JAWABAN
UJIAN AKHIR SEMESTER
KONSELING
POPULASI KHUSUS
JURUSAN
BIMBINGAN KONSELING
FAKULTAS
ILMU PENDIDIKAN

1. Karakteristik
atau kondisi dari masing – masing populasi ini adalah
a.
Populasi
Anak Berbakat
Karakteristik
anak berbakat dapat dilihat dari berbagai segi potensi, cara menghadapi
masalah, dan kemampuan/ prestasi yang dapat dicapai. Selain itu, karakteristik
anak berbakat dapat dilihar dari cirri – cirinya yang bisa dilihat sejak dini,
yaitu antara lain:
1) Mempunyai
ingatan yang kuat
Contoh: sanggup mengingat letak
benda – benda, tempat – tempat penyimpanan, lokasi – lokasi
2) Mempunyai
logika dan keterampilan analitis yang kuat
Contoh: sanggup menyimpulkan,
menghubung – hubungkan satu kejadian dengan kejadian lain
3) Mampu
berpikir abstrak
Contoh: membayagkan sesuatu tidak
tampak, kemampuan berimajinasi dan asosiasi
4) Mampu
membaca tata letak (ruang)
Contoh: menguasai rute jalan,
kemana harus berbelok, menyebutkan bentuk ruang
5) Mempunyai
keterampilan mekanis
Contoh: pintar membongkar pasang
benda yang rumit
6) Mepunyai
bakat music dan sei
7) Luwes
dalam atletik dan menari
8) Pintar
bersosialisasi
Contoh: mudah bergaul, mudah
beradaptasi
9) Mampu
memahami perasaa manusia
Contoh: pandai berempati, baik dan
peduli pada orang lain
10) Mampu
mengikat dan merayu
Contoh: penampilannya selalu
membuat orang tertarik, mampu membuat orang lain mengikuti kemauannya.
Selain itu,
karakteristik anak berbakat, dapat dilihat dari konsep Renzulli, yang
menyatakan bahwa ada tiga cirri pokok yang merupakan kriteria keberbakatan
ialah keterkaitan antara:
1) Kemampuan
umum di atas rata – rata
2) Kreativitas
di atas rata – rata
3) Pengikatan
diri terhadap tugas (Utami Munandar, 2009:24)
b.
Populasi
Anak Jalanan
Untuk populasi
anak jalanan, karakteristiknya dapat dilihat dari cirri – cirri anak jalan
secara umum(dalam Riyana, 2014), yaitu:
1) Berada
di tempat umum (jalanan, pasar, pertokoan, tempat hiburan) selama 3- 24 jam
sehari
2) Berpendidikan
rendah (kebanyakan putus sekolah, dan sedikit sekali yang tamat SD)
3) Berasal
dari keluarga - keluarga yang tidak
mampu (kebanyakan kaum urban, dan beberapa di antaranya tidak jelas
keluarganya)
4) Melakukan
aktivitas ekonomi (melakuka pekerjaan pada sector informal)
Adanya
cirri umum tersebut diatas, tidak berarti bahwa fenomena anak jalanan merupaka
fenomena yang tunggal. Penulurusan yang lebih empatik dan intensif ke dalam
kehidupan mereka menunjukkan adanya keberagaman. Keberagaman tersebut antara
lain: latar belakang keluarga, lamanya dijalanan, lingkungan tempat tinggal,
pilihan pekerjaan, pergaulan, dan pola pengasuhan. Sehingga tidak mengheranka
jika terdapat kebergaman pola tingkah laku kebiasaan, dan tampilan dari anak –
anak jalanan.
Menuru
M. Ishaq (dalam Pendidikan Layanan Khusus, 2008) ada 3 kategori kegiatan anak
jalanan, yakni (1) mencari kepuasan, (2) mengais nafkah, (3) tindakan asusila.
Kegiatan anak jalanan itu erat kaitannya dengan tempat mereka sehari – hari,
yakni dialun – alun, bioskop, jalan raya, simpang jalan, kereta api, terminal,
pasar, pertokoan, dan mall.
c.
Populasi
Penderita Trauma
Ada
beberapa cirri umum dari trauma, yaitu:
1)
Disebabkan oleh kejadian dahsyat yang
mengguncang rencana dan kemampuan kita
2)
Kejadian itu sudah berlalu
3)
Terjadi mekanisme psikofisik, kalau
tidak melawan maka saya akan binasa
4)
Sensitive terhadap stimulus yang
menyerupai kejadian asli
Contohnya,
korban gempat hanya mendengar bunyi tertentu saja maka dia akan ketakutan
karena ia secara otomatis mengasosiasikan bunyi itu dengan kejadian yang
mengguncang dirinya. Konseling dapat digunakan membantu menyembuhkan trauma
tersebut. konseling traumatic sangat berbeda dengan konseling biasa dilakukan
oleh konselor, perbedaan ini terletak pada waktu, fokus, aktivitas, dan tujuan.
Konseling
traumatic berbeda dengan konseling biasa menurut Sutirna (2013: 30) yaitu:
1) Waktu:
konseling traumatic umumnya memerlukan waktu lebih pendek dibanding dengna
biasa.
2) Fokus:
konseling traumatic lebih memerhatikan paada suatu masalah yaitu trauma yang
terjadi dan dirasakan, konseling biasa umumnya suka menghubungkna 1 masalah
dengan masalah lainnya.
3) Aktivitas:
konseling traumatic lebih melibatkan banyak orang dalam membantu klien dan yang
lebih banyak aktif adalah konselor. Konselor berusaha untuk mengarahkan,
menyugesti, member saran, mencari dukungan dari keluarga dan teman klien,
menghubungkan orang yang lebih ahli untuk menanganinya, melibatkan orang/agen
lain yang kompeten secara legal membantu klien dan mengusulkan berbagai
perubahan lingkungan untuk kesembuhan klien.
d.
Populasi
Lembaga Pemasyarakatan
Adapun
karakteristik dalam lembaga pemsyarakatan yaitu sebagai berikut:
1) Pelayanan
yang diberikan kepada para narapidana tersebut dapat dikelompokkan sesuai
dengan jenis kelamin ataupun kasus yang sedang ia jalani.
2) Lembaga
Pemasyarakatan tidak terlepas dari sebuah dinamika, yang bertujuan untuk lebih
banyak memberikan bekal bagi Narapidana dalam menyongsong kehidupan setelah
selesai menjalani masa hukuman (bebas).
3) Lembaga
pemasyarakatan menguatkan usaha-usaha untuk mewujudkan suatu sistem
Pemasyarakatan yang merupakan tatanan pembinaan bagi Warga Binaan
Pemasyarakatan.
4) Lembaga
pemasyarakatan mencakup proses pembinaan agar warga binaan menyadari kesalahan
dan memperbaiki diri serta tidak mengulangi tindak pidana yang pernah
dilakukan.
5) Pembinaan
di lembaga pemasyarakatan diharapkan agar mereka (para napi) mampu memperbaiki
diri dan tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukannya.
2.
Latar belakang dan pentingnya konseling
bagi masing – masing populasi berikut adalah:
a.
Populasi
Anak Berbakat
Anak yang memiliki bakat istimewa
sering kali memiliki tahap perkembangan yang tidak serentak. Ia dapat hidup
dalam berbagai usia perkembangan, misalnya: anak berusia tiga tahun, jika
sedang bermain ia terlihat seperti anak seusianya, tetapi jika sedang membaca
ia menampilkan sikap seperti anak berusia 10 tahun, jika mengerjakan soal matematika
ia seperti anak berusia 12 tahun, dan jika berbicara seperti anak berusia lima
tahun.
Yang perlu dipahami adalah bahwa
anak berbakat umumnya tidak hanya belajar lebih cepat, tetapi juga sering
menggunakan cara yang berbeda dari teman-teman seusianya. Hal ini tidak jarang
membuat guru pembimbing di sekolah mengalami kewalahan, bahkan sering merasa
terganggu dengan anak-anak seperti itu. Di samping itu anak berbakat istimewa
biasanya memiliki kemampuan menerima informasi dalam jumlah yang besar sekaligus.
Jika ia hanya mendapat sedikit informasi maka ia akan cepat menjadi
"kehausan" akan informasi.
Kebutuhan pendidikan anak berbakat
ditinjau dari kepentingan anak berbakat itu sendiri, yaitu yang berhubungan
dengan pengembangan potensinya yang hebat. Untuk mewujudkan potensi yang hebat
itu, anak berbakat membutuhkan peluang untuk mencapai aktualisasi potensi yang
dimilikinya melalui penggunaan fungsi otak, peluang untuk berinteraksi, dan
pengembangan kreativitas dan motivasi internal untuk belajar berprestasi. Dari
segi kepentingan masyarakat, anak berbakat membutuhkan kepedulian,
pengakomodasian, perwujudan lingkungan yang kaya dengan pengalaman, dan
kesempatan anak berbakat untuk berlatih secara nyata.
Selanjutnya dalam menentukan jenis
layanan bagi anak berbakat perlu memperhatikan beberapa komponen. Komponen
persiapan penentunan jenis layanan seperti: Mengidentifikasi anak berbakat
merupakan hal yang tidak mudah, karena banyak anak berbakat yang tidak
menampakkan keberbakatannya dan tidak dipupuk. Untuk mengidentifikasi anak
berbakat, perlu menentukan alasan atau sebab mencari mereka sehingga dapat
menentukan alat indentifikasi yang sesuai dengan kebutuhan tersebut. Misalnya:
jika memilih kelompok Matematika, maka pendekatannya harus mengarah pada penelusuran
bakat matematika.
Pemberian program khusus untuk
pendidikan anak berbakat ini dibuat karena anak-anak berbakat mempunyai
kebutuhan pendidikan khusus. Anak-anak ini telah menguasai banyak konsep ketika
mereka ditempatkan di satu kelas tertentu, sehingga sebagian besar waktu
sekolah mereka akan terbuang percuma. Mereka mempunyai kebutuhan yang sama
dengan siswa-siswa lainnya, yaitu kesempatan yang konsisten untuk belajar bahan
baru dan untuk mengembangkan perilaku yang memungkinkan mereka mengatasi tantangan
dan perjuangan dalam belajar sesuatu yang baru. Akan sangat sulit bagi
anak-anak berbakat ini memenuhi kebutuhan tersebut bila mereka ditempatkan
dalam kelas yang heterogen. Anak berbakat adalah anak yang memiliki kemampuan
dan minat yang berbeda dari kebanyakan anak-anak sebayanya, maka agak sulit
jika anak berbakat dimasukkan pada sekolah tradisional, bercampur dengan
anak-anak lainnya. Di kelas-kelas seperti itu anak-anak berbakat akan
mendapatkan dua kerugian, yaitu:(1) anak berbakat akan frustrasi karena tidak
mendapat pelayanan yang dibutuhkan,(2) guru pembimbing dan teman-teman kelasnya
akan bisa sangat terganggu oleh perilaku anak berbakat tadi. Untuk itu lah,
anak berbakat perlu diberikan layanan konseling yang dapat menunjang dan
memenuhi kebutuhan anak tersebut.
b. Populasi Anak Jalanan
Dalam pemberian layanan konseling
kepada anak jalanan, penting dilakukan dan diberikan, bertujuan untuk memberikan
pemahaman kepada anak – anak jalana tersebut bahwa seusia mereka masih harus
berpenghidupan yang layak. Mereka diberikan arahan dan bimbingan bahwa mereka
masih sangat memerlukan pendidikan untuk kehidupan mereka. Mereka dibimbing
untuk memiliki pemahaman bahwa mereka masih sangat memerlukan pendidikan dan
penghidupan yang layak. Sehingga anak – anak jalanan ini dapat memikirkan bahwa
kehidupan mereka bukan hanya untuk habis dijalanan saja, melainkan belajar
untuk bekal mereka di masa depan.
c. Populasi Traumatik
Trauma adalah keadaan jiwa atau tingkah laku yang tidak
normal sebagai akibat dari tekanan jiwa atau cedera jasmani. Selain itu trauma
juga dapat diartikan sebagai luka yang ditimbulkan oleh faktor external. Jiwa
yang timbul akibat peristiwa traumatik. Peristiwa traumatik bisa sekali
dialami, bertahan dalam jangka lama, atau berulang-ulang dialami oleh
penderita. Trauma psikologis bisa juga timbul akibat trauma fisik atau tanpa
ada trauma fisik sekalipun. Penyebab trauma psikologis antara lain pelecehan
seksual, kekerasan, ancaman, atau bencana. Namun tidak semua penyebab tersebut
punya efek sama terhadap tiap orang. Ada orang yang bisa mengatasi masalah
tersebut, namun ada pula yang tidak bisa mengatasi emosi dan ingatan pada
peristiwa traumatik yang dialami. Sehingga, bagi penderita trauma ini, perlu
diberikan konseling agar penderitanya tersebut dapat sembuh dari rasa takut yang dialaminya.
Konseling trauma
secara umumnya dilakukan bertujuan untuk, (1) meredakan perasaan – perasaan
takut dan khawatir, (2)agar konseli dapat menerima kesedihan secara wajar,(3)
memberikan intervensi langsung dalam upaya mengatasi situasi krisis, (4)
memberikan dukungan kadar tinggi kepada konseli/ klien.
d. Populasi Lembaga Pemasyarakatan
Lembaga konseling menunjukkan bagaimana untuk mengatasi kebutuhan –
kebutuhan klien pemasyarakatan selama pemenjaraan dan bagaimana mempersiapkan
klien akan dirilis ke masyarakat. Menggunakan model pertumbuhan kognitif untuk
memeriksa isu – isu utama dalam pemasyarakatan konselin, teks ini meliputi peran
konselor, pengaturan kerja dan tantangan, pelaku klasifikasi dan penilaian,
proses konsleing, dan interview/terapi teknik.
Kegiatan
pembinaan narapidana dibagi menjadi 2, yaitu:
1) Pembinaan
umum atau kelompok
2) Pendekatan
yang dilakukan dengan pendekatan individu atau perorangan
Pendekatan individu atau
perseorangan sifatnya lebih interpersonal antara narapida dan konselor atau
petugas lembaga pemasyarakatan, dalam konseling individu. Pembina harus
berperan aktif dalam membina dan membimbing narapidana agar dapat kembali
kejalan yang benar. Kegiatan pembinaan ini dimaksudkan untuk membina dan
membimbing narapidana secara personal dan lebih intensif. Kegiatan pembinaan
dilakukan dalam bentuk kegiatan konseling individual. Penerapan Community-based
corrections dapat dilakukan dengan memberdayakan warga binaan pemasyarakatan
melalui 3 upaya sebagai berikut :
1) Menciptakan
suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling).
Disini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap
masyarakat, memiliki potensi yang dapat dikembangkan
2) Memperkuat
potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering) dalam rangka ini
diperlukan langkah-langkah lebih positif selain dari hanya menciptakan iklim
dan suasana. Penguatan ini meliputi langkah-langkah nyata, dan menyangkut
penyediaan berbagai masukan (input) serta pembukaan akses kepada berbagai
peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya.
3) Memberdayakan
mengandung pola melindungi, dalam proses pemberdayaan harus dicegah yang lemah
menjadi bertambah lemah karena kurang berdaya menghadapi yang kuat.
Dalam proses pembinaan narapidana oleh Lembaga
Pemasyarakatan dibutuhkan sarana dan prasarana pedukung guna mencapai
keberhasilan yang ingin dicapai. Sarana dan prasarana tersebut meliputi :
1) Sarana
Gedung Pemasyarakatan
Gedung
Pemasyarakatan merupakan representasi keadaan penghuni di dalamnya. Keadaan
gedung yang layak dapat mendukung proses pembinaan yang sesuai harapan. Di
Indonesia sendiri, sebagian besar bangunan Lembaga Pemasyarakatan merupakan
warisan kolonial, dengan kondisi infrastruktur yang terkesan ”angker” dan
keras. Tembok tinggi yang mengelilingi dengan teralis besi menambah kesan seram
penghuninya.
2) Pembinaan
Narapidana
Bahwa sarana
untuk pendidikan keterampilan di Lembaga Pemasyarakatan sangat terbatas, baik
dalam jumlahnya maupun dalam jenisnya, dan bahkan ada sarana yang sudah
demikian lama sehingga tidak berfungsi lagi, atau kalau toh berfungsi, hasilnya
tidak memadai dengan barang-barang yang diproduksikan di luar (hasil produksi
perusahan).
3) Petugas
Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan
Berkenaan dengan
masalah petugas pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan, ternyata dapat dikatakan belum
sepenuhnya dapat menunjang tercapainya tujuan dari pembinaan itu sendiri,
mengingat sebagian besar dari mereka relatif belum ditunjang oleh bekal
kecakapan melakukan pembinaan dengan pendekatan humanis yang dapat menyentuh
perasaan para narapidana, dan mampu berdaya cipta dalam melakukan pembinaan.
3. Kompetensi
yang dimiliki oleh konselor dalam menangani masalah populasi berikut adalah:
a. Populasi Anak Berbakat
Dalam memberikan layanan kepada
klien, khususnya yang termasuk dalam populasi anak berbakat adalah seorang
konselor harus memiliki WPKNS yang luas, sebab konselor akan meghadapi anak –
anak yang memiliki kemampuan di atas rata – rata sehingga seorang konselor juga
harus memiliki kompetensi yang lebih untuk menangani anak yang seperti itu.
Selain itu, konselor juga harus
memiliki keterampilan khusus untuk menangani anak berbakat. Konselor juga harus
mampu memahami karakteristik anak berbakat, yang mana intinya, seorang konselor
itu harus memiliki pemahaman tentang konsep anak berbakat.
b. Populasi Anak Jalanan
Dalam memberikan layanan konseling
kepada anak jalanan, kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang konselor
tentunya harus memiliki WPKNS yang luas. Namun, secara lebih rinci, seorang
konselor tersebut haruslah memiliki kompetensi sebagai berikut:
1)
Memiliki pemahaman tentang konsep anak jalanan
2)
Memiliki keterampilan dalam memberikan layanan
bimbingan dan konseling
3)
Mampu memberikan sambutan yang hangat kepada anak
jalanan, agar anak jalanan tersebut tidak takut kepada konselor. Sehingga
klien, tidak menganggap bahwa konselor tersebut adalah orang sangat menakutkan,
orang yang akan menangkapnya, atau orang yang akan menginterogasinya
4)
Mampu memberikan penguatan – penguatan kepada klien
agar klien mau bersekolah
c. Populasi Traumatic
Dalam memberikan konseling kepada
klien yang penderita trauma, haruslah memiliki pemahaman yang lebih tentang
masalah – masalah yang berkaitan dengan trauma. Klien harus dapat memahami
tentang bagaimana cara mengatasi masalah klien yang memiliki trauma terhadap suatu
peristiwa yang telah dialaminya.
Seorang konselor harus memiliki
keterampilan kepada klien, untuk memberikan pemahaman terhadap peristiwa yang
membuat klien merasa takut dan trauma terhadap peristiwa tersebut, yang mana
dapat mengganggu kehidupan klien sehari – hari. Untuk itu, tetap sebagai
seorang konselor, tetap ditekakan untuk masalah WPKNS seorang konselor itu
haruslah benar – benar matang.
Namun, selain itu juga, seorang
konsleor juga harus memiliki keterampilan yang bagus dalam pelaksanaan layanan
BK, dan harus menguasai teknik – teknik dalam konseling.
d. Populasi Lembaga Pemasyarakatan
Dalam menghadapi klien yang
merupakan warga binaan lembaga pemsyarakatan, konselor harus memiliki 3
kompetensi dalam menghadapi klien tersebut, yaitu:
1)
Memiliki kompetensi tentang pelayanan bimbingan dan
konseling
Seorang
konselor yang akan menghadapi klien seorang warga binaan, haruslah memiliki
pengetahuan tentang pemahaman bimbingan konseling, cara pelaksanaan konseling,
serta bagaimana kemampuan konselor dalam menggunakan bergai teknik tentunya.
Sehingga dapat meyakinkan klien untuk mau ikut dalam kegiatan – kegiatan
bimbingan dan konseling.
2)
Memiliki pemahaman tentang hukum
Seorang konsleor juga harus memiliki
pengetahuan tentang dunia hukum, mengerti akan pasal – pasal, mengerti akan
jatuhan hukuman atau tentang vonis – vonis yang diberikan terhadap pelaku
pelanggar hukum, mengerti akan jalannya hukum, dll. Minimal konselor memahami
hal tersebut, atau bila perlu seorang konselor tersebut mengamabil pendidikan
lanjut ke jurusan HUKUM, agar lebih memahami tentang konseling correctional counseling.
3)
Memiliki keahlian dalam beladiri
Hal ini juga sangat perlu dimiliki
oleh seorang konselor. Karena hal ini sangat berguna saat menjadi seorang
konselor correctional counseling.
Kemampuan seorang konselor dalam bidang beladiri, berguna untuk konselor
menghadapi klien yang mungkin pada saat konseling melakukan pemberontakan atau
justru menyerang konselor karena kurang nyaman dengan pelayanan yang diberikan
oleh konselor tersebut.
4.
Peran konselor untuk pelayanan bagi populasi berikut
yaitu:
a. Populasi Anak Berbakat
Implikasi bagi guru pembimbing anak
berbakat disimpulkan oleh Barbie dan Renzulli (1975) sebagai berikut:
1)
guru pembimbing
perlu memahami diri sendiri, karena anak yang belajar tidak hanya dipengaruhi
oleh apa yang dilakukan guru pembimbing, tetapi juga bagaimana guru pembimbing
melakukannya.
2)
guru pembimbing perlu memiliki pengertian tentang
keterbakatan
3)
guru pembimbing hendaknya mengusahakan suatu
lingkungan belajar sesuai dengan perkembangan yang unggul dari
kemampuan-kemampuan anak.
4)
Guru pembimbing memberikan tantangan daripada tekanan
5)
Guru pembimbing tidak hanya memperhatikan produk atau
hasil belajar siswa, tetapi lebih-lebih proses belajar.
6)
Guru pembimbing lebih baik memberikan umpan balik
daripada penilaian
7)
Guru pembimbing harus menyediakan beberapa alternatif
strategi belajar Guru pembimbing hendaknya dapat menciptakan suasana di dalam
kelas yang menunjang rasa harga diri anak serta dimana anak merasa aman dan
berani mengambil resiko dalam menentukan pendapat dan keputusan.
b. Populasi Anak Jalanan
Dalam pelayanan bagi anak – anak
jalanan ini, konselor berperan dalam memberikan pelayanan bimbingan konseling
kepada anak jalanan, guna untuk mengurangi jumlah anak jalanan, dan memberikan
arahan kepada anak jalanan, bahwa dunia pendidikan itu lebih penting dan mereka
juga masih dapat berpenghidupan yang layak.
Selain itu juga, konselor berperan
dalam hal memberikan layanan - layanan
yang dapat mengembangkan kepribadian anak jalanan, sesuai dengan tahap
perkembangannya.
c. Populasi Penderita Trauma
Peran konselor dalam menghadapi
klien yang mengalami trauma, adalah untuk mengarahkan klien memaknai kejadian
yang telah terjadi, dan mengarahkan klien untuk berpikir tentang apa yang
dialami oleh klien tersebut itu merupakan suatu peristiwa yang dapat diambil
makna dan pelajaran, bukan suatu kejadian atau peristiwa, ataupun kondisi yang
harus selalu dikhawatirkan ataupun selalu ditakuti.
d. Populasi Lembaga Pemasyarakatan
Peran konselor dalam memberikan
layanan kepada klien yang merupaka warga binaan adalah mempersiapkan klien
untuk dapat kembali ke lingkungan masyarakat, agar pada saat klien keluar dari
penjara klien dapat menghadapi dan siap untuk berbaur kembali ke masyarakat,
dengan kepribadian yang lebih baik lagi dibandingkan sebelum klien masuk
penjara.
Peran konselor juga untuk
menyadarkan klien bahwa, perbuatan atau pun tingkah laku klien selama ini telah
salah, sehingga dapat merugikan berbagai pihak, dan hal ini perlu klien sadari,
agar saat keluar dari penjara, dirinya tidak melakukan hal yang sama lagi
dimasa yang akan datang.
5.
Pihak yang dapat konselor adakan kerjasama dalam
menangani klien yang termasuk dalam populasi berikut adalah:
a. Populasi Anak Berbakat
Dalam memberikan layanan kepada anak
berbakat, konselor dapat bekerjasama dengan :
1)
Pihak – pihak penyalur minat dan bakat
Anak – anak berbakat tentunya dapat
merasa terpenuhi kebutuhannya apabila dirinya mendapatkan sesuatu yang benar –
benar dibutuhkannya. Misalnya saja, konselor bekerja sama dengan pihak lebel
music. Konselor dapat mengarahkan klien (anak berbakat) yang memiliki bakat di
bidang music. Mereka diberikan pengetahuan tentag dunia industry music, segala
sesuatu tentang music. Hal ini dapat memberikan pemanfaatan tersendiri bagi
klien untuk dapat mengembangkan krestivitasnya dalam music.
2)
Pihak sekolah
Pihak ini sangat diperlukan untuk
bekerjasama gunanya untuk mengarahkan guru – guru untuk memberikan pembelajara
sesuai dengan yang dibutuhkan oleh klien. agar anak – anak dapat merasakan
bahwa pendidikan yang didapatinya itu sesuai dengan kebutuhannya.
b. Populasi Anak Jalanan
Dalam memberikan layanan kepada anak
jalanan, konselor dapat bekerjasama dengan pihak lembaga perlindungan anak,
agar anak – anak tersebut dapat terlindungi hak – haknya dan mereka pun dapat
memenuhi kewajibannya sebagai masih membutuhkan pendidikan dan penghidupan yang
layak.
c. Populasi Penderita Trauma
Untuk penderita trauma, konselor
dapat bekerjasama dengan pihak dokter atau piskologi yang dapat memberikan
pelayanan berupa terapi – terapi yang dibutuhkan klien untuk mengurangi atau
menghilangkan trauma yang dialami oleh klien.
d. Populasi Lembaga Pemasyarakatan
Untuk warga binaan lembaga
pemasyarakatan, tentunya seorang konselor dapat melakukan kerjasama dengan
pihak kepolisian untuk dapat melaksanakan konseling ataupun pemberian layanan
kepada klien – klien yaitu warga binaan lembaga pemsyarakatan. Yang mana,
konselor juga dapat melakukan kerjasama dengan pihak kepolisia guna untuk
melindungi konselor dalam pelaksanaan layanan bimbingan konseling, apabila pada
saat konseling, terdapat klie yang mencoba – coba untuk kabur ataupun menyerang
konselor.
KEPUSTAKAAN
Utami Munandar.
2009. Pengembangan Kreativitas Anak
Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta
Pendidikan
Layanan Khusus. 2008. “Pengertian Anak Jalanan”. (online). (http://pendidikanlayanankhusus.wordpress.com/2008/10/13/pengertian-anak-jalanan/, diakses 24
Februari 2014, pukul 7.34)
Sutirna. 2013. Bimbingan Konseling: Pendidikan Formal,
Nonformal, dan Informal. Yogyakarta: CV. Andi OFFSET
numpang nanya nih kaka, apasih perbedaan konseling biasa dengan konseling populasi khusus?
BalasHapusKonseling biasa itu menangani 1 orang, kalaupun berkelompok mereka memiliki masalah yang berbeda-beda. Sedangkan konseling populasi khusus ia tentu menangani minimal 2 orang yang memang memiliki masalah yang sama atau bisa juga karena mereka memiliki karakteristik yang sama. Misalnya konseling terhadap para penderita hiv, kepada anak jalanan, kepada anak santri dsb. Begitu si kak, tapi sepertinya kurang tepat juga jawabannya. Hehe
Hapus