BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Correctional
counseling merupakan konseling yang diberikan kepada orang –
orang yang memerlukan perbaikan sikap baik secara fisik maupun psikologis,
biasanya correctional counseling ini
banyak diberikan pada warga binaan yang berada di lembaga pemasyarakatan.
Meskipun mereka berada dalam sebuah
lembaga pemasyarakatan, akan tetapi diantara mereka tentu masih ada yang ingin
merubah sikap dan perilakunya. Dalam hal ini, konselor yang sekiranya memiliki
tugas untuk membantu para narapidana yang memerlukan bantuan tersebut.
Banyak hal yang dapat dibantu oleh
seorang konselor dalam membantu para narapidana yang ada dalam lapas, akan
tetapi seorang konselor juga tentu harus memiliki kemampuan yang khusus untuk
dapat memberikan layanan konseling di lembaga pemasyarakatan itu. Dalam memberikan arahan ataupun berbagai
layanan kepada klien yang ada di lembaga pemasyarakatan tersebut, tentulah
seorang konselor itu harus siap dan berani menghadapi para narapidana yang
disana. Tidak hanya mental yang harus dipersiapkan serta kemampuan, akan tetapi
seorang konseor juga harus memiliki keterampilan yang khusus dalam memberikan
layanan konseling di lembaga pemasyarakatan.
Selain dalam memenuhi tugas mata
kuliah konseling populasi khusus tentang correctional
counseling, ingin lebih memahami lagi tentang materi tersebut. Untuk itu,
dalam makalah ini akan dibahas tentang “Correctional
Counseling”, yang mana diharapkan setelah dibahasnya dalam makalah ini,
baik penulis dan mahasiwa yang lainnya, dapat lebih memahami bagaimana correctional counseling tersebut.
B.
Rumusan
Masalah
Dalam makalah ini, untuk rumusan
masalah yang akan dibahas yaitu:
1. Apa
pengertian dari correctional counseling?
2. Bagaimana
karakteristik correctional counseling?
3. Bagaimana
identifikasi correctional counseling?
4. Bagaimana
cara menjadi konselor untuk narapidana?
C.
Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini
adalah:
1. Memenuhi
tugas mata kuliah Konseling Populasi Khusus
2. Memahami
pengertian dari correctional counseling
3. Mengetahui
karakteristik correctional counseling
4. Memahami
cara mengidentifikasi correctional
counseling
5. Memahami
cara menjadi konselor untuk narapidana
BAB
II
CORRECTIONAL COUNSELING
A.
Pengertian
Correctional Counseling
Correctional
counseling merupakan konseling yang diberikan kepada orang –
orang yang memerlukan perbaikan sikap baik secara fisik maupun psikologis,
biasanya correctional counseling ini banyak
diberikan kepada warga binaan yang berada di lembaga pemasyarakatan, sehingga
mereka sadar dan menyadari perilaku menyimpang yang dilakukannya, melalui
konseling dan terapi psikologis.
Lembaga pemsyarakatan (Lapas)
adalah tempat seseorang yang terlibat konflik hukum. Artinya, orang yang telah
melakukan pelanggaraan hukum akan ditempatkan di Lapas atau Rutan (Rumah
Tahanan) (Admin, 2011).
Lembaga pemsyarakatan (disingkat
dengan LP atau Lapas) adalah tempat untuk melakukan pembinaan terhadap
narapidana dan anak didik pemasyarakatan di Indonesia. Sebelum dikenal istilah
lapas, di Indonesia, tempat tersebut disebut dengan istilah penjara. Lembaga
Pemasyarakatan merupakan unit pelaksana teknis di bawah Direktorat Jenderal
Pemsyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (dahulu Departemen
Kehakiman).
Penghuni Lapas bisa saja narapidana
(napi) atau warga binaan pemasyarakatan (WBP) bisa juga yang statusnya masih
tahanan, maksudnya orang tersebut masih berada dalam proses peradilan dan belum
ditentukan bersalah atau tidaknya oleh hakim. Pegawai negeri sipil yang
menangani pembinaan narapidana dan tahanan di lembaga pemasyarakatan disebut
dengan petugas pemasyarakatan atau dahulu dikenal dengan istilah sipir penjara.
Adanya model pembinaan bagi napi
didalam lapas tidak terlepas dari sebuah dinamika yang bertujuan untuk lebih
banyak memberikan bekal bagi napi dalam menyongsong kehidupan setelah selesai
menjalani masa hukuman (bebas). Seperti halnya yang terjadi jauh sebelumnya,
peristilahan penjara pun telah mengalami perubahan menjadi pemasyarakatan
(Admin, 2011)
Departemen Hukum dan HAM sebagai
payung sistem pemasyarakatan Indonesia, menyelenggarakan sistem pemasyarakatan
agar narapidana dapat memperbaiki dan tidak mengulangi tindak pidana, sehingga
napi dapat diterima kembali dalam lingkungan masyarakatnya, kembali aktif
berperan dalam pembangunan serta hidup secara wajar sebagai seorang warga
Negara.
Saat
seorang narapidana menjalani vonis yang dijatuhkan oleh pengadilan, maka
hak-haknya sebagai warga negara akan dibatasi. Sesuai UU No.12 Tahun 1995,
narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga
Pemasyarakatan. Walaupun terpidana kehilangan kemerdekaannya, tapi ada hak-hak
narapidana yang tetap dilindungi dalam sistem pemasyarakatan Indonesia.
Setelah
proses pembinaan telah berjalan selama 2/3 masa pidana yang sebenarnya
atau sekurang-kurangnya 9 bulan, maka pembinaan dalam tahap ini memasuki
pembinaan tahap akhir. Pembinaan tahap akhir yaitu berupa kegiatan perencanaan
dan pelaksanaan program integrasi yang dimulai sejak berakhirnya tahap lanjutan
sampai dengan selesainya masa pidana. Pada tahap ini, bagi narapidana yang memenuhi
syarat diberikan cuti menjelang bebas atau pembebasan bersyarat. Pembinaan
dilakukan diluar Lapas oleh Balai Pemasyarakatan (BAPAS) yang kemudian disebut
pembimbingan Klien Pemasyarakatan.
Dalam pelaksanaan pembinaan dan
bimbingan terhadap warga binaa, pihak lembaga pemasyarakatan mempunyai prosedur
yang dapat ditempuh oleh warga binaan. Setiap warga binaan mempunyai wali
pemasyarakatan yang berkewajiban untuk menjelaskan tentang proses pembinaan
yang harus dijalani oleh warga binaan. Selain mendapatkan pembinaan dan
bimbingan, warga binaan juga mendapatkan beberapa fasilitas yang dapat
digunakan, misalnya warga binaan bisa melakukan konseling dengan tim konseling.
Fasilitas ini bertujuan agar warga
binaan yang memiliki permasalahan dan membutuhkan tempat untuk bercerita dapat
menceritakan permasalahannya kepada tim konseling sehingga dapat meringankan
beban pikirannya. Begitu pula dengan tim konseling akan berusaha untuk membantu
atas permasalahan yang dialami oleh warga binaan. Warga binaan diberi kebebasan
untuk mengikuti kegiatan mana yang sesuai dengan kemampuannya. Dengan demikian
diharapkan warga binaan dapat memiliki potensi yang sesuai dengan kemampuannya
dan selanjutnya dapat diimplementasikan jika kelak mereka sudah kembali ke
masyarakat.
Tujuan tersebut diwujudkan dalam
kegiatan – kegiatan yang nantinya akan dilaksanakan oleh warga binaan. Kegiatan
tersebut meliputi kegiatan pembinaan dan kegiatan bimbingan dan latihan kerja. Wali pemasyarakatan bertugas mendampingi warga
binaan dalam menjalani pembinaan, penghubung atara warga binaan dengan pihak
lembaga pemasyarakatan, mengamati segala perilaku warga binaan dan perkembangan
pembinaan yang diterima oleh warga pembinaan.
Dalam proses pembinaan yang
dilakukan pihak lapas terhadap warga binaannya ada beberapa fasilitas yang
dapat diperoleh oleh warga binaan. Setiap warga binaan memiliki wali
pemasyarakatan yang akan mendampingi mereka dalam menjalani proses pembinaan.
Warga binaan juga bisa melakukan konsleing, dimana kegiatan konsleing ini bertujuan
agar setiap warga binaan untuk menceritakan permasalahan yang dihadapinya,
begitu pula dengan tim konseling akan berusaha untuk membantu warga binaan
menghadapi permasalahannya.
Lembaga konseling menunjukkan
bagaimana untuk mengatasi kebutuhan – kebutuhan klien pemasyarakatan selama
pemenjaraan dan bagaimana mempersiapkan klien akan dirilis ke masyarakat.
Menggunakan model pertumbuhan kognitif untuk memeriksa isu – isu utama dalam
pemasyarakatan konseling, teks ini meliputi peran konselor, pnegaturan kerja
dan tantangan, pelaku klasifikasi dan penilaian, proses konseling dan
intervensi/ terapi teknik.
B.
Karakteristik
Correctional Counseling
Tujuan
akhir dari sistem pemasyarakatan adalah bersatunya kembali Warga Binaan
Pemasyarakatan dengan masyarakat, sebagai warga Negara yang baik dan
bertanggung jawab, sehingga keberadaan mantan Warga Binaan di masyarakat
nantinya diharapkan mau dan mampu untuk ikut membangun masyarakat dan bukan
sebaliknya justru menjadi penghambat dalam pembangunan. Dalam konteks tersebut
sistem pembinaan narapidana dengan orientasi yang berbasis di masyarakat
(Community - Based corrections) menjadi pilihan yang efektif dalam sistem
pemasyarakatan. Community - Based corrections merupakan suatu metode baru
yang digunakan untuk mengintegrasikan narapidana kembali ke kehidupan
masyarakat. Semua aktifitas yang mengarah ke usaha penyatuan komunitas untuk
mengintegrasikan narapidana ke masyarakat.
Adapun
karakteristik dalam lembaga pemasyarakatan yaitu sebagai berikut :
1. Pelayanan
yang diberikan kepada para narapidana tersebut dapat dikelompokkan sesuai
dengan jenis kelamin ataupun kasus yang sedang ia jalani.
2. Lembaga
Pemasyarakatan tidak terlepas dari sebuah dinamika, yang bertujuan untuk lebih
banyak memberikan bekal bagi Narapidana dalam menyongsong kehidupan setelah
selesai menjalani masa hukuman (bebas).
3. Lembaga
pemasyarakatan menguatkan usaha-usaha untuk mewujudkan suatu sistem
Pemasyarakatan yang merupakan tatanan pembinaan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan.
4. Lembaga
pemasyarakatan mencakup proses pembinaan agar warga binaan menyadari kesalahan
dan memperbaiki diri serta tidak mengulangi tindak pidana yang pernah
dilakukan.
5. Pembinaan
di lembaga pemasyarakatan diharapkan agar mereka (para napi) mampu memperbaiki
diri dan tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukannya.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang
melakukan pelanggaran hukum. Dan faktor penyebab itulah yang harus dipelajari
lebih dalam. Apakah perbuatan itu muncul karena sudah direncanakan atau karena
desakan situasi yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan melanggar hukum.
Sebagai Lembaga Pemasyaraktan yang baru
dibentuk di Indonesia, maka keberadan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka
mempunyai tujuan dalam rangka mensukseskan tujuan sistem Pemasyarakatan
sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No. 12 Th 1995 tentang
Pemasyarakatan. Namun secara khusus pembentukan LAPAS mengandung maksud dan
tujuan sebagai berikut :
1.
Memulihkan kesatuan hubungan hidup kehidupan
dan penghidupan narapidana di tengah tengah masyarakat;
2.
Memberi kesempatan bagi Narapidana untuk
menjalakan fungsi sosial secara wajar yang selama ini dibatasi ruang geraknya
selama di dalam Lembaga Pemasyarakatan, dengan begitu maka seorang Narapidana
yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka dapat berjalan berperan sesuai
dengan ketentuan norma yang berlaku di dalam masyarakat;
3.
Meningkatkan peran aktif petugas, masyarakat
dan Narapidana itu sendiri dalam rangka pelaksanaan proses pembinaan;
4.
Membangkitkan motivasi atau dorongan kepada
Narapidana serta memberikan kesempatan yang seluas luasnya kepada Narapidana
dalam meningkatkan kemampuan / keterampilan guna mempersiapkan dirinya hidup
mandiri di tengah-tengah masyarakat setelah selesai menjalani masa pidananya.
C.
Identifikasi
Lembaga
konseling menunjukkan bagaimana untuk mengatasi kebutuhan – kebutuhan klien
pemasyarakatan selama pemenjaraan dan bagaimana mempersiapkan klien akan
dirilis ke masyarakat. Menggunakan model pertumbuhan kognitif untuk memeriksa
isu – isu utama dalam pemasyarakatan konselin, teks ini meliputi peran
konselor, pengaturan kerja dan tantangan, pelaku klasifikasi dan penilaian,
proses konsleing, dan interview/terapi teknik.
Kegiatan
pembinaan narapidana dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Pembinaan
umum atau kelompok
2. Pendekata
yang dilakukan dengan pendekatan individu atau perorangan
Pendekatan individu atau perseorangan sifatnya
lebih interpersonal antara narapida dan konselor atau petugas lembaga
pemasyarakatan, dalam konseling individu. Pembina harus berperan aktif dalam
membina dan membimbing narapidana agar dapat kembali kejalan yang benar.
Kegiatan pembinaan ini dimaksudkan untuk membina dan membimbing narapidana
secara personal dan lebih intensif. Kegiatan pembinaan dilakukan dalam bentuk
kegiatan konseling individual.
Menurut
Kartasasmita, penerapan Community-based corrections dapat dilakukan dengan
memberdayakan warga binaan pemasyarakatan melalui 3 upaya sebagai berikut :
1.
Menciptakan suasana atau iklim yang
memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Disini titik tolaknya
adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki
potensi yang dapat dikembangkan
2.
Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh
masyarakat (empowering) dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih
positif selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana. Penguatan ini meliputi
langkah-langkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input) serta
pembukaan akses kepada berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat
masyarakat menjadi makin berdaya.
3.
Memberdayakan mengandung pola melindungi, dalam
proses pemberdayaan harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah karena
kurang berdaya menghadapi yang kuat.
Dalam
proses pembinaan narapidana oleh Lembaga Pemasyarakatan dibutuhkan sarana dan
prasarana pedukung guna mencapai keberhasilan yang ingin dicapai. Sarana dan
prasarana tersebut meliputi :
1. Sarana
Gedung Pemasyarakatan
Gedung
Pemasyarakatan merupakan representasi keadaan penghuni di dalamnya. Keadaan
gedung yang layak dapat mendukung proses pembinaan yang sesuai harapan. Di
Indonesia sendiri, sebagian besar bangunan Lembaga Pemasyarakatan merupakan
warisan kolonial, dengan kondisi infrastruktur yang terkesan ”angker” dan
keras. Tembok tinggi yang mengelilingi dengan teralis besi menambah kesan seram
penghuninya.
2. Pembinaan
Narapidana
Bahwa
sarana untuk pendidikan keterampilan di Lembaga Pemasyarakatan sangat terbatas,
baik dalam jumlahnya maupun dalam jenisnya, dan bahkan ada sarana yang sudah
demikian lama sehingga tidak berfungsi lagi, atau kalau toh berfungsi, hasilnya
tidak memadai dengan barang-barang yang diproduksikan di luar (hasil produksi
perusahan).
3. Petugas
Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan
Berkenaan
dengan masalah petugas pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan, ternyata dapat
dikatakan belum sepenuhnya dapat menunjang tercapainya tujuan dari pembinaan
itu sendiri, mengingat sebagian besar dari mereka relatif belum ditunjang oleh
bekal kecakapan melakukan pembinaan dengan pendekatan humanis yang dapat
menyentuh perasaan para narapidana, dan mampu berdaya cipta dalam melakukan
pembinaan.
Proses
identifikasi dalam correctional counseling (Lembaga Pemasyarakatan) ini juga
dapat dilakukan melalui :
a.
Jenis kasus yang dilakukan oleh para
narapidana tersebut.
b.
Berbagai instrumen seperti wawancara dan
observasi guna untuk memperoleh data dari para napi sehingga konselor dapat
memberi pelayanan sesuai dengan kebutuhannya.
c.
Himpunan data
D.
Cara
Menjadi Konselor untuk Narapidana
Menjadi konselor pemasyarakatan
tidak mudah. Konselor pemasyarakatan harus memiliki kulit yang tebal dan
toleransi yang tinggi untuk bekerja dengan klien yang sulit atau bermusuhan.
Harus memiliki batas – batas pribadi dan professional yang sangat baik dan baik
keterampilan manajemen stress, karena stress yang tinggi di lingkungan tempat
mereka bekerja. Selain itum mereka harus memiliki teknologi yang unggul,
tertulis dan keterampilan komunikasi lisan dan dapat secara efektif
menyampaikan ide dan pesan mereka kepada narapidana dan professional lainnya.
Konseling pemasyarakat juga harus memiliki pemikira kritis yang baik dan
keterampilan pengambilan keputusan, karena mereka perlu menilai kebutuhan
narapidana dan memutuskan tindakan yang terbaik untuk situasi tertentu mereka.
Adapun beberapa hal yang perlu
dipersiapkan untuk menjadi konselor bagi narapidana menurut Admin (2014)
adalah:
3. Pendidikan
Konselor
pemasyarakatan biasanya memiliki setidaknya gelar sarjana dalam peradilan
pidana atau bidang kesehatan mental terkait, seperti kerja sosial, sosiologi
atau psikologi. Banuak lembaga pemasyarakatan lebih memilih kandidat yang
memiliki gelar master, terutama jika mereka tidak memiliki pengalaman
sebelumnya dilapangan. Konselor pemasyarakatan tidak biasanya diperlukan untuk
dilisensikan, meskipun mereka mungkin memegang lisensi Negara dalam bidang
masing – masing studi, jika ditawarkan.
4. Pelatihan
dan Pengalaman
Dalam kebanyakan
kasus, konselor pemasyarakatan harus menyelesaikan kursus pelatihan khusus
sebelum mereka dapat mulai bekerja. Mereka mungkin juga perlu menyelesaikan
magang dimana mereka bekerja bersama konselor pemasyarakatan yang berkualitas.
Konselor pemasyarakatan juga harus lulus prakerja khusus pengujian yang
mencakup ujian lisan, tertulis dan psikologis untuk menentukan kesesuaian untuk
tugas, dan menyelesaikan investigasi latar belakang criminal. Mereka biasanya harus
menyelesaikan masa percobaan sebelum mereka dapat bekerja secara permanen.
5. Informasi
Tambahan
The
BLS melaporkan bahwa konselor pemasyarakatan harus warga Negara AS berusia
minimal 21 tahun, dan untuk posisi federal, tidak lebih dari 37. Konselor
pemasyarakatan biasanya harus setuju untuk pengujian obar dan alcohol secara
acak. Dalam kebanyakan kasus, mereka harus memiliki SIM yang masih berlaku.
Konsleor pemasyarakatan kesehatan untuk mendapatkan credential bersertifikat
pemasyarakatan kesehatan professional. Untuk mendapatkan mandate ini, harus
lulus ujian, menyerahkan bukti pendidikan dan pengalaman kerja dan mengisi
aplikasi.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Correctional
counseling merupakan konseling yang diberikan kepada orang –
orang yang memerlukan perbaikan sikap baik secara fisik maupun psikologis,
biasanya correctional counseling ini banyak
diberikan kepada warga binaan yang berada di lembaga pemasyarakatan, sehingga
mereka sadar dan menyadari perilaku menyimpang yang dilakukannya, melalui
konseling dan terapi psikologis.
Penghuni Lapas bisa saja narapidana
(napi) atau warga binaan pemasyarakatan (WBP) bisa juga yang statusnya masih
tahanan, maksudnya orang tersebut masih berada dalam proses peradilan dan belum
ditentukan bersalah atau tidaknya oleh hakim. Pegawai negeri sipil yang
menangani pembinaan narapidana dan tahanan di lembaga pemasyarakatan disebut
dengan petugas pemasyarakatan atau dahulu dikenal dengan istilah sipir penjara.
Adapun
karakteristik dalam lembaga pemasyarakatan yaitu sebagai berikut :
1. Pelayanan
yang diberikan kepada para narapidana tersebut dapat dikelompokkan sesuai
dengan jenis kelamin ataupun kasus yang sedang ia jalani.
2. Lembaga
Pemasyarakatan tidak terlepas dari sebuah dinamika, yang bertujuan untuk lebih
banyak memberikan bekal bagi Narapidana dalam menyongsong kehidupan setelah
selesai menjalani masa hukuman (bebas).
3. Lembaga
pemasyarakatan menguatkan usaha-usaha untuk mewujudkan suatu sistem Pemasyarakatan
yang merupakan tatanan pembinaan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan.
4. Lembaga
pemasyarakatan mencakup proses pembinaan agar warga binaan menyadari kesalahan
dan memperbaiki diri serta tidak mengulangi tindak pidana yang pernah
dilakukan.
5. Pembinaan
di lembaga pemasyarakatan diharapkan agar mereka (para napi) mampu memperbaiki
diri dan tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukannya.
Proses identifikasi dalam
correctional counseling (Lembaga Pemasyarakatan) ini juga dapat dilakukan
melalui :
a. Jenis
kasus yang dilakukan oleh para narapidana tersebut.
b. Berbagai
instrumen seperti wawancara dan observasi guna untuk memperoleh data dari para
napi sehingga konselor dapat memberi pelayanan sesuai dengan kebutuhannya.
c. Himpunan
data
B.
Saran
Dengan selesainya dibahas materi
tentang correctional counseling ini,
diharapkan agar semua mahasiswa mampu dan memahami serta dapat mengaplikasikan
dirinya menjadi konselor untuk lembaga pemasyarakatan.
KEPUSTAKAAN
Admin.
2011. Correctional Counseling.
(online).(http://bknpsikologi.blogspot.com/2011/04/correctional-counseling.html,
diakses pada 23 maret 2014, pukul 22.00)
Admin.
2014. Become Counselor Inmates.
(online). (http://translate.googleusercontent.com/translate_c?depth=1&hl=id&lagpair=en%7Cid&rurl=translate.google.co.id&u=http://everydaylife.globalpost.com/become-counselor-inmates-7116.html&usg=ALkJrhi2FupzVEfzUlWhW5PgP2Jq16BJFg,
diakses 23 Maret 2014, pukul 2205)
Halo. Terima kasih untuk postingan yang sangat informatif ini.
BalasHapusSalam.
Halo mbak,alhamdulillah...tulisan saya dapat bermanfaat bagi mbak. terimakasih atas kunjungannya mbak. wksalam
BalasHapus