KONSELING
PSIKOANALISIS KLASIK (KOPSAK)
A.
PENGANTAR
KONSELING PSIKOANALISIS
Dalam buku Model – Model Konseling, Taufik (2012: 1)
menyebutkan bahwa model konseling psikoanalisis merupakan model konseling
pertama dan diangkat dari pandangan dari Psikologi dalam Sigmun Freud. Untuk
keperluan konseling para konselor perlu memahami terlebih dahulu asumsi dasar
dari pandangan model Psikoanalisis, kemudian perkembangan kepribadian,
kepribadian sehat, dan perkembangan kepribadian abnormal.
Psikoanalisis terdiri dari
dua kata yaitu psiko dan analisis. Psiko secara etimologis artinya psikis atau
disebut juga dengan jiwa. Dengan demikian psikoanalisis dapar diartikan dengan
analisis jiwa (Taufik, 2012: 1).
Istilah psikoanalisis
ini diciptakan oleh Sigmund Freud sendiri dan muncul pertama kali pada tahun
1986. Secara umum psikoanalisis merupakan suatu tinjauan baru tentang manusia
pada waktu itu, dimana ketidaksadaran memegang peranan penting dalam memahami
kepribadian dan tingkah laku manusia. Sigmun Freud (dalam Taufik, 2012: 1)
membedakan arti psikoanalisis menjadi tiga yaitu: pertama istilah
psikoanalisis, dipakai untuk menunjukkan suatu metode penelitian terhadap
proses – proses psikis seperti mimpi, yang sebelumnya tidak terjangkau oleh
penelitian – penelitian ilmiah. Kedua, istilah ini menunjukkan juga pada suatu
teknik untuk mengobati gangguan psikis yang dialami oleh klien – klien yang
neurotis. Ketiga, istilah yang sama dipakai pula dalam arti lebih luas lagi
untuk menunjukkan seluruh pengetahuan psikologis yang diperoleh melalui metode
dan teknik tersebut diatas. Dalam arti terakhir, kata psikoanalisis mengacu
pada suatu ilmu pengetahuan yang dimata Sigmund Freud betul – betul baru sama
sekali.
Kata “klasik”
menunjukkan bahwa teori ini sudah lama muncul, namun masih disenangi oleh
banyak orang atau masih sering digunakan untuk keperluan analisis kepribadian
yang dimiliki seseorang. Klasik dapat juga diartikan sebagai awet nilainya.
Apabila diamati sampai sekarang ternyata memang nilai – nilai dari teori ini
masih sering dimanfaatkan oleh para konselor dan psikoterapis untuk meninjau
latar belakang dari tingkah laku – tingkah laku dari para kliennya. Penetapan
nama psikoanalisis klasik ini dilakukan orang untuk membedakan dengan teori
yang berbasis psikoanalis juga dan muncul kemudian. Dengan demikian pada
dasarnya ada dua pengelompokkan psikoanalisis yaitu Psikoanalisis Klasik dan
Psikoanalisis Baru (Neo-analityc).
B.
ASUMSI
TENTANG MANUSIA
Model konseling
psikoanalisis (KOPSAK) ini memiliki 3 asumsi dasar tentang manusia ( Prayitno,
1998: 41), yaitu:
1.
Manusia tidak memegang nasibnya sendiri,
tingkah laku manusia ditujukan memenuhi kebutuhan biologis dan instink –
instinknya
2.
Tingkah laku manusia dikendalikan oleh
pengalaman – pengalaman masa lampau
3.
Tingkah laku individu ditentukan oleh
faktor – faktor interpersonal dan intrapsikis/ psikis determinisme
Model KOPSAK yang
disebutkan diatas, kemudian dijelaskan oleh Taufik (2012: 3), yaitu sebagai
berikut:
1.
Lima tahun pertama merupakan saat yang
menentuka perkembangan manusia
Pengalaman
yang diperoleh anak pada masa umur di bawah lima tahun, khususnya pengalaman
traumatis akan menimbulkan kesan negative dan setelah dia menjadi dewasa.
Perlakuan yang diterima dari orang tua pada masa ini akan membawa anak pada
perkembangan yang normal setelah anak tersebut dewasa. Menurut Taufik (2012: 3)
hal itu terjadi sebab pada diri mereka akan tinggal kesan tentang dunia yang
menyenangkan, sehingga ia dapat berkembang dengan baik. Jika pada masa balita
itu anak memperoleh perlakuan yang kurang yang menyenangkan, dan tidak baik
dari orang tua atau dari orang dewasa lainnya anak dapat menghambat
perkembangan fisik dan psikisnya setelah dia mencapai dewasa.
2.
Dorongan seksual merupakan kunci dalam
menentuka tingkah laku individu
Menurut
Freud (dalam Taufik, 2012: 3) setiap tingkah laku individu itu didasarkan oleh
dorongan seksual. Bahwa seseorang yang belajar diperguruan tinggi pada dasarnya
adalah dalam rangka pemenuhan dorongan seksual.
Dorongan
seksual yang dimaksud Freud (dalam Taufik, 2012: 4) bukanlah khusus hubungan
seks, namun dalam arti yang lebih luas, yaitu dorong untuk menampilkan kepriaan
atau kewanitaan. Seorang aak gadis untuk menampilkan lipstick, memakai rok,
kalung emas, jilbab dan lainnya adalah karena dorongan kewanitaannya.
Akan
kelihatan aneh untuk kebudayaan tertentu, apabila seorang pria memakai rok atau
memakai jilbab atau memakai anting – anting da anak aneh juga apabila ada
wanita yang memelihara dan merangsang tumbuhnya kumis di atas bibirnya.
3.
Tingkah laku individu banyak dikontrol
oleh faktor ketidaksadaran
Tingkah
laku individu bayak dikontrol oleh faktor ketidaksadaran. Tingkah laku itu
dapat terlihat dari misalnya cara seseorag berbicara, cara duduk, cara berjalan
dan kebiasaan – kebiasaan lainnya. Cara – cara bertingkah laku tersebut mugnkin
diadopsi dari tingkah laku orang tua atau nenek moyangnya dimasa lalu.
C.
STRUKTUR
KEPRIBADIAN
Freud (dalam Taufik,
2012: 7) merumuskan kepribadian menjadi tiga unsure yang terdapat pada diri
individu yaitu yang disebut dengan “id” , “ego’, dan “super ego”.
1.
Id
Id
adalah lapisan psikis yang paling dasar atau dapat dikataka juga sebagai
dorongan dari dalam diri individu berupa kebutuhan – kebutuhan, keinginan dan
kehendak (Taufik, 2012: 7). Menurut Suryasubrata (2010:125) id adalah aspek
biologis dan merupakan sistem yang original didalam kepribadian, dari aspek
inilah yang lain tumbuh. Energy psikis didalam id itu dapat meningkat oleh
karena perangsang baik dari luar maupun perangsang dari dalam. Apabila energy itu
meningkat, maka menimbulkan tegangan dan ini menimbulkan pengalam tidak enak
yang oleh id tidak dapat dibiarkan.
Dalam
sudut pandang yang sama, Taufik (2012: 7) menguraikan tentang id yang mana
didalamnya terdapat naluri – naluri dalam bentuk dorongan seksual, sifat
agresif, dan keinginan – keinginan yang direpresi.
Pada
diri seseorang yang merupakan perwujudan dari keberadaan id adalah nafsu,
keinginan seksual, dan termasuk keinginan untuk berkuasa. Hal yang perlu
ditekankan bahwa tanpa id, manusia tidak akan dapat hidup, sebab itulah id
menggerakkan hidup.
Orang
yang sedang dalam keadaan pingsan dan koma, id-nya tidak bergerak, sebab orang
tersebut tidak memiliki nafsu sama seklai. Dengan demikian id itu merupakan
bagian dari kelengkapan yang sangat diperlukan dalam kehidupan manusia.
2.
Ego
Ego
merupakan aspek psikologis daripada kepribadian dan timbul karena kebutuhan
organism untuk berhubungan secara baik dengan dunia nyata (Suryasubrata,
20120:126). Suryasubrata (2010: 126) menjelaskan letak perbedaan antara id dan
ego, yang mana letak perbedaan pokoknya yaitu pada id hanya mengenal dunia
subyektif sedangkan ego dapat membedakan sesuatu yang hanya ada didalam batin
dan sesuatu yang ada didunia luar.
Dari
penjelasan yang dikemukakan diatas, telah menggambarka bahwa id dan ego itu
berbeda. Yang mana, id hanya mengenali apa yang benar – benar ril sementara ego
dapat membedakan antara apa yang nyata dengan apa yang ada didalam pikirannya.
Seperti
yang dikemukakan Freud (dalam Taufik, 2012: 8) bahwa ego terbentuk dengan
diferensias dari id karena kontaknya dengan lingkungan. Kegiatannya mengarahkan
id untuk memperoleh sesuatu dalam pemenuhan kebutuhannya. Egolah yang
menggerakkan kebutuhan id. Dalam hal ini, ego juga yang menggerakkan seseorang
berinteraksi dengan lingkungan secara nyata, ego jugalah yang menjadi perantara
(mediator) antara id dengan lingkungan.
Taufik
(2012: 8) menyebutkan bahwa aktifitas ego bersifat sadar, pra-sadar, dan tidak
sadar. Contoh ego bersifat sadar, yaitu persepsi lahiriah dan persepsi
bathiniah. Contoh ego pra-sadar yaitu seperti fungsi ingatan, sementara untuk
contoh ego tak sadar yaitu aktifitas yang dijalankan dengan mekanisme
pertahanan diri (defence mechanism).
Ego
dikuasai oleh prinsip realitas, dalam arti bahwa ego lebih menekankan bagaimana
sesuatu yang dibutuhkan dapat terpenuhi dalam dunia nyata.
3.
Super ego
Menurut
Taufik (2012: 8) super ego adalah aspek sosiologis dan aspek moral dari
kepribadian seseorang. Freud (dalam Taufik, 2012: 8) mengatakan bahwa super ego
merupakan rambu yang menjadi petunjuk individu bertingkah laku dalam usaha
memenuhi kebutuhan id-nya.
Suryasubrata (2010: 156) mengatakan bahwa
super ego merupakan wakil dari nilai – nilai tradisional serta cita – cita
masyarakat sebagaimana ditafsirkan orang tua kepada anak – anak, yang
dimasukkan dengan berbagai perintah dan larangan. Fungsi pokoknya ialah
menentukan apakah sesuatu benar/salah., pantas/ tidak pantas, dan dengan
demikian pribadi dapat bertindak sesuai dengan moral masyarakat.
Bagaimana
berfungsinya super ego ini, menurut Suryabrata (dalam Taufik, 2012: 10) yaitu
melalui hubungan dengan ketiga unsure kepribadian yaitu dengan cara:
1. Merintangi
impuls – impuls id, terutama impuls seksual dan agresif yang pernyataannya
sangat ditentang oleh masyarakat
2. Mendorong
ego untuk lebih mengejar hal – hal yang bersifat moralitas daripada yang
realistis
3. Mengejar
kesempurnaan
KEPUSTAKAAN
Prayitno.
1998. Konseling Pancawaskita: Kerangkan
Konseling Eklektik. Padang: Progam Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas
Ilmu Pendidikan IKIP Padang
Suryasubrata,
Sumadi. 2010. Psikologi Kepribadian.
Jakarta: Rajawali Pers
Taufik. 2012. Model – model Konseling. Padang: Jurusan
Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar