Entri Populer

Jumat, 07 November 2014

Konseling Psikoanalisis Klasik


KONSELING PSIKOANALISIS KLASIK (KOPSAK)

A.    PENGANTAR KONSELING PSIKOANALISIS
Dalam buku  Model – Model Konseling, Taufik (2012: 1) menyebutkan bahwa model konseling psikoanalisis merupakan model konseling pertama dan diangkat dari pandangan dari Psikologi dalam Sigmun Freud. Untuk keperluan konseling para konselor perlu memahami terlebih dahulu asumsi dasar dari pandangan model Psikoanalisis, kemudian perkembangan kepribadian, kepribadian sehat, dan perkembangan kepribadian abnormal.
Psikoanalisis terdiri dari dua kata yaitu psiko dan analisis. Psiko secara etimologis artinya psikis atau disebut juga dengan jiwa. Dengan demikian psikoanalisis dapar diartikan dengan analisis jiwa (Taufik, 2012: 1).
Istilah psikoanalisis ini diciptakan oleh Sigmund Freud sendiri dan muncul pertama kali pada tahun 1986. Secara umum psikoanalisis merupakan suatu tinjauan baru tentang manusia pada waktu itu, dimana ketidaksadaran memegang peranan penting dalam memahami kepribadian dan tingkah laku manusia. Sigmun Freud (dalam Taufik, 2012: 1) membedakan arti psikoanalisis menjadi tiga yaitu: pertama istilah psikoanalisis, dipakai untuk menunjukkan suatu metode penelitian terhadap proses – proses psikis seperti mimpi, yang sebelumnya tidak terjangkau oleh penelitian – penelitian ilmiah. Kedua, istilah ini menunjukkan juga pada suatu teknik untuk mengobati gangguan psikis yang dialami oleh klien – klien yang neurotis. Ketiga, istilah yang sama dipakai pula dalam arti lebih luas lagi untuk menunjukkan seluruh pengetahuan psikologis yang diperoleh melalui metode dan teknik tersebut diatas. Dalam arti terakhir, kata psikoanalisis mengacu pada suatu ilmu pengetahuan yang dimata Sigmund Freud betul – betul baru sama sekali.
Kata “klasik” menunjukkan bahwa teori ini sudah lama muncul, namun masih disenangi oleh banyak orang atau masih sering digunakan untuk keperluan analisis kepribadian yang dimiliki seseorang. Klasik dapat juga diartikan sebagai awet nilainya. Apabila diamati sampai sekarang ternyata memang nilai – nilai dari teori ini masih sering dimanfaatkan oleh para konselor dan psikoterapis untuk meninjau latar belakang dari tingkah laku – tingkah laku dari para kliennya. Penetapan nama psikoanalisis klasik ini dilakukan orang untuk membedakan dengan teori yang berbasis psikoanalis juga dan muncul kemudian. Dengan demikian pada dasarnya ada dua pengelompokkan psikoanalisis yaitu Psikoanalisis Klasik dan Psikoanalisis Baru (Neo-analityc).

B.     ASUMSI TENTANG MANUSIA
Model konseling psikoanalisis (KOPSAK) ini memiliki 3 asumsi dasar tentang manusia ( Prayitno, 1998: 41), yaitu:
1.      Manusia tidak memegang nasibnya sendiri, tingkah laku manusia ditujukan memenuhi kebutuhan biologis dan instink – instinknya
2.      Tingkah laku manusia dikendalikan oleh pengalaman – pengalaman masa lampau
3.      Tingkah laku individu ditentukan oleh faktor – faktor interpersonal dan intrapsikis/ psikis determinisme

Model KOPSAK yang disebutkan diatas, kemudian dijelaskan oleh Taufik (2012: 3), yaitu sebagai berikut:
1.      Lima tahun pertama merupakan saat yang menentuka perkembangan manusia
Pengalaman yang diperoleh anak pada masa umur di bawah lima tahun, khususnya pengalaman traumatis akan menimbulkan kesan negative dan setelah dia menjadi dewasa. Perlakuan yang diterima dari orang tua pada masa ini akan membawa anak pada perkembangan yang normal setelah anak tersebut dewasa. Menurut Taufik (2012: 3) hal itu terjadi sebab pada diri mereka akan tinggal kesan tentang dunia yang menyenangkan, sehingga ia dapat berkembang dengan baik. Jika pada masa balita itu anak memperoleh perlakuan yang kurang yang menyenangkan, dan tidak baik dari orang tua atau dari orang dewasa lainnya anak dapat menghambat perkembangan fisik dan psikisnya setelah dia mencapai dewasa.
2.      Dorongan seksual merupakan kunci dalam menentuka tingkah laku individu
Menurut Freud (dalam Taufik, 2012: 3) setiap tingkah laku individu itu didasarkan oleh dorongan seksual. Bahwa seseorang yang belajar diperguruan tinggi pada dasarnya adalah dalam rangka pemenuhan dorongan seksual.
Dorongan seksual yang dimaksud Freud (dalam Taufik, 2012: 4) bukanlah khusus hubungan seks, namun dalam arti yang lebih luas, yaitu dorong untuk menampilkan kepriaan atau kewanitaan. Seorang aak gadis untuk menampilkan lipstick, memakai rok, kalung emas, jilbab dan lainnya adalah karena dorongan kewanitaannya.
Akan kelihatan aneh untuk kebudayaan tertentu, apabila seorang pria memakai rok atau memakai jilbab atau memakai anting – anting da anak aneh juga apabila ada wanita yang memelihara dan merangsang tumbuhnya kumis di atas bibirnya.
3.      Tingkah laku individu banyak dikontrol oleh faktor ketidaksadaran
Tingkah laku individu bayak dikontrol oleh faktor ketidaksadaran. Tingkah laku itu dapat terlihat dari misalnya cara seseorag berbicara, cara duduk, cara berjalan dan kebiasaan – kebiasaan lainnya. Cara – cara bertingkah laku tersebut mugnkin diadopsi dari tingkah laku orang tua atau nenek moyangnya dimasa lalu.

C.    STRUKTUR KEPRIBADIAN
Freud (dalam Taufik, 2012: 7) merumuskan kepribadian menjadi tiga unsure yang terdapat pada diri individu yaitu yang disebut dengan “id” , “ego’, dan “super ego”.
1.      Id
Id adalah lapisan psikis yang paling dasar atau dapat dikataka juga sebagai dorongan dari dalam diri individu berupa kebutuhan – kebutuhan, keinginan dan kehendak (Taufik, 2012: 7). Menurut Suryasubrata (2010:125) id adalah aspek biologis dan merupakan sistem yang original didalam kepribadian, dari aspek inilah yang lain tumbuh. Energy psikis didalam id itu dapat meningkat oleh karena perangsang baik dari luar maupun perangsang dari dalam. Apabila energy itu meningkat, maka menimbulkan tegangan dan ini menimbulkan pengalam tidak enak yang oleh id tidak dapat dibiarkan.
Dalam sudut pandang yang sama, Taufik (2012: 7) menguraikan tentang id yang mana didalamnya terdapat naluri – naluri dalam bentuk dorongan seksual, sifat agresif, dan keinginan – keinginan yang direpresi.
Pada diri seseorang yang merupakan perwujudan dari keberadaan id adalah nafsu, keinginan seksual, dan termasuk keinginan untuk berkuasa. Hal yang perlu ditekankan bahwa tanpa id, manusia tidak akan dapat hidup, sebab itulah id menggerakkan hidup.
Orang yang sedang dalam keadaan pingsan dan koma, id-nya tidak bergerak, sebab orang tersebut tidak memiliki nafsu sama seklai. Dengan demikian id itu merupakan bagian dari kelengkapan yang sangat diperlukan dalam kehidupan manusia.
2.      Ego
Ego merupakan aspek psikologis daripada kepribadian dan timbul karena kebutuhan organism untuk berhubungan secara baik dengan dunia nyata (Suryasubrata, 20120:126). Suryasubrata (2010: 126) menjelaskan letak perbedaan antara id dan ego, yang mana letak perbedaan pokoknya yaitu pada id hanya mengenal dunia subyektif sedangkan ego dapat membedakan sesuatu yang hanya ada didalam batin dan sesuatu yang ada didunia luar.
Dari penjelasan yang dikemukakan diatas, telah menggambarka bahwa id dan ego itu berbeda. Yang mana, id hanya mengenali apa yang benar – benar ril sementara ego dapat membedakan antara apa yang nyata dengan apa yang ada didalam pikirannya.
Seperti yang dikemukakan Freud (dalam Taufik, 2012: 8) bahwa ego terbentuk dengan diferensias dari id karena kontaknya dengan lingkungan. Kegiatannya mengarahkan id untuk memperoleh sesuatu dalam pemenuhan kebutuhannya. Egolah yang menggerakkan kebutuhan id. Dalam hal ini, ego juga yang menggerakkan seseorang berinteraksi dengan lingkungan secara nyata, ego jugalah yang menjadi perantara (mediator) antara id dengan lingkungan.
Taufik (2012: 8) menyebutkan bahwa aktifitas ego bersifat sadar, pra-sadar, dan tidak sadar. Contoh ego bersifat sadar, yaitu persepsi lahiriah dan persepsi bathiniah. Contoh ego pra-sadar yaitu seperti fungsi ingatan, sementara untuk contoh ego tak sadar yaitu aktifitas yang dijalankan dengan mekanisme pertahanan diri (defence mechanism).
Ego dikuasai oleh prinsip realitas, dalam arti bahwa ego lebih menekankan bagaimana sesuatu yang dibutuhkan dapat terpenuhi dalam dunia nyata.
3.      Super ego
Menurut Taufik (2012: 8) super ego adalah aspek sosiologis dan aspek moral dari kepribadian seseorang. Freud (dalam Taufik, 2012: 8) mengatakan bahwa super ego merupakan rambu yang menjadi petunjuk individu bertingkah laku dalam usaha memenuhi kebutuhan id-nya.
 Suryasubrata (2010: 156) mengatakan bahwa super ego merupakan wakil dari nilai – nilai tradisional serta cita – cita masyarakat sebagaimana ditafsirkan orang tua kepada anak – anak, yang dimasukkan dengan berbagai perintah dan larangan. Fungsi pokoknya ialah menentukan apakah sesuatu benar/salah., pantas/ tidak pantas, dan dengan demikian pribadi dapat bertindak sesuai dengan moral masyarakat.
Bagaimana berfungsinya super ego ini, menurut Suryabrata (dalam Taufik, 2012: 10) yaitu melalui hubungan dengan ketiga unsure kepribadian yaitu dengan cara:
1.      Merintangi impuls – impuls id, terutama impuls seksual dan agresif yang pernyataannya sangat ditentang oleh masyarakat
2.      Mendorong ego untuk lebih mengejar hal – hal yang bersifat moralitas daripada yang realistis
3.      Mengejar kesempurnaan






















KEPUSTAKAAN

Prayitno. 1998. Konseling Pancawaskita: Kerangkan Konseling Eklektik. Padang: Progam Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Padang

Suryasubrata, Sumadi. 2010. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Rajawali Pers
Taufik. 2012. Model – model Konseling. Padang: Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar