KONSELING RASIONAL EMOTIF (KOREM)
A. Pengatar Konselng Realitas
Suatuteori
yang muncul pada pertengahan tahun lima puluhan dan banyak berpengaruh di
Amerika Serikat ialah hasil buah pemikiran Albert Ellis yang cenderung melihat
manusia dari aspek emosi dan pikirannyaa, sehingga teori konselingnya pun
dinamakan dengan Rational emotive
Therapy. Ellis lebih mempercayai determinasi
sentrak dari perkembangan kepribadian dan tingkah laku manusia tersebut
ialah pikirannya.
Menurut
Taufik (2014:198) konseling Ellis tidaklah selalu mengandalkan rasio dan
logika. Dalam hal ini Ellis mengabaikan penjelajahan masa lalu, dan lebih
terfokus pada usaha meng-“counter”-nya melalui pengajaran dan pembuktian secara
empirik
B. Asumsi Dasar Tentang Manusia
Asumsi
dasar tentang manusia dalam hal ini sebagai berikut :
1. Manusia memiliki kemampuan inheran untuk
berbuat secara rasional ataupu tidak rasional
2. Berfikir dan merasa itu sangat dekat dan
bergandengan satu sama lain: pikiran seseorang dapat menjadi perasaannya dan
sebaliknya
3. Apa yang dipikirkan dan dirasakan
sekaligus mengambil bentuk self-talk (ST) yang selanjutnya menyerahkan individu
bertindak rasional atau tidak rasional.
Adapun
prinsip-prinsip dasar Rational-emotive Theraphy /RET (Taufik,2014:201) adalah
sebagai berikut :
1. Manusia dilahirkan dengan berbagai
kekuatan dan potensi untuk kehidupan
2. Kecenderungan kemanusiaan pada hakekatnya
bersumber dari kekuatan berfikir rasional dan irasional.
3. Gangguan-gangguan psikologis, mental dan
emosional seperti perilaku-perilaku neurotic adalah hasil dari proses berfikir
irasional dan illogic.
4. Berfikir irasional adalah merupakan
kenyataan hidup manusia yang terbentuk melalui pengalaman serta proses belajar
yang tidak logis, yang diperoleh melalui orang tua, keluarga, masyarakat dan
kebudayaan.
5. Perilaku verbal dan berfikir pada manusia
senantiasa dilakukan melalui penggunaan symbol-simbol atau bahasa.
6. Perilaku manusia yang bersumber dari sua
kekuatan berfikir rasional dan irasional / ilogis ditentukan oleh system nilai
atau ide-ide yang diserap dan dipersepsi dari dunia nyata dimana manusia itu
hidup.
7. Gangguan emosional sebagai hasil
verbalisasi diri bukan ditentukan oleh hal-hal atau peristiwa eksternal, tetapi
oleh persepsi dan sikap seseorang terhadap peristiwa itu yang dioperasikannya
dalam bentuk “internalisasi sentence” tentang hal atau peristiwa itu.
8. Emosi dan pemikiran-pemikiran negative
yang bersifat perusakan diri harus ditangani melalui reorganisasi pemikiran dan
persepsi dan bahwa pemikiran-pemikiran yang irasional dan illogic dengan akar
keyakinan-keyakinan tertentunya dapat dirobah kearah pemikiran yang rasional
dan logis.
C. Teori Kepribadian
4. Asumsi Dasar tentang Kepribadian
Pokok-pokok dari teori
kepribadian Ellis (Taufik, 2014:203) dapat dikemukakan sebagai berikut :
a. Irasionalitas mendasari emosionalitas,
gangguan emosi disebabkan oleh fikiran-fikiran yang bersifat irasional. Bila
kita “berfikir” tentang sesuatu “jelek”, maka kita akan “merasakan” juga
sebagai sesuatu itu “jelek”.
b. Hubungan antara emosi dan fikiran; emosi
dan fikiran sangat berat hubungannya oleh karena itu keduanya sering
berbarengan.
c. Sumber berfikir irasional; berfikir
irasional bersumber pada disposisi
biologis dengan melewati pengalaman waktu kecil dank arena pengaruh kebudayaan.
d. Penggunaan symbol dalam berfikir.
Berfikir, baik logis maupun tidak, dilkukan dengan menggunakan symbol-simbol
atau bahasa.
e.
Verbalisasi
diri dan gangguan emosi, verbalisasi diri maksudnya adalah apa yang dikatakan
oleh sesorang secara terus menerus kepada dirinya. Bila hal itu bersifat
negative dapat menimbulkan gangguan emosi.
f. Reorganisasi dan persepsi; pikiran-pikiran
yang merusak, merendahkan diri dan emosi-emosi yang negative dapat diatasi
dengan “reorganisasi persepsi” dan dengan berfikir positif serta logis /
rasional.
5. Gangguan Kepribadian
Gerald Corey dalam Taufik (2014:203) dengan
mengutip pendapat Albert Ellis, mengemukakan 11 ide rasional yang secara umum
menimbulkan gejala-gejala neurosis, psikosis atau pun perilaku merusak diri
lainnya pada manusia, yakni:
a. Adalah mutlak bagi individu untuk dicintai
atau diakui oleh orang-orang yang berarti dalam lingkungannya.
b. Adalah penting bahwa setiap individu
berkompeten, memadai dan mampu dalam keseluruhan bidang jika individu itu ingin
berguna.
c. Beberapa orang yang tidak baik, merusak,
jahat dan kejam dan orang-orang ini harus dikutuk dan dihukum.
d. Adalah sesuatu yang buruk sekali dan
bencana bila sesuatu itu tidak berjalan sebagaimana yang ia rencanakan
e. Ketidak bahagiaan adalah kejadian dari
luar yang individu tidak dapat mengontrolnya. Individu ini cenderung enggan
berusaha dan selalu menyerah pada nasib.
f. Jika sesuatu yang membahayakan atau
berbahaya, seorang individu harus dengan konstan memberi perhatian dan berfikir
tentang itu.
g. Adalah lebih mudah untuk lari dari kesulitan
dan tanggung jawab pribadi diri sendiri dari pada menghadapinya
h. Individu-individu membutuhkan untuk
tergantung pada orang lain dan mempunyai tempat bergantung yang kuat bagi diri
sendiri.
i.
Kejadin-kejadian
masa lalu dalam kehidupan seseorang, amat menentukan tingkah laku sekarang dan
hal itu tidak dapat dirubah.
j.
Seorang
individu harus sangat memperhatikan masalah-masalah dan gangguan yang dialami
individu lainnya.
k.
Selalu ada jawaban yang benar dan tepat untuk
menjawab berbaqgai permasalahan, dan adalah
bencan jika hal itu tidak ditemukan.
Ellis
meyakini bahwa umumnya kasus-kasus dan munculnya permasalahan emosional
disebabkan oleh sebelas keyakinan tersebut.
D.
Teori A, B, C, D, E
Salah satu
teori utama mengenai kepribadian yang di kemukakan oleh Albert Ellis dan para
penganut konseling Rasional emotif adalah teori teori yang disebut A-B-C-D-E
yang merupakan sentral dari teori praktek konseling Rasional Emotif.
Secara umum
teori A-B-C-D-E menurut Taufik (2014:207) sebagai berikut:
A = Activity, or action, or
agent, yaitu hal-hal situasi, kegiatan atau peristiwa yang mendahului atau menggerakkan
individu. Hal ini berada pada kejadian diluar atau sekitar individu.
iB = Irational Belief, yakni
keyakinan-keyakinan irrasional atau tidak layak terhadap kejadian eksternal
(A), terjadi dalam diri individu, yakni apa yang secara terus menerus ia
katakana berhubungan dengan A terhadap dirinya.
rB = Rational Belief, yakni keyakinan-keyakinan yang rasional atau
layak dan secara empiric mendukung kejadian eksternal
iC = Irrational Consequences,
yakni konsekuensi-konsekuensi irasional atau tidak layak yang dianggap berasal
dari A.
rC = Rational Consequences, yakni
konsekuensi-konsekuensi rasional atau layak yang di anggap berasal dari (RB =
keyakinan rasional)
D = Dispute irrational belief,
yakni keyakinan-keyakinan irasional dalam diri individu saling bertentangan
(disputing)
CE = Cognitive Effect or
disputing, yakni efektif kognitif yang terjadi dari pertentangan dalam
keyakinan-keyakinan irasional.
bR = Behavioral Effect of
disputing, yakni efek dalam perilaku dari keyakinan-keyakinan irasional diatas.
E. Tujuan Konseling
Berdasarkan
pandangan dan asumsi tentang hakikat manusia dan teori kepribadian serta
konsep-konsep teoritik dari rasional
emotif, maka tujuannya terdapat dua yaitu :
a.
Tujuan Utama
Menurut
Albert Ellis sebagaimana yang dikutip oleh Gerald Corey dalam Taufik (2014:210,
tujuan utama dari konseling dengan pendekatan rasional emotif hanya satu yakni:
meminimalkan pusat pandangan perusakan diri klien dan membawa dia.
b.
Tujuan Khusus
Berikut ini dapat dikemukakan tujuan-tujuan khusus
yang di arahkan dimana konselor
Rasional Emotif bekerja dengan klien-kliennya menurut Geral Corey (1986),
dimana ditumbuhkan pada diri klien hal-hal sebagai berikut :
i.
Minat-diri
(self-interest) ; konseling memberikan kemungkinan kepada klien untuk menata
kembali persepsinya sendiri terhadap dirinya.
ii.
Minat
social (social-interest) ; manusia jarang memilih hidup sendiri dan mereka suka
hidup secara efektif dengan orang lain dalam kelompok.
iii.
Arahan
diri (self-direction) ; konseling mengarahkan dirinya sendiri, dalam arti dia
harus menghadapi kenyataan hidupnya dengan tanggung jawab sendiri dan bukannya
tergantung atau selalu minta bantuan orang lain.
iv.
Toleransi
(tolerance); konseling mendorong membangkitkan rasa toleransi terhadap orang
lain meskipun ia bersalah, dan tidak menghukum / mengkutuk untuk contoh tingkah
laku tertentu.
v.
Fleksibelitas
; orang yang sehat adalah fleksibel dalam ide-idenya, terbuka untuk berubah dan
pandangannya tidak fanatic.
vi.
Penerimaan
dari ketidak tentuan ; individu yang matang emosinya bersedia menerima
kenyataan bahwa di dunia ini, segala sesuatu mungkin terjadi.
vii.
Komitmen
; individu yang sehat mempunyai kapasitas untuk amat terpikat dalam sesuatu
diluar dirinya.
viii.
Berfikir
ilmiah, konseling membawa klien untuk berfikir rasional, secara objektif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap
orang lain.
ix.
Penerimaan
diri ; konseling membawa klien untuk menerima keadaan diri sendiri, terhadap
kemampuan dan kenyataan diri sendiri dengan rasa gembira dan senang.
x.
Mengambil
resiko ; orang yang memiliki emosi yang sehat cenderung untuk menjadi
petualang, tidak berfikir secara membabi buta.
xi.
Menerima
kenyataan dan tidak khayalan ; seseorang yang matang dan sehat emosinya
menerima menerima kenyataan dan tidak pernah mencapai keberadaan utopia.
F. Karakteristik Konseling
Dalam
konselingnya, Ellis tidaklah selalu mengandalkan rasio dan logika. Pada bagian
tertentu dari teorinya juga dipengaruhi oleh pemikiran Sigmund Freud, khususnya
pendapatnya tentang pengaruh masa kecil yang menjadi bibit dari terbentuknya
pikiran yang irasional dan illogic. Namun Ellis tidak sependapat dalam
penggarapan pengaruh masa kecil tersebut. Dalam hal ini Ellis mengabaikan
penjelajahan masa lalu, dan dia lebih terfokuspada usaha meng-“counter”-nya
melalui pengajaran dan pembuktian secara empiric
G. Kekuatan dan Kelemahan
Pendekatan
Rasional Emotif lebih menekankan pada aspek kognitif dan emotif klien.
Pandangan teori ini mengarahkan konselor untuk membantu masalah yang dialami
klien melalui upaya penggarapan kedua aspek ini melalui pembuktian-pembuktian
yang logis, dan rasional. Diyakini juga bahwa tidak semua masalah dapat di
dekati dengan cara memodifikasi dan membentuk kedua aspek tersebut, faktor masa
lalu juga amat berpengaruh, khususnya dalam perkembangan kepribadian yang salah
suai, juga faktor interaksi sosial antara individu dengan lingkungan. Dalam hal
ini teori rasional emotif mangabaikan hal-hal tersebut di atas.
SUMBER :
Taufik. 2014. Model-Model Konseling. Padang : UNP
FIP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar