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukan.
5.      Pembinaan di lembaga pemasyarakatan diharapkan agar mereka (para napi) mampu memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukannya.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang melakukan pelanggaran hukum. Dan faktor penyebab itulah yang harus dipelajari lebih dalam. Apakah perbuatan itu muncul karena sudah direncanakan atau karena desakan situasi yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan melanggar hukum.
Sebagai Lembaga Pemasyaraktan yang baru dibentuk di Indonesia, maka keberadan Lembaga Pemasyarakatan  Terbuka mempunyai tujuan dalam rangka mensukseskan tujuan sistem Pemasyarakatan sebagaimana yang diamanatkan dalam  UU No. 12 Th 1995 tentang Pemasyarakatan. Namun secara khusus pembentukan LAPAS mengandung maksud dan tujuan sebagai berikut : 
1.      Memulihkan kesatuan hubungan hidup kehidupan dan penghidupan narapidana di tengah tengah masyarakat;
2.      Memberi kesempatan bagi Narapidana untuk menjalakan fungsi sosial secara wajar yang selama ini dibatasi ruang geraknya selama di dalam Lembaga Pemasyarakatan, dengan begitu maka seorang Narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka dapat berjalan berperan sesuai dengan ketentuan norma yang berlaku di dalam masyarakat;
3.      Meningkatkan peran aktif petugas, masyarakat dan Narapidana itu sendiri dalam rangka pelaksanaan proses pembinaan;
4.      Membangkitkan motivasi atau dorongan kepada Narapidana serta memberikan kesempatan yang seluas luasnya kepada Narapidana dalam meningkatkan kemampuan / keterampilan guna mempersiapkan dirinya hidup mandiri di tengah-tengah masyarakat setelah selesai menjalani masa pidananya.

C.    Identifikasi
Lembaga konseling menunjukkan bagaimana untuk mengatasi kebutuhan – kebutuhan klien pemasyarakatan selama pemenjaraan dan bagaimana mempersiapkan klien akan dirilis ke masyarakat. Menggunakan model pertumbuhan kognitif untuk memeriksa isu – isu utama dalam pemasyarakatan konselin, teks ini meliputi peran konselor, pengaturan kerja dan tantangan, pelaku klasifikasi dan penilaian, proses konsleing, dan interview/terapi teknik.
Kegiatan pembinaan narapidana dibagi menjadi 2, yaitu:
1.      Pembinaan umum atau kelompok
2.      Pendekata yang dilakukan dengan pendekatan individu atau perorangan
Pendekatan individu atau perseorangan sifatnya lebih interpersonal antara narapida dan konselor atau petugas lembaga pemasyarakatan, dalam konseling individu. Pembina harus berperan aktif dalam membina dan membimbing narapidana agar dapat kembali kejalan yang benar. Kegiatan pembinaan ini dimaksudkan untuk membina dan membimbing narapidana secara personal dan lebih intensif. Kegiatan pembinaan dilakukan dalam bentuk kegiatan konseling individual.
Menurut Kartasasmita, penerapan Community-based corrections dapat dilakukan dengan memberdayakan warga binaan pemasyarakatan melalui 3 upaya sebagai berikut :
1.      Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Disini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap  manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat dikembangkan
2.      Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering) dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih positif selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana. Penguatan ini meliputi langkah-langkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input) serta pembukaan akses kepada berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya.
3.      Memberdayakan mengandung pola melindungi, dalam proses pemberdayaan harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah karena kurang berdaya menghadapi yang kuat. 
Dalam proses pembinaan narapidana oleh Lembaga Pemasyarakatan dibutuhkan sarana dan prasarana pedukung guna mencapai keberhasilan yang ingin dicapai. Sarana dan prasarana tersebut meliputi :
1.      Sarana Gedung Pemasyarakatan
Gedung Pemasyarakatan merupakan representasi keadaan penghuni di dalamnya. Keadaan gedung yang layak dapat mendukung proses pembinaan yang sesuai harapan. Di Indonesia sendiri, sebagian besar bangunan Lembaga Pemasyarakatan merupakan warisan kolonial, dengan kondisi infrastruktur yang terkesan ”angker” dan keras. Tembok tinggi yang mengelilingi dengan teralis besi menambah kesan seram penghuninya.
2.      Pembinaan Narapidana
Bahwa sarana untuk pendidikan keterampilan di Lembaga Pemasyarakatan sangat terbatas, baik dalam jumlahnya maupun dalam jenisnya, dan bahkan ada sarana yang sudah demikian lama sehingga tidak berfungsi lagi, atau kalau toh berfungsi, hasilnya tidak memadai dengan barang-barang yang diproduksikan di luar (hasil produksi perusahan).
3.      Petugas Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan
Berkenaan dengan masalah petugas pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan, ternyata dapat dikatakan belum sepenuhnya dapat menunjang tercapainya tujuan dari pembinaan itu sendiri, mengingat sebagian besar dari mereka relatif belum ditunjang oleh bekal kecakapan melakukan pembinaan dengan pendekatan humanis yang dapat menyentuh perasaan para narapidana, dan mampu berdaya cipta dalam melakukan pembinaan.
Proses identifikasi dalam correctional counseling (Lembaga Pemasyarakatan) ini juga dapat dilakukan melalui :
a.       Jenis kasus yang dilakukan oleh para narapidana tersebut.
b.      Berbagai instrumen seperti wawancara dan observasi guna untuk memperoleh data dari para napi sehingga konselor dapat memberi pelayanan sesuai dengan kebutuhannya.
c.       Himpunan data
D.    Cara Menjadi Konselor untuk Narapidana
Menjadi konselor pemasyarakatan tidak mudah. Konselor pemasyarakatan harus memiliki kulit yang tebal dan toleransi yang tinggi untuk bekerja dengan klien yang sulit atau bermusuhan. Harus memiliki batas – batas pribadi dan professional yang sangat baik dan baik keterampilan manajemen stress, karena stress yang tinggi di lingkungan tempat mereka bekerja. Selain itum mereka harus memiliki teknologi yang unggul, tertulis dan keterampilan komunikasi lisan dan dapat secara efektif menyampaikan ide dan pesan mereka kepada narapidana dan professional lainnya. Konseling pemasyarakat juga harus memiliki pemikira kritis yang baik dan keterampilan pengambilan keputusan, karena mereka perlu menilai kebutuhan narapidana dan memutuskan tindakan yang terbaik untuk situasi tertentu mereka.
Adapun beberapa hal yang perlu dipersiapkan untuk menjadi konselor bagi narapidana menurut Admin (2014) adalah:
3.      Pendidikan
Konselor pemasyarakatan biasanya memiliki setidaknya gelar sarjana dalam peradilan pidana atau bidang kesehatan mental terkait, seperti kerja sosial, sosiologi atau psikologi. Banuak lembaga pemasyarakatan lebih memilih kandidat yang memiliki gelar master, terutama jika mereka tidak memiliki pengalaman sebelumnya dilapangan. Konselor pemasyarakatan tidak biasanya diperlukan untuk dilisensikan, meskipun mereka mungkin memegang lisensi Negara dalam bidang masing – masing studi, jika ditawarkan.
4.      Pelatihan dan Pengalaman
Dalam kebanyakan kasus, konselor pemasyarakatan harus menyelesaikan kursus pelatihan khusus sebelum mereka dapat mulai bekerja. Mereka mungkin juga perlu menyelesaikan magang dimana mereka bekerja bersama konselor pemasyarakatan yang berkualitas. Konselor pemasyarakatan juga harus lulus prakerja khusus pengujian yang mencakup ujian lisan, tertulis dan psikologis untuk menentukan kesesuaian untuk tugas, dan menyelesaikan investigasi latar belakang criminal. Mereka biasanya harus menyelesaikan masa percobaan sebelum mereka dapat bekerja secara permanen.

5.      Informasi Tambahan
The BLS melaporkan bahwa konselor pemasyarakatan harus warga Negara AS berusia minimal 21 tahun, dan untuk posisi federal, tidak lebih dari 37. Konselor pemasyarakatan biasanya harus setuju untuk pengujian obar dan alcohol secara acak. Dalam kebanyakan kasus, mereka harus memiliki SIM yang masih berlaku. Konsleor pemasyarakatan kesehatan untuk mendapatkan credential bersertifikat pemasyarakatan kesehatan professional. Untuk mendapatkan mandate ini, harus lulus ujian, menyerahkan bukti pendidikan dan pengalaman kerja dan mengisi aplikasi.





BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Correctional counseling merupakan konseling yang diberikan kepada orang – orang yang memerlukan perbaikan sikap baik secara fisik maupun psikologis, biasanya  correctional counseling ini banyak diberikan kepada warga binaan yang berada di lembaga pemasyarakatan, sehingga mereka sadar dan menyadari perilaku menyimpang yang dilakukannya, melalui konseling dan terapi psikologis.
Penghuni Lapas bisa saja narapidana (napi) atau warga binaan pemasyarakatan (WBP) bisa juga yang statusnya masih tahanan, maksudnya orang tersebut masih berada dalam proses peradilan dan belum ditentukan bersalah atau tidaknya oleh hakim. Pegawai negeri sipil yang menangani pembinaan narapidana dan tahanan di lembaga pemasyarakatan disebut dengan petugas pemasyarakatan atau dahulu dikenal dengan istilah sipir penjara.
Adapun karakteristik dalam lembaga pemasyarakatan yaitu sebagai berikut :
1.      Pelayanan yang diberikan kepada para narapidana tersebut dapat dikelompokkan sesuai dengan jenis kelamin ataupun kasus yang sedang ia jalani.
2.      Lembaga Pemasyarakatan tidak terlepas dari sebuah dinamika, yang bertujuan untuk lebih banyak memberikan bekal bagi Narapidana dalam menyongsong kehidupan setelah selesai menjalani masa hukuman (bebas).
3.      Lembaga pemasyarakatan menguatkan usaha-usaha untuk mewujudkan suatu sistem Pemasyarakatan yang merupakan tatanan pembinaan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan.
4.      Lembaga pemasyarakatan mencakup proses pembinaan agar warga binaan menyadari kesalahan dan memperbaiki diri serta tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukan.
5.      Pembinaan di lembaga pemasyarakatan diharapkan agar mereka (para napi) mampu memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukannya.
Proses identifikasi dalam correctional counseling (Lembaga Pemasyarakatan) ini juga dapat dilakukan melalui :
a.       Jenis kasus yang dilakukan oleh para narapidana tersebut.
b.      Berbagai instrumen seperti wawancara dan observasi guna untuk memperoleh data dari para napi sehingga konselor dapat memberi pelayanan sesuai dengan kebutuhannya.
c.       Himpunan data

B.     Saran
Dengan selesainya dibahas materi tentang correctional counseling ini, diharapkan agar semua mahasiswa mampu dan memahami serta dapat mengaplikasikan dirinya menjadi konselor untuk lembaga pemasyarakatan.











KEPUSTAKAAN
Admin. 2011. Correctional Counseling. (online).(http://bknpsikologi.blogspot.com/2011/04/correctional-counseling.html, diakses pada 23 maret 2014, pukul 22.00)

2 komentar:

  1. Halo. Terima kasih untuk postingan yang sangat informatif ini.
    Salam.

    BalasHapus
  2. Halo mbak,alhamdulillah...tulisan saya dapat bermanfaat bagi mbak. terimakasih atas kunjungannya mbak. wksalam

    BalasHapus