Entri Populer

Kamis, 06 November 2014

jawaban ujian akhir semester Konseling Populasi Khusus


JAWABAN UJIAN AKHIR SEMESTER
KONSELING POPULASI KHUSUS
JURUSAN BIMBINGAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
 

1.      Karakteristik atau kondisi dari masing – masing populasi ini adalah
a.      Populasi Anak Berbakat
Karakteristik anak berbakat dapat dilihat dari berbagai segi potensi, cara menghadapi masalah, dan kemampuan/ prestasi yang dapat dicapai. Selain itu, karakteristik anak berbakat dapat dilihar dari cirri – cirinya yang bisa dilihat sejak dini, yaitu antara lain:
1)      Mempunyai ingatan yang kuat
Contoh: sanggup mengingat letak benda – benda, tempat – tempat penyimpanan, lokasi – lokasi
2)      Mempunyai logika dan keterampilan analitis yang kuat
Contoh: sanggup menyimpulkan, menghubung – hubungkan satu kejadian dengan kejadian lain
3)      Mampu berpikir abstrak
Contoh: membayagkan sesuatu tidak tampak, kemampuan berimajinasi dan asosiasi
4)      Mampu membaca tata letak (ruang)
Contoh: menguasai rute jalan, kemana harus berbelok, menyebutkan bentuk ruang
5)      Mempunyai keterampilan mekanis
Contoh: pintar membongkar pasang benda yang rumit
6)      Mepunyai bakat music dan sei
7)      Luwes dalam atletik dan menari
8)      Pintar bersosialisasi
Contoh: mudah bergaul, mudah beradaptasi
9)      Mampu memahami perasaa manusia
Contoh: pandai berempati, baik dan peduli pada orang lain
10)  Mampu mengikat dan merayu
Contoh: penampilannya selalu membuat orang tertarik, mampu membuat orang lain mengikuti kemauannya.
Selain itu, karakteristik anak berbakat, dapat dilihat dari konsep Renzulli, yang menyatakan bahwa ada tiga cirri pokok yang merupakan kriteria keberbakatan ialah keterkaitan antara:
1)      Kemampuan umum di atas rata – rata
2)      Kreativitas di atas rata – rata
3)      Pengikatan diri terhadap tugas (Utami Munandar, 2009:24)
b.      Populasi Anak Jalanan
Untuk populasi anak jalanan, karakteristiknya dapat dilihat dari cirri – cirri anak jalan secara umum(dalam Riyana, 2014), yaitu:
1)      Berada di tempat umum (jalanan, pasar, pertokoan, tempat hiburan) selama 3- 24 jam sehari
2)      Berpendidikan rendah (kebanyakan putus sekolah, dan sedikit sekali yang tamat SD)
3)      Berasal dari keluarga  - keluarga yang tidak mampu (kebanyakan kaum urban, dan beberapa di antaranya tidak jelas keluarganya)
4)      Melakukan aktivitas ekonomi (melakuka pekerjaan pada sector informal)
Adanya cirri umum tersebut diatas, tidak berarti bahwa fenomena anak jalanan merupaka fenomena yang tunggal. Penulurusan yang lebih empatik dan intensif ke dalam kehidupan mereka menunjukkan adanya keberagaman. Keberagaman tersebut antara lain: latar belakang keluarga, lamanya dijalanan, lingkungan tempat tinggal, pilihan pekerjaan, pergaulan, dan pola pengasuhan. Sehingga tidak mengheranka jika terdapat kebergaman pola tingkah laku kebiasaan, dan tampilan dari anak – anak jalanan.
Menuru M. Ishaq (dalam Pendidikan Layanan Khusus, 2008) ada 3 kategori kegiatan anak jalanan, yakni (1) mencari kepuasan, (2) mengais nafkah, (3) tindakan asusila. Kegiatan anak jalanan itu erat kaitannya dengan tempat mereka sehari – hari, yakni dialun – alun, bioskop, jalan raya, simpang jalan, kereta api, terminal, pasar, pertokoan, dan mall.

c.       Populasi Penderita Trauma
Ada beberapa cirri umum dari trauma, yaitu:
1)      Disebabkan oleh kejadian dahsyat yang mengguncang rencana dan kemampuan kita
2)      Kejadian itu sudah berlalu
3)      Terjadi mekanisme psikofisik, kalau tidak melawan maka saya akan binasa
4)      Sensitive terhadap stimulus yang menyerupai kejadian asli
Contohnya, korban gempat hanya mendengar bunyi tertentu saja maka dia akan ketakutan karena ia secara otomatis mengasosiasikan bunyi itu dengan kejadian yang mengguncang dirinya. Konseling dapat digunakan membantu menyembuhkan trauma tersebut. konseling traumatic sangat berbeda dengan konseling biasa dilakukan oleh konselor, perbedaan ini terletak pada waktu, fokus, aktivitas, dan tujuan.
Konseling traumatic berbeda dengan konseling biasa menurut Sutirna (2013: 30) yaitu:
1)      Waktu: konseling traumatic umumnya memerlukan waktu lebih pendek dibanding dengna biasa.
2)      Fokus: konseling traumatic lebih memerhatikan paada suatu masalah yaitu trauma yang terjadi dan dirasakan, konseling biasa umumnya suka menghubungkna 1 masalah dengan masalah lainnya.
3)      Aktivitas: konseling traumatic lebih melibatkan banyak orang dalam membantu klien dan yang lebih banyak aktif adalah konselor. Konselor berusaha untuk mengarahkan, menyugesti, member saran, mencari dukungan dari keluarga dan teman klien, menghubungkan orang yang lebih ahli untuk menanganinya, melibatkan orang/agen lain yang kompeten secara legal membantu klien dan mengusulkan berbagai perubahan lingkungan untuk kesembuhan klien.
d.      Populasi Lembaga Pemasyarakatan
Adapun karakteristik dalam lembaga pemsyarakatan yaitu sebagai berikut:
1)      Pelayanan yang diberikan kepada para narapidana tersebut dapat dikelompokkan sesuai dengan jenis kelamin ataupun kasus yang sedang ia jalani.
2)      Lembaga Pemasyarakatan tidak terlepas dari sebuah dinamika, yang bertujuan untuk lebih banyak memberikan bekal bagi Narapidana dalam menyongsong kehidupan setelah selesai menjalani masa hukuman (bebas).
3)      Lembaga pemasyarakatan menguatkan usaha-usaha untuk mewujudkan suatu sistem Pemasyarakatan yang merupakan tatanan pembinaan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan.
4)      Lembaga pemasyarakatan mencakup proses pembinaan agar warga binaan menyadari kesalahan dan memperbaiki diri serta tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukan.
5)      Pembinaan di lembaga pemasyarakatan diharapkan agar mereka (para napi) mampu memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukannya.


2.      Latar belakang dan pentingnya konseling bagi masing – masing populasi berikut adalah:
a.      Populasi Anak Berbakat
Anak yang memiliki bakat istimewa sering kali memiliki tahap perkembangan yang tidak serentak. Ia dapat hidup dalam berbagai usia perkembangan, misalnya: anak berusia tiga tahun, jika sedang bermain ia terlihat seperti anak seusianya, tetapi jika sedang membaca ia menampilkan sikap seperti anak berusia 10 tahun, jika mengerjakan soal matematika ia seperti anak berusia 12 tahun, dan jika berbicara seperti anak berusia lima tahun.
Yang perlu dipahami adalah bahwa anak berbakat umumnya tidak hanya belajar lebih cepat, tetapi juga sering menggunakan cara yang berbeda dari teman-teman seusianya. Hal ini tidak jarang membuat guru pembimbing di sekolah mengalami kewalahan, bahkan sering merasa terganggu dengan anak-anak seperti itu. Di samping itu anak berbakat istimewa biasanya memiliki kemampuan menerima informasi dalam jumlah yang besar sekaligus. Jika ia hanya mendapat sedikit informasi maka ia akan cepat menjadi "kehausan" akan informasi.
Kebutuhan pendidikan anak berbakat ditinjau dari kepentingan anak berbakat itu sendiri, yaitu yang berhubungan dengan pengembangan potensinya yang hebat. Untuk mewujudkan potensi yang hebat itu, anak berbakat membutuhkan peluang untuk mencapai aktualisasi potensi yang dimilikinya melalui penggunaan fungsi otak, peluang untuk berinteraksi, dan pengembangan kreativitas dan motivasi internal untuk belajar berprestasi. Dari segi kepentingan masyarakat, anak berbakat membutuhkan kepedulian, pengakomodasian, perwujudan lingkungan yang kaya dengan pengalaman, dan kesempatan anak berbakat untuk berlatih secara nyata. 
Selanjutnya dalam menentukan jenis layanan bagi anak berbakat perlu memperhatikan beberapa komponen. Komponen persiapan penentunan jenis layanan seperti: Mengidentifikasi anak berbakat merupakan hal yang tidak mudah, karena banyak anak berbakat yang tidak menampakkan keberbakatannya dan tidak dipupuk. Untuk mengidentifikasi anak berbakat, perlu menentukan alasan atau sebab mencari mereka sehingga dapat menentukan alat indentifikasi yang sesuai dengan kebutuhan tersebut. Misalnya: jika memilih kelompok Matematika, maka pendekatannya harus mengarah pada penelusuran bakat matematika.
Pemberian program khusus untuk pendidikan anak berbakat ini dibuat karena anak-anak berbakat mempunyai kebutuhan pendidikan khusus. Anak-anak ini telah menguasai banyak konsep ketika mereka ditempatkan di satu kelas tertentu, sehingga sebagian besar waktu sekolah mereka akan terbuang percuma. Mereka mempunyai kebutuhan yang sama dengan siswa-siswa lainnya, yaitu kesempatan yang konsisten untuk belajar bahan baru dan untuk mengembangkan perilaku yang memungkinkan mereka mengatasi tantangan dan perjuangan dalam belajar sesuatu yang baru. Akan sangat sulit bagi anak-anak berbakat ini memenuhi kebutuhan tersebut bila mereka ditempatkan dalam kelas yang heterogen. Anak berbakat adalah anak yang memiliki kemampuan dan minat yang berbeda dari kebanyakan anak-anak sebayanya, maka agak sulit jika anak berbakat dimasukkan pada sekolah tradisional, bercampur dengan anak-anak lainnya. Di kelas-kelas seperti itu anak-anak berbakat akan mendapatkan dua kerugian, yaitu:(1) anak berbakat akan frustrasi karena tidak mendapat pelayanan yang dibutuhkan,(2) guru pembimbing dan teman-teman kelasnya akan bisa sangat terganggu oleh perilaku anak berbakat tadi. Untuk itu lah, anak berbakat perlu diberikan layanan konseling yang dapat menunjang dan memenuhi kebutuhan anak tersebut.
b.      Populasi Anak Jalanan
Dalam pemberian layanan konseling kepada anak jalanan, penting dilakukan dan diberikan, bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada anak – anak jalana tersebut bahwa seusia mereka masih harus berpenghidupan yang layak. Mereka diberikan arahan dan bimbingan bahwa mereka masih sangat memerlukan pendidikan untuk kehidupan mereka. Mereka dibimbing untuk memiliki pemahaman bahwa mereka masih sangat memerlukan pendidikan dan penghidupan yang layak. Sehingga anak – anak jalanan ini dapat memikirkan bahwa kehidupan mereka bukan hanya untuk habis dijalanan saja, melainkan belajar untuk bekal mereka di masa depan.
c.       Populasi Traumatik
Trauma adalah keadaan jiwa atau tingkah laku yang tidak normal sebagai akibat dari tekanan jiwa atau cedera jasmani. Selain itu trauma juga dapat diartikan sebagai luka yang ditimbulkan oleh faktor external. Jiwa yang timbul akibat peristiwa traumatik. Peristiwa traumatik bisa sekali dialami, bertahan dalam jangka lama, atau berulang-ulang dialami oleh penderita. Trauma psikologis bisa juga timbul akibat trauma fisik atau tanpa ada trauma fisik sekalipun. Penyebab trauma psikologis antara lain pelecehan seksual, kekerasan, ancaman, atau bencana. Namun tidak semua penyebab tersebut punya efek sama terhadap tiap orang. Ada orang yang bisa mengatasi masalah tersebut, namun ada pula yang tidak bisa mengatasi emosi dan ingatan pada peristiwa traumatik yang dialami. Sehingga, bagi penderita trauma ini, perlu diberikan konseling agar penderitanya tersebut dapat  sembuh dari rasa takut yang dialaminya.
Konseling trauma secara umumnya dilakukan bertujuan untuk, (1) meredakan perasaan – perasaan takut dan khawatir, (2)agar konseli dapat menerima kesedihan secara wajar,(3) memberikan intervensi langsung dalam upaya mengatasi situasi krisis, (4) memberikan dukungan kadar tinggi kepada konseli/ klien.
d.      Populasi Lembaga Pemasyarakatan
Lembaga konseling menunjukkan bagaimana untuk mengatasi kebutuhan – kebutuhan klien pemasyarakatan selama pemenjaraan dan bagaimana mempersiapkan klien akan dirilis ke masyarakat. Menggunakan model pertumbuhan kognitif untuk memeriksa isu – isu utama dalam pemasyarakatan konselin, teks ini meliputi peran konselor, pengaturan kerja dan tantangan, pelaku klasifikasi dan penilaian, proses konsleing, dan interview/terapi teknik.
Kegiatan pembinaan narapidana dibagi menjadi 2, yaitu:
1)      Pembinaan umum atau kelompok
2)      Pendekatan yang dilakukan dengan pendekatan individu atau perorangan
Pendekatan individu atau perseorangan sifatnya lebih interpersonal antara narapida dan konselor atau petugas lembaga pemasyarakatan, dalam konseling individu. Pembina harus berperan aktif dalam membina dan membimbing narapidana agar dapat kembali kejalan yang benar. Kegiatan pembinaan ini dimaksudkan untuk membina dan membimbing narapidana secara personal dan lebih intensif. Kegiatan pembinaan dilakukan dalam bentuk kegiatan konseling individual. Penerapan Community-based corrections dapat dilakukan dengan memberdayakan warga binaan pemasyarakatan melalui 3 upaya sebagai berikut :
1)      Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Disini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap  manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat dikembangkan
2)      Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering) dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih positif selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana. Penguatan ini meliputi langkah-langkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input) serta pembukaan akses kepada berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya.
3)      Memberdayakan mengandung pola melindungi, dalam proses pemberdayaan harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah karena kurang berdaya menghadapi yang kuat. 
Dalam proses pembinaan narapidana oleh Lembaga Pemasyarakatan dibutuhkan sarana dan prasarana pedukung guna mencapai keberhasilan yang ingin dicapai. Sarana dan prasarana tersebut meliputi :
1)      Sarana Gedung Pemasyarakatan
Gedung Pemasyarakatan merupakan representasi keadaan penghuni di dalamnya. Keadaan gedung yang layak dapat mendukung proses pembinaan yang sesuai harapan. Di Indonesia sendiri, sebagian besar bangunan Lembaga Pemasyarakatan merupakan warisan kolonial, dengan kondisi infrastruktur yang terkesan ”angker” dan keras. Tembok tinggi yang mengelilingi dengan teralis besi menambah kesan seram penghuninya.
2)      Pembinaan Narapidana
Bahwa sarana untuk pendidikan keterampilan di Lembaga Pemasyarakatan sangat terbatas, baik dalam jumlahnya maupun dalam jenisnya, dan bahkan ada sarana yang sudah demikian lama sehingga tidak berfungsi lagi, atau kalau toh berfungsi, hasilnya tidak memadai dengan barang-barang yang diproduksikan di luar (hasil produksi perusahan).
3)      Petugas Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan
Berkenaan dengan masalah petugas pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan, ternyata dapat dikatakan belum sepenuhnya dapat menunjang tercapainya tujuan dari pembinaan itu sendiri, mengingat sebagian besar dari mereka relatif belum ditunjang oleh bekal kecakapan melakukan pembinaan dengan pendekatan humanis yang dapat menyentuh perasaan para narapidana, dan mampu berdaya cipta dalam melakukan pembinaan.

3.      Kompetensi yang dimiliki oleh konselor dalam menangani masalah populasi berikut adalah:
a.      Populasi Anak Berbakat
Dalam memberikan layanan kepada klien, khususnya yang termasuk dalam populasi anak berbakat adalah seorang konselor harus memiliki WPKNS yang luas, sebab konselor akan meghadapi anak – anak yang memiliki kemampuan di atas rata – rata sehingga seorang konselor juga harus memiliki kompetensi yang lebih untuk menangani anak yang seperti itu.
Selain itu, konselor juga harus memiliki keterampilan khusus untuk menangani anak berbakat. Konselor juga harus mampu memahami karakteristik anak berbakat, yang mana intinya, seorang konselor itu harus memiliki pemahaman tentang konsep anak berbakat.
b.      Populasi Anak Jalanan
Dalam memberikan layanan konseling kepada anak jalanan, kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang konselor tentunya harus memiliki WPKNS yang luas. Namun, secara lebih rinci, seorang konselor tersebut haruslah memiliki kompetensi sebagai berikut:
1)      Memiliki pemahaman tentang konsep anak jalanan
2)      Memiliki keterampilan dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling
3)      Mampu memberikan sambutan yang hangat kepada anak jalanan, agar anak jalanan tersebut tidak takut kepada konselor. Sehingga klien, tidak menganggap bahwa konselor tersebut adalah orang sangat menakutkan, orang yang akan menangkapnya, atau orang yang akan menginterogasinya
4)      Mampu memberikan penguatan – penguatan kepada klien agar klien mau bersekolah
c.       Populasi Traumatic
Dalam memberikan konseling kepada klien yang penderita trauma, haruslah memiliki pemahaman yang lebih tentang masalah – masalah yang berkaitan dengan trauma. Klien harus dapat memahami tentang bagaimana cara mengatasi masalah klien yang memiliki trauma terhadap suatu peristiwa yang telah dialaminya.
Seorang konselor harus memiliki keterampilan kepada klien, untuk memberikan pemahaman terhadap peristiwa yang membuat klien merasa takut dan trauma terhadap peristiwa tersebut, yang mana dapat mengganggu kehidupan klien sehari – hari. Untuk itu, tetap sebagai seorang konselor, tetap ditekakan untuk masalah WPKNS seorang konselor itu haruslah benar – benar matang.
Namun, selain itu juga, seorang konsleor juga harus memiliki keterampilan yang bagus dalam pelaksanaan layanan BK, dan harus menguasai teknik – teknik dalam konseling.
d.      Populasi Lembaga Pemasyarakatan
Dalam menghadapi klien yang merupakan warga binaan lembaga pemsyarakatan, konselor harus memiliki 3 kompetensi dalam menghadapi klien tersebut, yaitu:
1)      Memiliki kompetensi tentang pelayanan bimbingan dan konseling
Seorang konselor yang akan menghadapi klien seorang warga binaan, haruslah memiliki pengetahuan tentang pemahaman bimbingan konseling, cara pelaksanaan konseling, serta bagaimana kemampuan konselor dalam menggunakan bergai teknik tentunya. Sehingga dapat meyakinkan klien untuk mau ikut dalam kegiatan – kegiatan bimbingan dan konseling.
2)      Memiliki pemahaman tentang hukum
Seorang konsleor juga harus memiliki pengetahuan tentang dunia hukum, mengerti akan pasal – pasal, mengerti akan jatuhan hukuman atau tentang vonis – vonis yang diberikan terhadap pelaku pelanggar hukum, mengerti akan jalannya hukum, dll. Minimal konselor memahami hal tersebut, atau bila perlu seorang konselor tersebut mengamabil pendidikan lanjut ke jurusan HUKUM, agar lebih memahami tentang konseling correctional counseling.
3)      Memiliki keahlian dalam beladiri
Hal ini juga sangat perlu dimiliki oleh seorang konselor. Karena hal ini sangat berguna saat menjadi seorang konselor correctional counseling. Kemampuan seorang konselor dalam bidang beladiri, berguna untuk konselor menghadapi klien yang mungkin pada saat konseling melakukan pemberontakan atau justru menyerang konselor karena kurang nyaman dengan pelayanan yang diberikan oleh konselor tersebut.

4.      Peran konselor untuk pelayanan bagi populasi berikut yaitu:
a.      Populasi Anak Berbakat
Implikasi bagi guru pembimbing anak berbakat disimpulkan oleh Barbie dan Renzulli (1975) sebagai berikut:
1)       guru pembimbing perlu memahami diri sendiri, karena anak yang belajar tidak hanya dipengaruhi oleh apa yang dilakukan guru pembimbing, tetapi juga bagaimana guru pembimbing melakukannya.
2)      guru pembimbing perlu memiliki pengertian tentang keterbakatan
3)      guru pembimbing hendaknya mengusahakan suatu lingkungan belajar sesuai dengan perkembangan yang unggul dari kemampuan-kemampuan anak.
4)      Guru pembimbing memberikan tantangan daripada tekanan
5)      Guru pembimbing tidak hanya memperhatikan produk atau hasil belajar siswa, tetapi lebih-lebih proses belajar.
6)      Guru pembimbing lebih baik memberikan umpan balik daripada penilaian
7)      Guru pembimbing harus menyediakan beberapa alternatif strategi belajar Guru pembimbing hendaknya dapat menciptakan suasana di dalam kelas yang menunjang rasa harga diri anak serta dimana anak merasa aman dan berani mengambil resiko dalam menentukan pendapat dan keputusan.
b.      Populasi Anak Jalanan
Dalam pelayanan bagi anak – anak jalanan ini, konselor berperan dalam memberikan pelayanan bimbingan konseling kepada anak jalanan, guna untuk mengurangi jumlah anak jalanan, dan memberikan arahan kepada anak jalanan, bahwa dunia pendidikan itu lebih penting dan mereka juga masih dapat berpenghidupan yang layak.
Selain itu juga, konselor berperan dalam hal memberikan layanan  - layanan yang dapat mengembangkan kepribadian anak jalanan, sesuai dengan tahap perkembangannya.
c.       Populasi Penderita Trauma
Peran konselor dalam menghadapi klien yang mengalami trauma, adalah untuk mengarahkan klien memaknai kejadian yang telah terjadi, dan mengarahkan klien untuk berpikir tentang apa yang dialami oleh klien tersebut itu merupakan suatu peristiwa yang dapat diambil makna dan pelajaran, bukan suatu kejadian atau peristiwa, ataupun kondisi yang harus selalu dikhawatirkan ataupun selalu ditakuti.
d.      Populasi Lembaga Pemasyarakatan
Peran konselor dalam memberikan layanan kepada klien yang merupaka warga binaan adalah mempersiapkan klien untuk dapat kembali ke lingkungan masyarakat, agar pada saat klien keluar dari penjara klien dapat menghadapi dan siap untuk berbaur kembali ke masyarakat, dengan kepribadian yang lebih baik lagi dibandingkan sebelum klien masuk penjara.
Peran konselor juga untuk menyadarkan klien bahwa, perbuatan atau pun tingkah laku klien selama ini telah salah, sehingga dapat merugikan berbagai pihak, dan hal ini perlu klien sadari, agar saat keluar dari penjara, dirinya tidak melakukan hal yang sama lagi dimasa yang akan datang.
5.      Pihak yang dapat konselor adakan kerjasama dalam menangani klien yang termasuk dalam populasi berikut adalah:
a.      Populasi Anak Berbakat
Dalam memberikan layanan kepada anak berbakat, konselor dapat bekerjasama dengan :
1)      Pihak – pihak penyalur minat dan bakat
Anak – anak berbakat tentunya dapat merasa terpenuhi kebutuhannya apabila dirinya mendapatkan sesuatu yang benar – benar dibutuhkannya. Misalnya saja, konselor bekerja sama dengan pihak lebel music. Konselor dapat mengarahkan klien (anak berbakat) yang memiliki bakat di bidang music. Mereka diberikan pengetahuan tentag dunia industry music, segala sesuatu tentang music. Hal ini dapat memberikan pemanfaatan tersendiri bagi klien untuk dapat mengembangkan krestivitasnya dalam music.
2)      Pihak sekolah
Pihak ini sangat diperlukan untuk bekerjasama gunanya untuk mengarahkan guru – guru untuk memberikan pembelajara sesuai dengan yang dibutuhkan oleh klien. agar anak – anak dapat merasakan bahwa pendidikan yang didapatinya itu sesuai dengan kebutuhannya.
b.      Populasi Anak Jalanan
Dalam memberikan layanan kepada anak jalanan, konselor dapat bekerjasama dengan pihak lembaga perlindungan anak, agar anak – anak tersebut dapat terlindungi hak – haknya dan mereka pun dapat memenuhi kewajibannya sebagai masih membutuhkan pendidikan dan penghidupan yang layak.
c.       Populasi Penderita Trauma
Untuk penderita trauma, konselor dapat bekerjasama dengan pihak dokter atau piskologi yang dapat memberikan pelayanan berupa terapi – terapi yang dibutuhkan klien untuk mengurangi atau menghilangkan trauma yang dialami oleh klien.
d.      Populasi Lembaga Pemasyarakatan
Untuk warga binaan lembaga pemasyarakatan, tentunya seorang konselor dapat melakukan kerjasama dengan pihak kepolisian untuk dapat melaksanakan konseling ataupun pemberian layanan kepada klien – klien yaitu warga binaan lembaga pemsyarakatan. Yang mana, konselor juga dapat melakukan kerjasama dengan pihak kepolisia guna untuk melindungi konselor dalam pelaksanaan layanan bimbingan konseling, apabila pada saat konseling, terdapat klie yang mencoba – coba untuk kabur ataupun menyerang konselor.

KEPUSTAKAAN

Utami Munandar. 2009. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta
Pendidikan Layanan Khusus. 2008. “Pengertian Anak Jalanan”. (online). (http://pendidikanlayanankhusus.wordpress.com/2008/10/13/pengertian-anak-jalanan/, diakses 24 Februari 2014, pukul 7.34)
Sutirna. 2013. Bimbingan Konseling: Pendidikan Formal, Nonformal, dan Informal. Yogyakarta: CV. Andi OFFSET

2 komentar:

  1. numpang nanya nih kaka, apasih perbedaan konseling biasa dengan konseling populasi khusus?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Konseling biasa itu menangani 1 orang, kalaupun berkelompok mereka memiliki masalah yang berbeda-beda. Sedangkan konseling populasi khusus ia tentu menangani minimal 2 orang yang memang memiliki masalah yang sama atau bisa juga karena mereka memiliki karakteristik yang sama. Misalnya konseling terhadap para penderita hiv, kepada anak jalanan, kepada anak santri dsb. Begitu si kak, tapi sepertinya kurang tepat juga jawabannya. Hehe

      Hapus